All Chapters of DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU: Chapter 41 - Chapter 50

190 Chapters

KECELAKAAN

41Kami dikagetkan suara ketukan keras di pintu, disusul suara Si Mpok yang memanggil nama Mas Pandu. Kami yang sedang tertidur pulas karena kelelahan langsung sibuk mencari baju yang tercecer di lantai. "Ada apa, Mpok?" tanya suamiku, setelah memakai baju seadanya dengan cepat. Pasti ada sesuatu yang urgent, hingga wanita setengah baya itu membangunkan kami. "Mbak Prisa kecelakaan, Pak," lapor si Mpok dengan wajah cemas. "Apa? Kecelakaan?" Aku dan Mas Pandu berseru hampir bersamaan. "Iya, Pak. Itu orang-orang ramai ke depan gang mau melihat. Katanya Mbak Prisa yang kecelakaan," lapor si Mpok lagi masih dengan panik. "Bagaimana bisa, Mpok? Bukankah Prisa sudah saya larang keluar rumah seminggu ini?" Suamiku tampak memerah wajahnya. "Tadi ... tadi Mbak Prisa maksa, Pak. Saya tidak bisa mencegahnya. Saya juga tidak berani mengganggu Bapak dan Mbak Al," jawab si Mpok lagi merasa bersalah. Suamiku menggeleng tak percaya. "Anu Pak, Mbak Prisa membawa motor Mbak Al perginya.""Apa?"
Read more

ULAH PRISA

42"Pris.” Suara Mas Pandu terdengar lagi, kali ini lebih lembut. "Papa tidak pernah mengajarkan kamu memakai barang orang lain tanpa izin. Apalagi merusaknya dengan sengaja. Kamu sengaja kan, menabrakkan motor Alvina?"Hening. Tidak ada yang bersuara untuk beberapa saat. Sebelum Mas Pandu kembali bicara."Papa tidak habis pikir sama kamu. Padahal Papa selalu mengajarkan kamu hal-hal baik. Tidak pernah mengajarkan julid terhadap oranf lain. Tapi lihatlah ...." Satu embusan napas kasar menjeda kalimat suamiku."Papa mau kamu minta maaf sama Alvina. Dan Papa tidak mau mendengar apalagi melihat kamu berbuat ulah lagi," tutup suamiku sebelum akhirnya keluar dari kamar Prisa dan berjalan ke arah berlawanan dengan tempatku berdiri. Aku mengetuk pintu kamar Prisa setelah sebelumnya menarik napas panjang beberapa kali. Menetralkan gejolak di dada mendengar perkataan suamiku tadi. Aku memang tidak mengerti apa yang dikatakannya. Dan masih berusaha berbaik sangka saja kalau Prisa hanya kecelak
Read more

DUNIA SEMPIT

43 Aku bersembunyi di balik dinding ruang tamu dengan jantung yang bertalu cepat. Bagaimana Prisa bisa bersama Aldo? Bagaimana bisa mereka saling mengenal, sementara Aldo baru saja kembali dari Kalimantan setelah belasan tahun? Ada hubungan apa di antara mereka?  "Pris, dari mana saja kamu?" Terdengar suara Mas Pandu menggelegar. Aku di sini bersandar di dinding mendengarkan mereka. Aku takut akan bertambah runyam bila ikut keluar. Takut Aldo akan berbuat ulah di sini.  "Selamat sore, Pak. Tidak menyangka kita bertemu lagi di sini, ya." Terdengar Aldo menyapa Mas Pandu.  "Bagaimana kamu bisa bersama anak saya?" tanya suamiku menekan amarahnya.  "Oh, jadi Prisa anak Anda, Pak? Ternyata Anda sudah tua, ya?" Aldo terkekeh. Aku memang tidak melihat reaksi Mas Pandu. Namun, aku yakin dia sangat tersinggung dengan ucapan Ald
Read more

MOTOR BARU

44 Entah jam berapa aku merasakan tubuh seperti melayang. Namun, karena ngantuk yang mendera, aku malas membuka mata, mungkin hanya mimpi terbang saja. Kemudian tertidur lagi. Hingga tubuh ini terasa digerayangi dengan intens.  Sentuhan panas bertubi-tubi mendarat di bagian-bagian tubuhku yang sensitif. Bahkan aku mulai merasakan impitan.  Siapa lagi pelakunya kalau bukan suamiku? Aku bahkan tidak tahu kami berada di mana. Aku malas membuka mata. Lebih baik pura-pura tidur saja. Yang penting dia puas.  Sampai Subuh menjelang, aku baru membuka mata. Mengedarkan pandangan, ternyata aku ada di kamar kami. Sepertinya dia sudah menculikku dari kamar Prisa dan membawa ke mari.  Mas Pandu terlihat masih pulas dengan wajah lelahnya, tetapi seulas senyum tersungging di sana. Aku menatapnya dan tiba-tiba saja jiwa nakal mulai meronta. Kudekatkan bibir ke arah bibirnya.
Read more

PERMINTAAN MAAF

45"Oh, aku ingat, kamu tidak punya ibu. Kamu tidak akan tahu manisnya pengorbanan seorang ibu. Dan gadis seperti kamu, tidak pantas mendapatkan kasih sayang seorang ibu sampai kapan pun!” teriakku lagi masih menuding wajahnya walaupun jarak kami cukup jauh. Wajah Prisa semakin pucat dengan masih memegangi pipinya. Dia tampak mengerjapkan matanya yang terlihat merah. "Sayang, tenang. Sudah, ya, bukankah Mas sudah membelikan gantinya yang lebih–"Aku berbalik ke arah suamiku, lalu menatapnya nyalang. Kata-katanya semakin memantik amarahku. "Aku tidak pernah minta dibelikan barang apa pun. Apalagi hanya akan membuat anakmu semakin membenciku. Aku tidak pernah mengincar hartamu seperti yang dia tuduhkan. Aku sudah hidup bahagia dengan kedua orang tua dalam kesederhanaan jauh sebelum mengenal kalian. Lalu, kenapa kalian tiba-tiba datang memaksaku menjadi bagian keluarga ini dan menuduhku seolah-olah haus harta?" Dengan berderai air mata, aku berteriak kalap bagai kesurupan, menumpahkan
Read more

LAGI-LAGI DIA

46 "Al, mungkin sekarang lu belum maafin gue, eh, aku. Mudah-mudahan seiring berjalan waktu lu, eh, kamu bisa maafin aku," ucap Prisa lagi mulai membiasakan aku-kamu walaupun masih sering lupa. Membuatku akhirnya tersenyum geli. "Nah, gitu, dong. Wanita-wanita Papa yang cantik-cantik, saling mengalah, ya. Bila salah satu sedang marah, yang lainnya mengalah. Itu kebahagiaan Papa." Aku masih diam dalam pelukan suamiku. Dan Prisa mulai melepaskan tanganku dengan tulus, walaupun kecewa masih tergambar di wajahnya karena penolakanmu. "Ya sudah, kalian bersiap, ya. Hari ini istirahat saja, besok kita berangkat." Mas Pandu bicara lagi walaupun kami tetap tak ada yang bersuara. "Anggap saja ini bulan madu season dua," bisiknya di telingaku. Dasar mesum! Yang ada di pikirannya hanya bulan madu saja. Menyebalkan! Padahal baru libur satu malam. "Maaf, Mbak Prisa, ada tamu yang mencari." Tiba-tiba si Mpok masuk sesaat setelah terdengar bunyi deru mesin motor berhenti di halaman depan.
Read more

PENGARANG CERITA

47Suasana mendadak canggung. Nafsu makan yang tadi menggebu mendadak sirna karena kehadiran Aldo. Tiba-tiba saja aku terbatuk entah kenapa. Dan dalam waktu hanya beberapa detik saja dua tangan menyodorkan gelas berisi air. Tangan suamiku juga tangan Aldo. Suasana semakin canggung, mata Prisa terbelalak melihat sikap Aldo. Aku langsung mengendalikan keadaan dengan menerima gelas dari suamiku. Tersenyum semanis mungkin padanya sambil mengucapkan terima kasih. Tak peduli reaksi Aldo, aku bahkan tak meliriknya sama sekali. "Sayang, makananmu masih banyak. Ayo habiskan. Calon ibu harus makan yang banyak, biar bayinya sehat." Tiba-tiba Mas Pandu melontarkan kalimat itu di tengah kecanggungan ini. Kami semua terbelalak. Apalagi Prisa dan Aldo."Apa? Jadi Alvina hamil? Aku mau punya adek?" pekik Prisa setengah tak percaya, tetapi kemudian berjingkrak bahagia.Aku melotot, sedang Mas Pandu tersenyum penuh arti. "Tapi, Pa. Kalian, kan, baru nikah sebulan yang lalu. Apa mungkin langsung jad
Read more

SUAMI PENCEMBURU

48Tangan Aldo terulur hendak membetulkannya dengan mata masih lekat menatap. Aku terpaku beberapa saat. Hingga saat tangannya sedikit lagi menyentuh rambut, aku tersentak, lalu dengan cepat memundurkan kepala dan menepis tangannya. "Lancang kamu, Do!" teriakku dengan napas tersengal. Dadaku turun naik dengan cepat karena kaget. Perlahan aku mundur, untuk kemudian berlari ke arah hotel.Aku terus berlari hingga masuk lift. Bahkan lupa tidak mengabari Mas Pandu kalau akan kembali ke kamar. Semua gara-gara Aldo. Kenapa, sih, dia terus saja menggangguku? Seperti tidak ada pekerjaan lain saja. Sedikit pun rasa itu sudah tidak ada untuknya. Di hatiku hanya ada nama Mas Pandu. Titik. Dia yang sudah membuatku klepek-klepek. Sampai di kamar, aku langsung menuju ponsel yang tergeletak di nakas. Tujuanku menghubungi Mas Pandu, takut ia khawatir mencariku. Tiba-tiba ponsel berdering sebelum kuraih. Namun, bukan nomor suami yang memanggil. Melainkan nomor baru yang tidak ada dalam list kontak.
Read more

TERLALU CINTA

49Mas Pandu mendekat, lalu bersimpuh di depanku. Dia seperti hendak menyampaikan sesuatu, tetapi aku sudah mendahuluinya. "Sudah, Mas. Aku lelah, izinkan aku istirahat sebentar. Kamu bersenang-senanglah," tutupku pelan, sebelum merebahkan diri dengan tubuh masih berbalut handuk kimono.Aku meringkuk dengan membelakanginya. Sungguh lelah jiwa raga ini. Baru saja menghabiskan tenaga untuk bercinta. Bahkan lututku masih lemas. Namun, dengan tega dia menuduhku.Hening. Tak terdengar kata-katanya lagi. Bahkan aku tidak mendengar ada gerakan dari belakang tubuh. Aku mencoba memejamkan mata. Berharap rasa pusing ini hilang saat terbangun nanti. Sampai kudengar suara dering ponselku terdengar lagi, terdengar langkah kaki menjauhiku bersamaan dering yang menghilang. "Assalamualaikum, Bu." Samar-samar kudengar Mas Pandu bicara. Mungkin dia menjawab teleponku."Oh, iya, Bu, kami masih di sini. Alvina terlihat sangat bahagia dengan liburan ini. Jangan khawatir. Sekarang dia sedang tidur, kele
Read more

KEDATANGAN IBU

50 Aroma minyak kayu putih terasa menusuk penciuman. Kepala masih terasa pusing, tetapi kupaksakan membuka mata. Mas Pandu langsung berbinar saat melihatku sadar. "Kamu sudah sadar, Sayang?" Tangannya yang semula memijat kakiku, kini beralih menggenggam telapak tangan. Aku memaksakan tersenyum walau masih lemas. Mas Pandu menyodorkan air dalam botol dengan sedotan, agar aku mudah meneguknya. "Maaf, membuatmu khawatir," ucapku parau. Mas Pandu menggeleng. "Mas yang minta maaf, membuatmu sakit," balasnya sambil membelai pipiku. Aku mengerjap, mengingat kejadian sebelum pingsan. Dimas memang tidak sopan. Untuk apa dia menanyakan hal pribadi seperti itu pada wanita di depan suaminya sendiri. Pantaslah suamiku marah. Lagi pula kenapa harus bertemu dia lagi, sih? Dalam kondisiku yang sedang tidak sehat pula. Kenapa hidupku jadi rumit begini gara-gara bertemu orang-orang absurd dari masa lalu? "Sayang, kita ke dokter, ya. Mas khawatir kamu kenapa-napa. Dokter, kan, bisa diagnos
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status