Home / Pendekar / Pendekar Tombak Matahari / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pendekar Tombak Matahari: Chapter 11 - Chapter 20

87 Chapters

Latar belakang Ningrum

Di kota batu ceper, beberapa gadis sedang membicarakan seorang pemuda yang datang bersama dengan pria paruh baya. "Pemuda itu sangat tampan, tapi sayang, dia tampak terluka.""Kau benar, sangat malang nasibnya.""Kau lihat, walau wajahnya pucat dan tampak tak sehat, tetapi dia terlihat begitu gagah dengan aura yang mengesankan. Asal dia bukan dari kalangan penjahat, aku mau menikahinya.""Aku akan jadi yang pertama.""Jika kau yang pertama, maka aku akan menjadi yang kedua.""Aku ketiga,"..."Aku yang ke dua belas,"Mendengar yang terakhir, semuanya terdiam sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak bersama.Seorang gadis dengan baju berwarna kuning daffodil sedang berjalan bersama dua punggawa, merasa penasaran dengan obrolan para teman-temannya."Hei ... apa yang sedang kalian bicarakan? Kenapa kalian tak mengajaku juga?"Seorang gadis yang melihat kedatangan gadis itu buru-buru bangkit dan mendekatinya."Ningrum, kau sudah kembali?"Gadis yang dipanggil Ningrum mengangguk pelan, ken
Read more

Tumenggung Adhyaksa

Di kediaman Tumenggung Adhyaksa, seorang gadis memasuki ruang pribadi Sang Tumenggung dengan wajah cemberut, langkahnya yang tergesa membuat Sang Tumenggung yang sedang membaca gulungan lontar segera menghentikan kegiatannya."Ada apa denganmu, Ningrum?" Tumenggung Adhyaksa bertanya seraya mendekati putrinya lalu mengajaknya duduk di kursi panjang yang terdapat di ruanganya."Rama, kenapa Rama membuat sayembara tanpa persetujuanku? Apa aku sekarang sudah tidak penting untuk Rama?" Gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Ningrum, memonyongkon bibirnya, membuat Tumenggung Adhyaksa tersenyum tipis.Di dunia ini, tak ada yang memahami gadis ini lebih baik dari dirinya, apalagi semenjak kematian ibunya tujuh tahun lalu, membuat Tumenggung Adhyaksa sangat memperhatikan putri bungsunya.Saat ini, dengan senyum tipis yang selalu terulas di wajahnya, Tumenggung Adhyaksa menggoda Ningrum. "Justru karena Rama sangat peduli dengan Ningrum, jadi Rama membuat sayembara ini. Bagaimana menurut Ni
Read more

Pertemuan Kawan Lama

Ki Antasena mengajak Ningrum menemui kawan lamanya di sebuah rumah makan yang letaknya tak jauh dari kediaman Tumenggung Adhyaksa. Begitu sampai di tempat tersebut, Ki Antasena memilih meja yang berada di lantai dua dan terletak di samping jendela."Duduklah," ucap Ki Antasena pada Ningrum, gadis itu mengangguk dan duduk di samoing gurunya.Seorang pelayan mendekati mereka dan menanyakan pesanan, dengan santai Ki Antasena menjawab, "kami masih menunggu. Ambilkan arak dan teh terbaik," Pelayan tersebut mengangguk dan kembali untuk menyiapkan pesanan Ki Antasena."Muridku, kau tahu siapa yang akan kita temui sebentar lagi?" "Tidak, Guru." Ki Antasena tersenyum tipis, "Dia memiliki seorang cucu yang tangguh. Aku ingin mengenalkanmu pada cucunya, mungkin kalian akan cocok karena usia kalian tak berbeda jauh.""Guru menggodaku," sahut Ningrum dengan wajah merah seperti tomat."Mana mungkin? Aku hanya mengatakan beberapa kata dan kau bilang menggodamu? Anak nakal!" Ki Antasena melon
Read more

Sebelum Sayembara

Malam mulai menjelang, Ki Antasena dan Ki Arya Saloka mengakhiri pertemuan tersebut dengan bersulang arak untuk yang terakhir kalinya. Ki Antasena mengajak Ningrum pulang sementara Ki Arya Saloka masih duduk di kursinya memperhatikan kota Batu Ceper yang mulai ramai.Walau batu ceper termasuk kota yang tak terlalu besar, tetapi kegiatan di kota ini benar-benar hidup. "Pelayan, ambilkan seguci arak lagi!" teriak Ki Arya Saloka. Seorang pelayan datang dengan seguci arak di tangannya dan meletakannya di meja Ki Arya Saloka. Dengan mata yang terus menatap luar, Ki Arya Saloka menarik guci arak tersebut dan mulai meneguknya. Tegukan demi tegukan telah terlewatkan hingga tegikan terakhir. Ki Arya Saloka meletakan beberapa keping perak di meja untuk membayar arak yang diminumnya sebelum kembali ke penginapan.***Surya Yudha sedang duduk di tepi ranjang ketika dia mendengar suara langkah mendekat."Eyang telah kembali?" tanya Surya Yudha ketika melihat Ki Arya Saloka muncul dari balik
Read more

Sayembara 1

Hari ini kota Batu Ceper lebih ramai dari biasanya. Banyak orang yang datang untuk menonton sayembara untuk calon menantu Tumenggung Adhyaksa.Para pria, wanita, yang tua hingga anak kecil semuanya berbindong-bondong menuju alun-alun kota. Bagi oara pemuda, mereka tampak menggunakan baju terbaik yang mereka miliki, atau menggunakan ikat kepala terkeren yang mereka punya.Tidak hanya pemuda dari Kota Batu Ceper saja yang antusias dengan acara ini, tetapi pemuda-pemuda dari desa dan kota terdekat juga ikut hadir mengadu nasib.Di sisi lain, Ki Arya Saloka yang mendapat undangan khusus dari Tumenggung Adhyaksa, berangkat lebih akhir dari Surya Yudha. Surya Yudha sudah hadir dan mendaftarkan diri, sementara Ki Arya Saloka belum terlihat batang hidungnya. Sementara itu, surya Yudha berbalik saat seseorang menepuk pundaknya."Siapa kau?" tanya Surya Yudha dengan tatapan tajam."Eh ... jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin bertanya, apa kau berasal dari kota ini?" tanya pemuda tersebut.
Read more

Sayembara 2

"Sepertinya kau terlalu memandang tinggi Seno," ucap Surya Yudha ketika mendapati Sentot yang ternganga karena penampilan Mahesa."Bu-bukan seperti itu! Mahesa hampir tidak pernah menunjukan kemampuan penuhnya saat bertarung," elak Sentot."Begitukah?" tanya Surya Yudha yang dibalas dengan anggukan cepat dari Sentot, seperti ayam mematuk biji-bijian.Setelah Seno dan Mahesa turun, dua orang pemuda yang memiliki penampilan serupa naik ke panggung arena. Mereka berdua kembar. Selain wajah dan pakaiannya, senjata mereka juga sama, yaitu rantai dengan ujung bola besi berduri. "Kau mengenal mereka?" tanya Surya Yudha lagi."Aku hanya tahu nama mereka. Mereka Aditya dan Bagaskara. Untuk kemampuannya, aku tidak tahu pasti," balas Sentot."Menarik. Bagaskara, Aditya. Kenapa nama dengan arti matahari begitu populer? Sepertinya orang tua sekarang tak begitu kreatif," gumam Surya Yudha. Sentot yang tak sengaja mendengarnya, penasaran dengan nama orang yang sedari tadi ia ajak bicara. "Meman
Read more

Surya Yudha melawan Wera

Setelah beberapa pertandingan, akhirnya kini giliran Surya Yudha untuk naik. Dengan penuh percaya diri Surya Yudha melangkah ke arena. Beberapa orang menatapnya dengan tatapan merendahkan, pasalnya sebelum Surya Yudha, kebanyakan pemuda yang mengikuti sayembara akan melompat ke tengah arena dari tempat mereka berdiri. Namun, saat ini Surya Yudha bahkan terlihat berjalan dengan santai.Lawan Surya Yudha sudah berdiri di tengah arena, sedang menatap Surya Yudha dengan tatapan merendahkan."Surya,""Wera," Baik Surya Yudha mau pun Wera sama-sama pengguna pedang. Setelah perkenalan diri, mereka menarik pedang dari sarungnya. Walau Surya Yudha terlihat percaya diri, tetapi jantungnya berdebar kencang karena khawatir lawannya memiliki tenaga dalam tinggi yang akan membuatnya terluka. Namun, buru-buru ia menepis segala kerisauan di hatinya. Surya Yudha maju dan menebaskan pedang ke arah perut Wera, ketika pedangnya tak mampu mengenai sasaran, Surya Yudha berguling dan menyapukan kakin
Read more

Pertandingan Memanah

Putaran pertama Sayembara sudah selesai. Saat ini ada 20 orang yang tersisa di antara 70 an pemuda yang mendaftar. Pada putaran kedua, Surya Yudha berhasil mengalahkan lawannya dalam satu kali serangan.Putaran kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ketika putaran pertama dan kedua menggugurkan peserta dengan pertarungan, maka di putaran ketiga mereka akan beradu panahan.Masing-masing peserta akan diberikan sepuluh anak panah untuk mengenai sasaran yang sudah disiapkan. Mereka hanya diberi waktu 20 hitungan untuk menggunakan semua anak panah tersebut. Sepuluh orang dengan nilai tertinggi akan mendapat kesempatan untuk melawan Ningrum. Surya Yudha tersenyum bahagia ketika mengetahui peraturan tentang putaran ketiga. Sepertinya Sayembara ini disiapkan untukku!Sebagai seorang prajurit, dia menguasai berbagai macam senjata. Panah adalah salah satu senjata yang ia kuasai hingga tahap mahir.Mengenai sasaran tak bergerak sangat mudah, bahkan dia bisa melakukannya dengan mata tertutup
Read more

Akhir Pertandingan Memanah

Surya Yudha berjalan dengan tenang, seperti peserta lainnya, dia membawa satu keranjang rotan berisi sepuluh anak panah dan sebuah busur kayu.Surya Yudha berhenti di lingkaran kecil berwarna putih, tempat para peserta membidik sasarannya. Dengan gerakan tenang Surya Yudha mengangkat busurnya, tangan kirinya meraih sebilah anak panah dan dengan gerakan cepat, Surya Yudha memasang anak panah tersebut di tali busur.Mata elangnya mulai menajam, fokus terhadap titik merah di tengah papan. Apa yang ada dalam pandangan mata Surya Yudha kali ini hanya sebuah titik merah, tak ada yang lain baginya.Ketika anak panah dilepas, suara siulan angin terdengar, disusul keriuhan penonton ketika melihat anak panah yang dilesatkan oleh Surya Yudha tepat mengenai titik merah.Surya Yudha kembali melakukan hal yang sama, tenaga yang ia keluarkan sedikit lebih besar dari yang pertama, ketika anak panah kedua berhasil menancap di papan sasaran, mata orang-orang yang melihatnya langsung melotot, hampir t
Read more

Mahesa Kalah

Ningrum dan Mahesa berdiri berhadapan, jarak antara mereka berdua hanya terpisah satu tombak. Ningrum dengan gaun kuning pucatnya yang berkibar, berdiri dengan penuh percaya diri. Tatapannya tajam dan menusuk, mengintimidasi orang yang lebih lemah darinya. Namun, aura ini sama sekali tak mempengarungi Mahesa.Mahesa, pemuda ini hidul di rimba persilatan di mana yang kuat yang berkuasa. Setiap waktu yang dia lewati sebagian besar digunakan untuk berlatih dan menempa diri. Tak jarang dia juga melatih mental dengan menerima serangan aura dari beberapa orang yang lebih kuat darinya."Sayang sekali, trik nona tidak berpengaruh untuk saya," ucap Mahesa dengan senyum tipis. Walau mukanya merah merona, tetapu tatapan yang diberikan oleh Mahesa pada Ningrum tak ada kesan mesum sedikit pun.Di tempat duduknya, Tumenggung Adhyaksa tersenyum ketika melihat sikap Mahesa. Padepokan badak putih memang bukan oadepokan besar, tetapi mereka tak jarang melahirkan pendekar tangguh yang berbudi luhur.
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status