Surya Yudha berjalan dengan tenang, seperti peserta lainnya, dia membawa satu keranjang rotan berisi sepuluh anak panah dan sebuah busur kayu.Surya Yudha berhenti di lingkaran kecil berwarna putih, tempat para peserta membidik sasarannya. Dengan gerakan tenang Surya Yudha mengangkat busurnya, tangan kirinya meraih sebilah anak panah dan dengan gerakan cepat, Surya Yudha memasang anak panah tersebut di tali busur.Mata elangnya mulai menajam, fokus terhadap titik merah di tengah papan. Apa yang ada dalam pandangan mata Surya Yudha kali ini hanya sebuah titik merah, tak ada yang lain baginya.Ketika anak panah dilepas, suara siulan angin terdengar, disusul keriuhan penonton ketika melihat anak panah yang dilesatkan oleh Surya Yudha tepat mengenai titik merah.Surya Yudha kembali melakukan hal yang sama, tenaga yang ia keluarkan sedikit lebih besar dari yang pertama, ketika anak panah kedua berhasil menancap di papan sasaran, mata orang-orang yang melihatnya langsung melotot, hampir t
Ningrum dan Mahesa berdiri berhadapan, jarak antara mereka berdua hanya terpisah satu tombak. Ningrum dengan gaun kuning pucatnya yang berkibar, berdiri dengan penuh percaya diri. Tatapannya tajam dan menusuk, mengintimidasi orang yang lebih lemah darinya. Namun, aura ini sama sekali tak mempengarungi Mahesa.Mahesa, pemuda ini hidul di rimba persilatan di mana yang kuat yang berkuasa. Setiap waktu yang dia lewati sebagian besar digunakan untuk berlatih dan menempa diri. Tak jarang dia juga melatih mental dengan menerima serangan aura dari beberapa orang yang lebih kuat darinya."Sayang sekali, trik nona tidak berpengaruh untuk saya," ucap Mahesa dengan senyum tipis. Walau mukanya merah merona, tetapu tatapan yang diberikan oleh Mahesa pada Ningrum tak ada kesan mesum sedikit pun.Di tempat duduknya, Tumenggung Adhyaksa tersenyum ketika melihat sikap Mahesa. Padepokan badak putih memang bukan oadepokan besar, tetapi mereka tak jarang melahirkan pendekar tangguh yang berbudi luhur.
Setelah Mahesa dibawa turun oleh beberapa orang dari padepokan badak putih, Ningrum kembali berjalan ke tengah arena. Pemuda berikutnya yang akan bertarung dengannya adalah Wiguna, anak dari Tuan Kota batu hitam yang terkenal suka main perempuan. Wiguna, pemuda bertubuh tinggi, termasuk tampan jika dibandingkan dengan pemuda lain di sayembara ini. Bahkan, Surya Yudha setingkat di bawahnya jika membahas tentang ketampanan. Pemuda itu tersenyum manis sambil memandang wajah Ningrum yang terlihat jijik dengan Wiguna. "Nona, jika anda bersedia menjadi istriku, maka aku berjanji akan menjadikanmu istri satu-satunya."Ningrum mendengus kesal. Pemuda yang banyak bicara sepertinya harus diberi paham."Kau bisa mengatakannya setelah mengalahkan aku di sini."Wiguna mengangguk pelan, "tentu saja."Ningrum tersenyum mengejek saat mendengar jawaban Wiguna. Mahesa merupakan salah satu pemuda yang memiliki kemampuan terbaik di sekitar ini, bisa dikalahkan oleh Ningrum, apalagi Wiguna, seorang p
Setelah mengalahkan Mahesa dan Wiguna dengan mudah, dia juga bisa mengalahkan yang lainnya dengan mudah. Pancalawya juga menjadi salah satu korban keganasan Ningrum. Setelah berusaha sekuat tenaga, pemuda itu malah berakhir terluka parah karena Ningrum melawannya sekuat tenaga.Saat ini Surya Yudha berjalan dengan santai menuju tengah arena sebelum berhenti di tengah-tengah membuat dirinya bertatap muka dengan Ningrum.Surya Yudha tersenyum hangat, matanya yang tajam, kini menatap Ningrum dengan tatapan lain, sebuah tatapan meneduhkan, tatapan yang sangat jarang dilakukan oleh Surya Yudha.Di sisi lain, Ningrum tergetar hatinya setelah melihat tatapan Surya Yudha. Mata gadis tersebut berkaca-kaca setelah melihat tatapan hangat yang tak pernah ia rasakan kecuali dari Ramanya.Surya Yudha mengehela napas pelan sebelum berkata dengan lembut pada Ningrum. "Nona, yang terjadi biarlah terjadi. Aku ingin kita bersama.""Mari kita selesaikan ini dengan pertarungan," jawab Ningrum dengan air ma
Ki Arya Saloka menjelaskan pada Ningrum jika saat ini Surya Yudha masih istirahat. Cukup banyak darah yang keluar dari lukanya dan itu membuat Surya Yudha lebih lemah."Kalau begitu saya ingin menemuinya."Ki Arya Saloka membiarkan Ningrum menemui cucunya. Di pondok tamu, Surya Yudha berbaring di atas ranjang. Tubuh bagian atasnya dibebat dengan kain putih. Saat mendengar langkah tergesa mendekati ruangannya, Surya Yudha berusaha untuk bangun. Ketika pintu digeser, tampak seorang gadis dengan ekspresi wajah yang menunjukkan jika dia sedang marah dari balik pintu. "Apa yang kau lakukan?" Ningrum berjalan dengan langkah cepat dan memaksa Surya Yudha untuk kembali berbaring."Arh ... apa yang kau lakukan?" ucap Surya Yudha dengan kening berkerut. Tangannya mengelus dadanya yang terasa perih.Ningrum yang melihat Surya Yudha kesakitan kembali merasa bersalah. "Apa aku menyakitimu?""Hm ... sedikit," Ningrum memonyongkan bibirnya, "bohong! Kau pasti kesakitan!" "Apa kau pikir dirimu m
Setelah beberapa hari berlalu, Surya Yudha sudah bisa keluar dari Pondok Tamu. Wajahnya yang beberapa hari lalu tampak pucat, kini jauh lebih segar. Ningrum menyambutnya di taman yang memisahkan antara pondok tamu dan pondok utama.Senyum gadis itu begitu hangat, membuat Surya Yudha secara tak sadar berjalan ke depan gadis tersebut dan meraih dagunya.Wajah Ningrum memerah, dia meraih tangan kekar Surya Yudha dan menariknya. "Rama ingin kau menemuinya."Surya Yudha tersadar, pemuda itu tersenyum tipis dan mengangguk. Ningrum berjalan menuju ruangan Tumenggung Adhyaksa, di belakangnya ada Surya Yudha yang terus mengekorinya hingga sampai di ruangan tersebut.Ketika masuk, Surya Yudha cukup terkejut karena ada Ki Antasena dan juga Ki Arya Saloka di ruangan tersebut yang sedang berbicara dengan Tumenggung Adhyaksa. Menyadari kehadiran putri dan calon menantunya, Tumenggung Adhyaksa meminta mereka untuk bergabung dalam pembicaraan.Surya Yudha duduk di samping Ki Arya Saloka sedangk
Di halaman belakang pondok utama, terdapat pondok kecil yang menghadap kolam ikan. Di dalam pondok tersebut, terdapat beberapa kursi dan dan sebuah meja yang kayu dengan ukiran kepala harimau.Ningrum mempersilakan Surya Yudha duduk di kursi yang paling dekat dengan jendela, sementara dirinya menempati kursi yang terletak tepat di samping kursi Surya Yudha. Surya Yudha memperhatikan riak-riak kecik yang timbul akibat gerakan-gerakan ikan yang berenang di dalamnya. Senyum pemuda itu kembali terulas, menyebabkan wajah Ningrum merah merona. Gadis itu menutupi wajahnya dengan kipas yang ia selipkan di pinggang. "Apa ada yang salah?" tanya Surya Yudha saat melihat Ningrum menutupi wajah dengan kipas.Ningrum tak menjawab, hanya menggeleng ringam."Ningrum, aku adalah seorang prajurit, kehidupanku akan dihabiskan untuk mengabdi pada kerajaan. Apa kau masih mau menerimaku?" tanya Surya Yudha tiba-tiba.Ningrum berkerut kening, "bukankah kau sudah dicopot? Bagaimana kau bisa kembali menja
Tiga hari setelah pertemuan antara Ki Antasena, Tumenggung Adhyaksa, Ki Arya Saloka dan Surya Yudha. Mereka saat ini kembali berkumpul di gerbang kota batu ceper.Surya Yudha dan Ki Arya Saloka kembali melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Raga Geni yang terletak di kerajaan Jaluh Pangguruh.Ningrum memberikan sehelai kain berwarna coklat dengan sulaman motif bunga dan lidah api di bagian ujung kain tersebut. "Aku menyulam sendiri sapu tangan ini. Harap Kangmas menyimpannya untukku."Surya Yudha mengangguk pelan sebelum meraih sapu tangan itu dan memandanginya saksama. "Sangat indah. Aku akan menjaganya."Surya Yudha melipat sapu tangan tersebut dan menyimpannya di balik ikat pinggangnya. Perlahan Surya Yudha meraih kedua tangan Ningrum dan menggenggamnya erat. "Tiga tahun, dalam tiga tahun pasti aku akan kembali.""Tentu saja. Jika kau tidak kembali, maka hingga ujung dunia pun aku akan mencarimu, Kangmas."Sepasang muda-mudi yang belum terikat dalam benang pernikahan itu tertawa.
Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tid
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t
"Tuan, ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Kami sudah berusaha untuk tetap menjaga ketenangan anda, tetapi mereka mengatakan jika anda akan menerima mereka dengan baik." Meski pelayan itu berkata dengan penuh senyuman, tetapi getaram di tangannya menunjukkan jika dia sedang gugup.Sementara itu, mendengar penjelasan pelayan itu, Surya Yudha mulai menebak-nebak siapakah orang yang ingin menemuinya itu. "Baiklah, aku akan menemui mereka."Pelayan itu mengangguk dan pergi. Surya Yudha juga turun mengikuti pelayan itu. Ketika sampai di lantai dasar, dia melihat dua orang yang sangat dia kenal. Yang satu terlihat ceria dan yang lainnya tampak kesal. "Den bagus!" Begitu melihat kedatangan Surya Yudha, pemuda bertubuh gempal itu segera berteriak memanggilnya. Surya Yudha tersenyum tipis. Sudah cukup lama sejak mereka terakhir kali bertemu. "Den bagus, wah den bagus keliatan makin gagah saja." Gendon menghampiri Surya Yudha dengan wajah cerianya. "Den bagus apa kabar?" "Sangat
Mahasura tentu saja bingung dengan reaksi yang Surya Yudha tunjukkan. Meski tidak tahu teknik apa yang pemuda itu gunakan, tetapi dia adalah orang yang paling tahu tentang akibat dari teknik tersebut. Dia yakin jika Surya Yudha baru saja memindahkan sedikit racun dari tubuhnya. Walau racun yang berpindah hanya sedikit, tetapi itu sudah mengurangi rasa sakit yang Mahasura derita, dan itu berarti rasa sakit itu berpindah pada Surya Yudha. Mahasura memang tahu jika ada teknik yang bisa menetralisir racun menggunakan tenaga dalam. Namun, dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga dalam yang tinggi untuk bisa melakukannya. Selain itu, menetralkan tenaga dalam dan memindahkannya adalah hal yang sama sekali berbeda.Dia ingin bertanya tentang teknik yang baru saja Surya Yudha gunakan. Namun, dia tidak berani bertanya karena merasa tidak memiliki hak. Melihat kebingungan di wajah Mahasura, Surya Yudha tersenyum tipis. "Paman, tenang saja. Aku sudah menguasai teknik ini, jadi jangan khawatir te
Meski disebut sebagai pasar Budak, tetapi sebenarnya tempat ini layak disebut sebagai kota kecil. Ada banyak penginapan dan kedai makanan yang buka di tempat ini. Suasananya pun tak kalah ramai dengan kota kecil di wilayah lain Jalu Pangguruh. Surya Yudha membawa Banyulingga dan budak yang baru saja dia beli ke sebuah penginapan. Pemuda itu menyewa sebuah lantai di penginapan khusus untuk mereka bertiga. Dia sengaja menyewa satu lantai karena tidak ingin diganggu. Di dalam kamar terbesar di penginapan itu, tiga orang pria duduk melingkar di meja. Salah satu pemuda menatap nanar pria yang lain seperti ingin menangis. "Paman ... Paman Mahasura. Kami mencarimu ke seluruh hutan bahkan menyusuri jurang." Air mata Surya Yudha menetes. Budak yang baru saja dia beli adalah Mahasura, salah satu orang yang melatih Surya Yudha hingga menjadi petarung yang tangguh. Setahun lalu, Mahasura mendapat misi penting dari kerajaan. Namun, misi tersebut gagal dan semua orang di dalamnya mati. Surya Y
Surya Yudha kembali mengatur napasnya yang terengah-engah. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Surya Yudha menyeka keringatnya. Melihat kondisi Banyulingga sekarang, dia merasa puas. "Bagaimana? Kau masih meremehkan pil milikku?" ucap Surya Yudha mengejek. Banyulingga menggeleng. "Aku berharap ini adalah kebodohanku yang terakhir." "Aku juga berharap seperti itu." Surya Yudha mengangguk setuju. Hal itu malah membuat Banyulingga tersenyum kecut. Saat Surya Yudha sudah mendapat kembali tenaganya, dia menemukan ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya dia mengetahui jika Cakra miliknya tersegel oleh sesuatu yang berbentuk seperti cincin berwarna ungu pekat. Namun, saat ini cincin itu tampak retak seolah dikikis oleh sesuatu. 'Baiji, apa kau bisa menjelaskan ini kepadaku?' [Menjelaskan apa?]'Cakra milikku. Segelnya seperti retak.'[Bukankah itu bagus? Kau bisa menggunakan tenaga dalammu lagi jika bisa menghancurkan segel tersebut.]Surya Yudha tersenyum senang. Apa itu berarti dia tidak