All Chapters of Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut: Chapter 71 - Chapter 80

113 Chapters

71. PARA PEMBAWA TEROR

Malam itu semua rumah terkunci dengan rapat, Desa itu tampak begitu sunyi dan sepi, hanya ada suara burung hantu yang bersenandung sembari mengusir sepi. Benteng sederhana yang tadi pagi dibangun oleh para warga masih berdiri dengan gagah menanti pasukan yang akan dihadang. Angin malam perlahan berseliweran bersama kabut yang muncul pelan entah dari mana, suasana dingin mulai menyeruak menampakkan kakunya di antara pekatnya malam yang hanya diterangi oleh cahaya redup rembulan dan semburat kecil cahaya obor yang terdapat di beberapa sudut tertentu desa itu. Tak ada orang kah di sana? Terlalu dini untuk menyimpulkan itu. Sebab ternyata di banyak sisi ada beberapa gerakan mencurigakan yang tampak sangat waspada. Berjaga di dalam gelap, mengawasi di dalam pekat. Ya, ternyata Desa itu sama sekali tak tidur, tepatnya hanya berpura-pura tidur. Para penduduk, khususnya yang telah tergabung dalam pasukan tak resmi pembasmi manusia serigala, kompak berjaga dan mengawasi keadaan sekitar dari
last updateLast Updated : 2022-08-07
Read more

72. HURU HARA DI UTARA

Sosok itu lagi-lagi menggeram mengerikan, nampaknya ia sadar bahwa wanita di depannya tak sedang main-main. Ia lalu turun dari kudanya setelah menggeletakkan begitu saja tubuh gadis yang diculiknya tadi di atas tanah. Ia berjalan perlahan, tidak terlalu tegap, namun tak menjamin jika ia mudah dilumpuhkan. Ayunda sedikit bisa melihat jelas wajah manusia iblis itu dari remang-remang cahaya api yang membakar obor dan kilatan petir yang sesekali menyambar bumi. Kulit berwarna putih pucat cenderung biru, dengan hidung yang agak kecil dan lubang pernafasan yang berukuran sama kecil. Matanya merah melengkung ke atas di bagian ujungnya. Kalau boleh jujur, makhluk ini jelas tak dapat dikatakan begitu mirip dengan serigala, hanya saja ia memiliki taring dan bulu-bulu tak teratur di sisi wajah dan tangannya. Namun itu sama sekali bukan kabar yang bagus, karena bagi siapapun, bertemu muka langsung dengan makhluk seperti ini tentu adalah masalah besar.. Pertarungan sengit mulai terjadi, sosok men
last updateLast Updated : 2022-08-07
Read more

73. PERTEMUAN TAK TERDUGA

Namun Bayu tak menemukan siapapun untuk ditanya, ia akhirnya duduk di salah satu pondokkan sambil melihat aktivitas para pemuda yang sedang berlatih bela diri dengan dipimpin oleh pria dewasa yang nampaknya menjadi salah satu penjaga gerbang yang ditemuinya tadi malam itu. Saat sedang memyaksikan latihan itu, tiba-tiba ia melihat tiga orang pria berjalan ke arahnya. Dua di antaranya Bayu kenal sebagai bagian dari penjaga gerbang tadi malam, sedangkan satunya adalah pria paruh baya yang belum ia lihat. Bayu segera berdiri menyambut tiga pria itu sambil menunduk hormat memberi salam. “Selamat datang di desa kami, anak muda. Perkenalkan, saya kepala desa sini. Mohon maaf, jika kami terkesan acuh. Kau bisa lihat sendiri bagaimana kesibukan para penduduk hari ini.” Buka pria paruh baya yang merupakan kepala desa Jalupang itu. “Tak apa. Diterima dan diizinkan beristirahat di sini saja saya sudah merasa tersanjung..” Bayu merendah. “Silakan duduk..” Kepala Desa menyilakan Bayu untuk dudu
last updateLast Updated : 2022-08-10
Read more

74. PENDEKAR?

“Iya aku!” Bayu membalas tak kalah lantang, “Aku yang kau serang dengan ranting bodohmu tadi, hampir saja menusuk mataku!” Ayunda baru sadar jika seruannya tadi bisa saja membuka penyamarannya. Ia buru-buru meralat kalimatnya, “Maksudku, kau berusaha mengintip aku mandi, kan?” “Hah?” Bayu masih memalingkan wajahnya, “aku sendiri mana tahu kalau ada orang lain di tempat ini. Lagipula, kau tampak sedang memamerkannya bukan?” Ayunda sebenarnya ingin marah, namun ia baru sadar jika sedari tadi ia belum sempurna mengenakan pakaiannya, “jika berani menoleh ke sini, kuhajar kau!” Ayunda lalu dengan cepat menyelesaikan mengenakan pakaiannya sambil terheran-heran mengapa bocah yang dulu menjadi tawanan di negerinya ini justru ada di sini. Bukankah kata ibunya ia telah mati di medan perang lebih dari tiga tahun yang lalu. “Sudah selesai?” Bayu yang tak sabar mulai menggerakkan kepalanya iseng. “Jangan coba-coba...” ancam Ayunda. Bayu tertawa jahil, suara tertawanya yang pertama selama be
last updateLast Updated : 2022-08-13
Read more

75. API PEMBERONTAKKAN DARI ISTANA

Pintu gerbang istana dibuka, belasan prajurit berpakaian lengkap serentak masuk ke istana sebelum melakukan salam hormat pada Raja Adighana yang dengan gagah duduk di singgasananya yang angkuh dengan dikelilingi oleh para pejabatnya, namun tak terlihat di sana seorang Cadudasa. “Jadi apa laporan yang kau bawa dari pengejaranmu selama beberapa pekan ini?” tanya Sang Raja dengan mata tajam. Salah satu prajurit yang nampaknya dianggap sebagai ketua itu maju perlahan beberapa langkah sambil menundukkan kepala. “Mohon ampun, Paduka. Kami memang tak berhasil meringkus Bayu. Namun, kami menemukan berita bahwa Bayu kini tengah berada di Lalawangan Sembaru, Negeri Pancala. Ada kemungkinan pihak sana melindungi Bayu, karena itu kami memohon penambahan pasukan untuk menggempur negeri Pancala tersebut, Paduka..” Sang Raja terdiam sejenak, sedang berpikir. “Saya rasa pasukan kita akan dengan mudah menaklukkan Pancala, Paduka...” kata salah satu pejabat. “Tidak seperti itu juga, Mahamantri Ser
last updateLast Updated : 2022-08-15
Read more

76. MAHAPATIH TERTUDUH

Kali ini tak ada yang terlonjak. Semua merasa tebakan mereka benar, meski banyak yang tak begitu percaya. Begitu pula raja, ia tampak sangat terpukul. Namun ia berusaha untuk tenang dan bijak. Seorang raja harus tetap tenang, itu pikirnya. “Kapan pembicaraan itu terjadi?” tanya raja. “Beberapa hari sebelum kemunculan Gusti Bayu di ibukota.” “Tak dapat dipercaya...” gumam salah satu pejabat. “Kau yakin dan berani bersumpah akan hal ini?” tanya Raja Pria itu agak terdiam sejenak, “Saya yakin dan menjamin dengan nyawa saya tentang kebenaran berita ini, Paduka.” “Mohon ampun, Paduka.” kata Damendra. “Iya?” Raja menatap senopati itu tajam dengan raut muka masih agak terpukul. “Saya rasa alangkah tidak bijaknya melayangkan tuduhan tanpa bukti, bukan begitu?” “Apa maksudmu?” “Boleh saya memanggil seseorang yang sepertinya akan lebih mengagetkan kita?” Raja mengangguk dengan raut pilu. Damendra lantas memberi isyarat agar seseorang masuk ke istana, tak lama seorang pria paruh baya
last updateLast Updated : 2022-08-19
Read more

77. TEROMPET PERTAHANAN

Bayu sedang duduk sendirian di depan balai desa sore itu. Kini ia mengerti mengapa penduduk Desa Jalupang begitu ngotot mempertahankan diri daripada mengungsi. Tadi siang Bayu sudah berbicara dengan kades, ia berharap penduduk desa mau mengungsi. Selain karena hal itu jauh lebih aman, ia juga tentunya tak perlu repot menyabung nyawa menghadapi pasukan manusia serigala itu. Namun, jawaban yang ia temukan justru tak ia harapkan. Mereka lebih memilih untuk mempertahankan desanya. Alasannya sederhana, mereka merasa bertanggung jawab melindungi tiap jengkal tanah mereka. Alasan yang menurut Bayu sangat sentimentil. Ia merasa tersindir, penduduk desa saja yang tidak dibekali kemampuan beladiri mumpuni seperti dirinya berani mempertahankan desa demi harga dirinya, lah dia? Bayu benar-benar dilematis saat ini, ingin langsung melanjutkan perjalanan dan mencari pusaka itu, Bayu iba dengan penduduk desa ini. Ingin membantu, Bayu takut tak bisa berbuat maksimal, kasarnya, mungkin ia takut mati.
last updateLast Updated : 2022-08-23
Read more

78. PARA IBLIS DAN PENGHUNI PENJARA

Dengan cepat, tubuh bergelimpangan, darah bermucratan, bagian tubuh yang tercecer, terpisah dengan bagian lainnya, kepala terguling-guling tanpa badan adalah kejadian berikutnya yang terjadi begitu saja. Teriakan dan erangan kesakitan bercampur dengan denting senjata yang beradu. Memang, jumlah pasukan yang dipimpin Ayunda jauh tak sebanding dengan pasukan manusia serigala, namun semangat dan kerja keras mereka membuat Bayu yang sedari tadi hanya diam sambil gemetaran mulai ragu untuk benar-benar kabur. Namun, ia juga tak memutuskan untuk menghunus pedangnya, ia justru berlari dan berlindung di antara pohon-pohon besar. Ketakutan akan mati dan ketidak percayaan dirinya terhadap kemampuannya saat ini jauh lebih besar dibanding niatnya untuk membantu para pasukan yang semakin lama kian terpojok oleh serangan ganas dari pasukan iblis itu. Di sisi lain, Anureksa, Kampalu, dan Danur seolah tak mampu membendung keganasan pasukan manusia serigala yang tak terhitung sudah berapa kali berhasil
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

79. PERANG DUA DARAH

“Apa kabar, Gusti Mahapatih...?” Haruyan menunduk hormat pada Panglima besar yang kini jadi seorang tahanan itu. Cadudasa tersenyum, “seperti yang kau lihat, aku punya kamar baru.” Haruyan juga tersenyum lalu duduk di depan Cadudasa, “anda tahu anak saya yang paling kecil?” “Tirta?” jawab Cadudasa, “tentu aku ingat, ia tampak sangat kritis. Cerdas di kemudian hari..” “Justru sifatnya itu kerap membuat saya bingung. Satu minggu yang lalu setelah berkunjung ke Lalawangan Dharmawangsa saya pulang ke rumah dengan badan nyaris remuk. Anda tahu sendiri bagaimana medan menuju Dharmawangsa..” “Aku sendiri merasa punggung kudaku sudah seruncing pedang ketika menuju ke sana..” kata Cadudasa. “Ya, dalam keadaan lelah itu Tirta datang, ia lantas betanya sambil memijit punggung saya, ‘Ayah, aku ingin bertanya sesuatu padamu...’ saya menjawab, ‘tanyakan saja’. Lalu dia bercerita tentang orang tua temannya yang tewas dimakan binatang liar saat ingin mencarikan kakaknya yang janda dan hamil bebe
last updateLast Updated : 2022-08-27
Read more

80. KSATRIA TAK DIKENAL

“Jangan berterima kasih sekarang...” sahut Bayu cepat sambil membopong Ayunda membawanya ke tempat yang lebih aman. Ayunda hanya diam, sambil tak henti memandang wajah pemuda yang baru saja menolongnya itu. Pemuda yang beberapa saat yang lalu ia maki di dalam hatinya. Bayu membawa Ayunda ke dalam Balai Desa, untungnya bangunan itu belum menjadi sasaran amukan manusia serigala yang ganas itu. Bayu segera merebahkan tubuh Ayunda di sebuah dipan tempat ia biasa tidur. “Kau lihat apa yang terjadi di sana?” Bayu membuka suara dengan cepat. Ayunda tak menjawab, ia masih terlalu kacau untuk merespon dengan bahasa verbal. “Di sana orang-orang kita sudah semakin berkurang, sementara pihak musuh masih banyak, dua kali lipatnya kita. Aku bertaruh sebelum subuh kita sudah habis,” ujar Bayu, ”mungkin aku tak secerdas dirimu dalam peperangan, tapi aku pernah menjadi prajurit. Perang itu adalah upaya untuk menang, atau setidaknya bertahan, bukan untuk mati dan habis sia-sia. Jadi sebelum itu terj
last updateLast Updated : 2022-08-29
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status