All Chapters of DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU: Chapter 111 - Chapter 120

190 Chapters

KEPALAKU INGIN MELEDAK

111"Tapi apakah kamu yakin, sayang? Barangkali itu hanya asumsimu saja, karena kamu terlalu membenci....""Sudahlah, susah bicara sama kamu! Kamu pasti akan selalu membela mantan istrimu itu. Padahal kamu yang paling tahu, bagaimana wataknya. Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang pasti aku bilang sama kamu ya, Mas. Aku akan melindungi pernikahan papaku dan istrinya dari gangguan wanita seperti dia. Dan sekarang, aku memutuskan akan pulang lagi ke rumah Papa."Aku kesal. Kesal sekali dengan Nino. Dia masih saja membela mantan istrinya, padahal tahu pasti wanita macam apa Regina. Sudahlah, aku pulang saja. Tidak akan baik juga aku terus di sini. Suasana hatiku sangat buruk. Padahal semalam kami baru saja berbaikan. Dan rencana sore ini pulang ke rumah Nino, tetapi sikapnya malah membuatku kesal. Andai dia tahu, apa yang diucapkan wanita itu tentang dirinya. Regina hanya menyebutnya barang bekas. Nino mengejarku, dia memintaku tetap menunggunya. Atau pulang ke rumahnya saja. Namu
Read more

PENYUSUP

112 Aku memejamkan mata dengan kuat. Air mata sudah tak dapat dibendung, berderai dengan deras. Dan aku yakin membasahi tangannya yang membekap mulutku. Namun, ternyata tak membuatnya jatuh iba. Dia terus menyeretku. Kilasan kejadian saat si durjana dulu menyiksaku, terbayang lagi. Ya Tuhan, tolong aku. Aku takut. Jangan biarkan bajingan ini menodaiku. Mas Nino ... tolong aku. Aku hanya bisa berteriak dalam hati, memohon pertolongan. Aku tahu bukan ahli ibadah, tetapi aku merasa tidak pernah melakukan dosa besar seperti zina. Bahkan Nino lelaki pertama yang menyentuhmu secara intim. Kubuka lagi mata saat pinggangku terasa menabrak sesuatu. Ternyata meja makan yang mengenai pinggangku, sepertinya dia mau membawaku ke ruang tengah. Mataku berusaha mencari sesuatu. Aku harus menyelamatkan diri sendiri. Kulirik 
Read more

CEMAS

113 POV AlvinaAku terus bolak-balik dengan gelisah di ruang tamu yang terasa sepi. Selama menikah, belum pernah Mas Pandu pulang setelat ini. Sebelum magrib setiap hari dia pasti sudah sampai rumah. Apalagi sejak tahu aku hamil, paling telat selepas magrib sedikit pasti sudah ada di rumah. Tak terhitung berapa kali aku menghubungi nomornya, walaupun berakhir sama. Dijawab operator. Kulirik lagi jam dinding untuk kesekian kali. Benda yang terus saja berdetak tanpa peduli apa yang terjadi, menunjuk angka sembilan.Kamu ke mana Mas? Belum pernah kamu pulang semalam ini tanpa mengabariku. Aku takut.Kuusap perut yang sudah terlihat menonjol. Dek, kemana Papa kamu? Aku terus berdialog dengan diri sendiri juga bayi dalam perut untuk sedikit mengusir kekhawatiran ini. Walaupun pada kenyataannya, tetap cemas mendera. Menelpon Prisa, keputusan tercepat yang bisa kuambil. Aku berharap dia ada di san
Read more

KAMU DI MANA?

114 Aku bangkit, lalu menghampiri sepasang suami-istri yang sedang berdebat itu. "Regina siapa?" tanyaku pada mereka. Aku menatap Prisa dan Nino bergantian. Aku harap mereka mau memberi tahuku sesuatu. Sepertinya ada yang aku tidak tahu.Mereka berpandangan sejenak. Lalu Nino mendahului bicara. "Bukan siapa-siapa, Bu, tidak ada hubungan dengan menghilangnya Papa. Prisa hanya terlalu berprasangka.""Maksud kamu apa, Mas?" Prisa nampak tidak terima. "Kamu selalu saja seperti ini. Selalu membela mantan istrimu itu, padahal kamu tahu sendiri bagaimana dia." Suara Prisa meninggi. "Ya, tentu saja aku tahu dia. Tapi kita tidak boleh menuduh orang lain tanpa bukti, sayang. Itu jatuhnya fitnah. Sekarang dari mana kamu tahu kalau Regina ada hubungan dengan menghilangnya Papa kamu?""Aku yakin, ada hubungannya. Kamu sendiri yang bilang Papa menabrak seorang wanita, lalu membawa wanita itu dengan mobilnya. Aku yaki
Read more

TINGKAH SANG PENCINTA

115 PoV PrisaAku kaget melihat Alvina terkulai. Dia pasti sangat shock mendengar ucapan wanita itu. Aku juga. Ingin aku terus memakinya. Namun, Alvina lebih penting sekarang. Aku segera menghampirinya. Nino mengambil alih ponselnya. Aku sudah tak peduli dia mau bicara apa. Aku takut terjadi sesuatu lagi dengan kandungan ibu sambungku. "Aku sudah bilang ini tidak baik untuk ibu sambungmu, Pris."Nino berdiri menyodorkan botol minyak kayu putih yang baru diambilnya dari kotak P3K. "Aku tahu, tapi dia harus tahu kalau wanita itu berbahaya."Aku mulai mengoleskan minyak itu di bawah hidungnya. Lalu di pelipisnya seraya dipijat lembut. "Apa kamu percaya begitu saja dengan kata-kata Regina?""Maksud kamu apa?""Aku tidak yakin dengan kata-katanya. Bisa saja dia hanya ingin membuatmu marah. Kita tahu pasti bagaimana papamu, bukan?"Aku diam mendengar penuturan Nino. Mencoba m
Read more

LAGI-LAGI DIA

116Ada rasa lega Papa tidak sedang bersama perempuan itu, tetapi juga khawatir kondisinya karena menurut polisi belum sadarkan diri. Ya Tuhan, semoga kondisi Papa tidak serius. "Ayo, kita ke sana sekarang Pris, Nin. Ayo kita lihat Mas Pandu." Alvina emosional. Aku mengerti dia sangat mengkhawatirkan Papa. "Bu, apa tidak sebaiknya saya saja yang ke sana sendiri? Ibu dan Prisa di rumah saja, ya. Besok baru....""Tidak, aku mau ke sana sekarang. Mana mungkin aku bisa tenang di rumah sedangkan suamiku mungkin terluka!" ujarnya tegas. Aku dan Nino saling pandang sejenak. Tidak mungkin Alvina dapat dicegah. Dia memaksa ke rumah sakit sekarang juga. Padahal ini sudah hampir tengah malam. Dengan menggunakan mobil Papa yang lain, kami berangkat ke rumah sakit yang telah diinfokan polisi tadi. Sepanjang jalan, aku memeluk Alvina yang terus saja menangis. Sebenarnya, aku juga sama takutnya. Takut Papa kenapa-napa. Namun, kalau aku lemah, kasihan Alvina. Alvina langsung turun sesaat setel
Read more

APA SEBENARNYA YANG TERJADI?

117PoV Alvina"Mau apa datang ke sini? Dan apa maksud lu fitnah Papa gue begitu?""Fitnah?" wanita itu mencebik sinis. "Silakan tanya papamu tersayang kalau aku bohong. Bahkan semua tetanggaku tahu kalau papamu di rumahku semalam."Mata Prisa membulat, pun denganku. Benarkah itu? Benarkah Mas Pandu dari rumah perempuan itu semalam? Apa yang mereka lakukan? "Mas?" gumamku pelan. Aku menatap wajah suamiku yang nampak frustasi."Dengar sayang, ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Biar Mas jelaskan.""Jadi benar Papa dari rumah dia semalam?" tanya Prisa tak percaya, dia berjalan mendekat ke arah papanya. Sementara wanita itu tersenyum sinis sambil melipat tangannya di dada. Mas Pandu masih diam, dia nampak bingung untuk memulai. "Apa itu benar, Mas?" Aku mengulang pertanyaan Prisa karena Mas Pandu masih diam. "Ayolah Mas, kenapa susah sekali untuk mengakui kalau kita semalam bersama? Bukankah mereka....""Aku tidak bertanya padamu!" sergahku dengan nada tinggi. "Aku sedang bicara
Read more

MARAH

118PoV Alvina"Mas, aku keluar dulu ya, mau nyari jus buah, pengen yang segar-segar," pamitku siang ini. Prisa berangkat ke rumah makan membantu Nino di sana. Tentu saja mereka yang bertanggung jawab selama Mas Pandu sakit dan tidak bisa mengurusi semuanya. "Mau dibelikan apa?" tanyaku datar. Sejak keluar dari kamar mandi, kami tidak terlibat obrolan apa pun. Kami lebih banyak diam. Bukan, bukan kami, tetapi aku. Aku sedang ingin diam saja. Walaupun Mas Pandu sudah berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan banyak hal. Aku juga sejak tadi berusaha menjaga jarak. Duduk jauh-jauh. Kontras sekali dengan tadi pagi sebelum wanita itu datang. Kami malah membuat Prisa iri. Aku membeli jus mangga yang sepertinya bisa membuat moodku kembali baik. Dan aku sengaja minum di tempat, untuk menghindari terlalu banyak berdekatan dengan Mas Pandu. Aku masih kesal. Hatiku masih sakit. Daripada di dalam sana aku malah marah-marah dan nangis. Nanti dikatakan manja dan kekanakan lagi. Setelah dir
Read more

SENDIRI

119PoV AlvinaSuara denting sendok yang terjatuh di atas lantai mengalihkan perhatianku. Mau tidak mau aku menoleh. Dan pemandangan menyayat hati terpampang jelas. Mas Pandu sedang berusaha meraih sendok yang terjatuh itu dengan tangan kirinya seraya membungkuk. Sepertinya dia berusaha makan sendiri dengan tangan kirinya. Setengah berlari aku menghampirinya. Mengambil sendok di lantai, mengelapnya dengan tissu, lalu mengambil alih rangsum di pangkuannya. Sungguh walaupun sangat marah, tetapi tidak tega melihatnya seperti itu. Aku duduk di sisinya, lalu mulai menyuapinya tanpa melihat matanya. Kusuapi terus hingga makanan di tempatnya tandas. Aneh memang, dalam kondisi seperti ini. Dia masih bisa makan lahap. Sementara aku, bahkan napsu makan sudah hilang entah kemana. Tak berselera sama sekali. Selesai menyuapi, kusodorkan segelas air hangat dan beberapa butir obat yang harus diminumnya. Kuusap juga sudut bibirnya dengan tissu. Semua kulakukan tanpa bicara sedikit pun dan tanpa m
Read more

TERULANG LAGI

120 PoV PrisaWaktu sudah menunjukkan jam sembilan malam. Nino sudah tertidur pulas di sofa, aku tahu dia sangat lelah. Mengambil alih tanggung jawab Papa sekaligus mengerjakan pekerjaannya sendiri, tentu sangat melelahkan. Sebenarnya aku juga ingin segera beristirahat, setelah seharian juga banyak aktivitas. Ke sini, ke kampus, kemudian membantu Nino di rumah makan. Sangat melelahkan. Ingin segera menyusul Nino ke alam mimpi, tetapi Papa belum juga tidur. Dari tadi kuperhatikan, tampak gelisah. Entah sudah berapa kali mengutak-atik ponsel di tangan kirinya. Sesekali mengusap wajah kasar. Kuajak bicara tidak merespon. Bahkan tadi sore saat kusuapi makan tak berselera. Pandangannya kosong. “Pa, tidurlah. Kata dokter harus banyak istirahat, biar cepat sembuh. Tadi Alvina juga bilang begitu, kan?” "Papa tidak akan bisa tidur, Pris, sebelum mendengar suaranya. Tapi HP-nya tidak aktif. Sudah
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status