Semua Bab Pendekar Tombak Matahari: Bab 21 - Bab 30

87 Bab

Wiguna yang Malang

Setelah Mahesa dibawa turun oleh beberapa orang dari padepokan badak putih, Ningrum kembali berjalan ke tengah arena. Pemuda berikutnya yang akan bertarung dengannya adalah Wiguna, anak dari Tuan Kota batu hitam yang terkenal suka main perempuan. Wiguna, pemuda bertubuh tinggi, termasuk tampan jika dibandingkan dengan pemuda lain di sayembara ini. Bahkan, Surya Yudha setingkat di bawahnya jika membahas tentang ketampanan. Pemuda itu tersenyum manis sambil memandang wajah Ningrum yang terlihat jijik dengan Wiguna. "Nona, jika anda bersedia menjadi istriku, maka aku berjanji akan menjadikanmu istri satu-satunya."Ningrum mendengus kesal. Pemuda yang banyak bicara sepertinya harus diberi paham."Kau bisa mengatakannya setelah mengalahkan aku di sini."Wiguna mengangguk pelan, "tentu saja."Ningrum tersenyum mengejek saat mendengar jawaban Wiguna. Mahesa merupakan salah satu pemuda yang memiliki kemampuan terbaik di sekitar ini, bisa dikalahkan oleh Ningrum, apalagi Wiguna, seorang p
Baca selengkapnya

Rencana Berbahaya Surya Yudha

Setelah mengalahkan Mahesa dan Wiguna dengan mudah, dia juga bisa mengalahkan yang lainnya dengan mudah. Pancalawya juga menjadi salah satu korban keganasan Ningrum. Setelah berusaha sekuat tenaga, pemuda itu malah berakhir terluka parah karena Ningrum melawannya sekuat tenaga.Saat ini Surya Yudha berjalan dengan santai menuju tengah arena sebelum berhenti di tengah-tengah membuat dirinya bertatap muka dengan Ningrum.Surya Yudha tersenyum hangat, matanya yang tajam, kini menatap Ningrum dengan tatapan lain, sebuah tatapan meneduhkan, tatapan yang sangat jarang dilakukan oleh Surya Yudha.Di sisi lain, Ningrum tergetar hatinya setelah melihat tatapan Surya Yudha. Mata gadis tersebut berkaca-kaca setelah melihat tatapan hangat yang tak pernah ia rasakan kecuali dari Ramanya.Surya Yudha mengehela napas pelan sebelum berkata dengan lembut pada Ningrum. "Nona, yang terjadi biarlah terjadi. Aku ingin kita bersama.""Mari kita selesaikan ini dengan pertarungan," jawab Ningrum dengan air ma
Baca selengkapnya

Sebuah Perasaan

Ki Arya Saloka menjelaskan pada Ningrum jika saat ini Surya Yudha masih istirahat. Cukup banyak darah yang keluar dari lukanya dan itu membuat Surya Yudha lebih lemah."Kalau begitu saya ingin menemuinya."Ki Arya Saloka membiarkan Ningrum menemui cucunya. Di pondok tamu, Surya Yudha berbaring di atas ranjang. Tubuh bagian atasnya dibebat dengan kain putih. Saat mendengar langkah tergesa mendekati ruangannya, Surya Yudha berusaha untuk bangun. Ketika pintu digeser, tampak seorang gadis dengan ekspresi wajah yang menunjukkan jika dia sedang marah dari balik pintu. "Apa yang kau lakukan?" Ningrum berjalan dengan langkah cepat dan memaksa Surya Yudha untuk kembali berbaring."Arh ... apa yang kau lakukan?" ucap Surya Yudha dengan kening berkerut. Tangannya mengelus dadanya yang terasa perih.Ningrum yang melihat Surya Yudha kesakitan kembali merasa bersalah. "Apa aku menyakitimu?""Hm ... sedikit," Ningrum memonyongkan bibirnya, "bohong! Kau pasti kesakitan!" "Apa kau pikir dirimu m
Baca selengkapnya

Pertemuan

Setelah beberapa hari berlalu, Surya Yudha sudah bisa keluar dari Pondok Tamu. Wajahnya yang beberapa hari lalu tampak pucat, kini jauh lebih segar. Ningrum menyambutnya di taman yang memisahkan antara pondok tamu dan pondok utama.Senyum gadis itu begitu hangat, membuat Surya Yudha secara tak sadar berjalan ke depan gadis tersebut dan meraih dagunya.Wajah Ningrum memerah, dia meraih tangan kekar Surya Yudha dan menariknya. "Rama ingin kau menemuinya."Surya Yudha tersadar, pemuda itu tersenyum tipis dan mengangguk. Ningrum berjalan menuju ruangan Tumenggung Adhyaksa, di belakangnya ada Surya Yudha yang terus mengekorinya hingga sampai di ruangan tersebut.Ketika masuk, Surya Yudha cukup terkejut karena ada Ki Antasena dan juga Ki Arya Saloka di ruangan tersebut yang sedang berbicara dengan Tumenggung Adhyaksa. Menyadari kehadiran putri dan calon menantunya, Tumenggung Adhyaksa meminta mereka untuk bergabung dalam pembicaraan.Surya Yudha duduk di samping Ki Arya Saloka sedangk
Baca selengkapnya

Diterima

Di halaman belakang pondok utama, terdapat pondok kecil yang menghadap kolam ikan. Di dalam pondok tersebut, terdapat beberapa kursi dan dan sebuah meja yang kayu dengan ukiran kepala harimau.Ningrum mempersilakan Surya Yudha duduk di kursi yang paling dekat dengan jendela, sementara dirinya menempati kursi yang terletak tepat di samping kursi Surya Yudha. Surya Yudha memperhatikan riak-riak kecik yang timbul akibat gerakan-gerakan ikan yang berenang di dalamnya. Senyum pemuda itu kembali terulas, menyebabkan wajah Ningrum merah merona. Gadis itu menutupi wajahnya dengan kipas yang ia selipkan di pinggang. "Apa ada yang salah?" tanya Surya Yudha saat melihat Ningrum menutupi wajah dengan kipas.Ningrum tak menjawab, hanya menggeleng ringam."Ningrum, aku adalah seorang prajurit, kehidupanku akan dihabiskan untuk mengabdi pada kerajaan. Apa kau masih mau menerimaku?" tanya Surya Yudha tiba-tiba.Ningrum berkerut kening, "bukankah kau sudah dicopot? Bagaimana kau bisa kembali menja
Baca selengkapnya

Pertempuran di Bawah Hujan

Tiga hari setelah pertemuan antara Ki Antasena, Tumenggung Adhyaksa, Ki Arya Saloka dan Surya Yudha. Mereka saat ini kembali berkumpul di gerbang kota batu ceper.Surya Yudha dan Ki Arya Saloka kembali melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Raga Geni yang terletak di kerajaan Jaluh Pangguruh.Ningrum memberikan sehelai kain berwarna coklat dengan sulaman motif bunga dan lidah api di bagian ujung kain tersebut. "Aku menyulam sendiri sapu tangan ini. Harap Kangmas menyimpannya untukku."Surya Yudha mengangguk pelan sebelum meraih sapu tangan itu dan memandanginya saksama. "Sangat indah. Aku akan menjaganya."Surya Yudha melipat sapu tangan tersebut dan menyimpannya di balik ikat pinggangnya. Perlahan Surya Yudha meraih kedua tangan Ningrum dan menggenggamnya erat. "Tiga tahun, dalam tiga tahun pasti aku akan kembali.""Tentu saja. Jika kau tidak kembali, maka hingga ujung dunia pun aku akan mencarimu, Kangmas."Sepasang muda-mudi yang belum terikat dalam benang pernikahan itu tertawa.
Baca selengkapnya

Sebuah Kekuatan

Di bawah derasnya guyuran hujan, Surya Yudha mengibaskan pedangnya ke sana kemari, membuat para bandit yang kini sudah mengepungnya tak bisa mendekat lebih jauh. Bintang, kuda hitam yang ditunggangi Surya Yudha seperti sudah mengerti jalan pikiran majikannya. Dengan ganas kuda tersebut berputar untuk mencari celah agar bisa keluar.Seorang bandit melompat dari kudanya, bersiap membelah Surya Yudha dengan golok jagalnya. Melihat hal itu, Surya Yudha berbalik dan menangkis serangan sang bandit menggunakan pedangnya.Tang!Sial!Surya Yudha mengumpat dalam hati karena serangan tersebut memang berhasil dia tangkis tapi tangannya bergetar hebat setelahnya. Bandit-bandit tersebut tertawa ketika melihat Surya Yudha mengerutkan kening setelah menangkis serangan kawannya.Bertempur di atas kuda apalagi ketika kondisi hujan deras memang menyulitkan siapa saja. Kedua belah pihak sepakat untuk bertarung di atas tanah. Surya Yudha melompat dari kudanya dan dengan gagah berjalan ke tengah jala
Baca selengkapnya

Tak ada ampunan

Sarwo berusaha bangkit walau kakinya masih gemetaran. Dengan segala pertimbangan, Sarwo menjatuhkan harga dirinya dan memohon pada Surya Yudha untuk melepaskannya."Aku mohon, Tuan. Ampuni nyawa saya dan kawan-kawan saya, kami berjanji tidak akan menjadi bandit lagi!" Surya Yudha tersenyum mengejek ketika mendengar ucapan Sarwo. "Apa kalian tidak malu?"Surya Yudha yang awalnya tersenyum kini mengubah senyumannya menjadi sebuah tawa yang terdengar aneh. Jika diperhatikan lebih dekat, dari manik hitam Surya Yudha terlihat kilatan-kilatan listrik setiap beberapa saat."Bagaimana mungkin aku bisa melepaskan kalian begitu saja?" ucap Surya Yudha."Kami bersumpah, tidak akan membunuh orang lagi. Jika kami melanggar sumpah, maka dewa bisa menghukum kami," ucap Sarwo yang terlihat ketakutan.Lagi-lagi tawa Surya Yudha meledak ketika mendengar ucapan Sarwo. Baginya, hal ini begitu menggelikan karena sudah berulangkali dia mendengar sumpah seperti itu dari penjahat-penjahat yang dia tangkap se
Baca selengkapnya

Membunuh Pembunuh

Terdengar suara lenguhan yang keluar dari mulut Sarwo ketika pedang di tangan Surya Yudha menembus perut hingga punggungnya. Surya Yudha menendang perut Sarwo hingga tersungkur di tanah. Tanah yang semula berwarna coklat itu mulai tergenang oleh darah yang keluar dari tubuh Sarwo. Sarwo mengerang kesakitan, tangan kirinya menyentuh bagian yang terluka dan menekannya seraya menyalurkan tenaga dalam untuk menghentikan pendarahan. Di sisi lain, Surya Yudha terus mengayunkan pedangnya ke arah para bandit. Satu persatu bandit-bandit tersebut mulai berjatuhan. Ada yang kehilangan tangan, kaki bahkan kepala mereka.Sarwo melihat bagaimana kejamnya Surya Yudha membantai kawan-kawannya. Dalam hati kecilnya, ada sedikit penyesalan dan rasa bersalah mengingat kelakuannya selama ini.Jadi begini rasanya ketika melihat keluargamu dihabisi.Sarwo yang sadar jika hidupnya akan segera berakhir, tak lagi merasa takut karena kepergiannya ke alam baka tidak sendirian."Kau tidak berusaha untuk memo
Baca selengkapnya

Gunungan Harta

Ketika semburat jingga keluar dari langit timur, Surya Yudha sudah membuka matanya dan pergi ke sumur untuk mandi. Dinginnya air menghilangkan sisa-sisa kantuk dalam matanya, tubuhnya terasa begitu segar, rambutnya yang panjang sebahu juga tak lupa dia cuci.Ketika Surya Yudha baru kembali ke kamarnya, Gendon menemuinya dan mengatakan jika Ki Arya Saloka sudah menunggunya di ruang makan. Surya Yudha mengangguk pelan dan merapikan penampilannya sebelum keluar menemui Ki Arya Saloka. Di sisi lain, Ki Arya Saloka duduk sembari memegang lintingan (rokok) di tangan kanannya. Sesekali Ki Arya Saloka menghisap lintingan tersebut dan mengembuskan napas yang bercampur asap putih. Ruangan tersebut lama kelamaan beraroma khas tembakau seperti lintingan yang dihisap Ki Arya Saloka. Surya Yudha muncul dengan pakaian serba hitam serta sendal pelat yang juga berwarna hitam."Eyang ..." ucap Surya Yudha seraya duduk tak jauh dari Ki Arya Saloka."Kita sarapan dulu. Setelah ini perjalanan kita jauh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status