Home / Romansa / Nafsu Gelap Sang Majikan / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Nafsu Gelap Sang Majikan: Chapter 121 - Chapter 130

317 Chapters

Chapter 121

Martin yang masih dengan pakaian tidurnya berjalan masuk ke dalam area rumah, dia berniat membuat teh kopi sendiri untuk dirinya, namun saat akan ke dapur dia bertemu dengan Hatice yang diam kaku. Melihat adiknya diam tanpa menyapa Martin berniat menyapanya terlebih dahulu. Dia berdiri tepat di hadapan adiknya yang diam kaku. "Pagi, Hati." sapanya dengan menatap mata kecewa Hatice. Adiknya itu tidak menjawab, dan Martin menunggu jawaban, karena tak dijawab, Martin berkata lagi, "Kau baik-baik saja?" Kedua tangannya berada di bahu Hatice. Mendengar sang Kakak dan melihatnya masih berdiri di hadapannya, membuat Hatice merasa kesal dan jengkel. Dia mengangkat kepalanya menatap Martin lalu-- Plak! Dia ditampar, tangan kanan Hatice menampar pipi kiri Martin Dailuna. Wajah Martin sendiri menatap lantai dan tangan kanannya menyentuh lembut pipinya. Dia kembali menatap Hatice dengan tatapan heran dan mulut yang menganga tipis. "Apa yang kau lakukan?" tanya Martin dengan tatapan yang begit
Read more

Chapter 122

Andira akan segera ke rumah ibunya, Pak Mamat sendiri yang akan antar, Martin melihat kepergian gadis itu di teras rumahnya. Andira sama sekali tidak melambai, padahal Martin mengharapkan lambaian tangan dari Andira. Martin sendiri akan segera ke kantornya. Dia sudah lama tidak masuk, namun sebelum ke kantor dia menemui putranya dulu. Dia bersiap dan segera berangkat ke rumah sakit, dalam perjalanan dia mendengarkan musik dari speaker mobil, musik yang tidak terlalu keras suaranya dan begitu lambat. Martin menikmati musik dan perjalanannya, dia juga menikmati imajinasinya. Bibirnya melengkungkan senyum saat mengingat apa yang dia lalui dengan Andira. Awalnya dialah yang agresif namun pada akhirnya, takdir berpihak padanya. Andira adalah keinginan Martin yang terwujud. Perasaan Martin penuh bunga, ibaratkan suatu tempat, hatinya kini menjadi taman bunga. Dia terus tersenyum, dia berusaha mengabaikan masalahnya, dalam benaknya dia menolak mengingat hal yang buruk, dia hanya ingin baha
Read more

Chapter 123

Setelah mengantar Nadira, Hatice langsung pergi namun bukan ke rumah sakit, Hatice pergi ke suatu tempat. Dia mengirimkan pesan pada seseorang, siapa lagi kalau bukan kekasih gelapnya. "Aku akan segera tiba."Pesan itu terkirim dan Hatice langsung mematikan ponselnya dan semakin melajukan laju mobilnya. Dia sampai alamat dimana rumah-rumah di sana dipenuhi orang-orang, di teras rumah banyak sekali warga, tidak seperti sebelum Hatice datang. Beberapa orang memandangi mobilnya dan terlihat penasaran saat melihat Hatice keluar dari rumah itu. Hatice mengetuk pintunya dan terbukalah dari dalam. Hatice tersenyum saat melihat Ibrahim berdiri di hadapannya. "Masuklah." Dengan langkah pelan Hatice masuk ke dalam rumah itu. Ibrahim menutup pintunya, dia menguncinya dari dalam. Mereka saling memandang dan akhirnya Hatice memeluk Ibrahim, mereka saling berpeluk. "Sejak semalam aku sudah ingin bertemu denganmu." "Sekarang kau sudah bertemu dengan ku." Mereka berlepas peluk, kedua tangan Ib
Read more

Chapter 124

Mobil Pak Mamat akhirnya sampai di hadapan rumah sederhana Bi Ana. Namun Pak Mamat kedua matanya menyipit saat melihat sesuatu yang dia kenali. Dia mencondongkan wajahnya ke depan dan melihat mobil yang dikenalinya. "Bukankah itu mobil Nyonya Hatice?" Pak Mamat dan membuat Andira juga ikut mencondongkan wajahnya, dia menelan ludah dan mulai menyadari sesuatu. "Plat nomornya sama?""Sama persis Neng." "Apa yang dilakukannya di sini?" Andira yang masih terlihat heran. Dia mengernyit namun dia tetap harus turun dari mobil. Dalam perjalanan dia membeli banyak hal untuk ibu dan adiknya. Dia meminta Pak Mamat untuk masuk dan bertamu di rumah Bi Ana namun Pak Mamat menolak dan hanya akan menunggu di mobil. Andira keluar dari mobil dan berjalan ke arah pintu. Dia mengetuk dan tak lama dibukakan pintu dari dalam. "Kakak!" Adiknya langsung memeluk Andira. Mereka berdua saling memeluk. Mereka masuk ke dalam rumah. "Bu, Kak Andira datang!"Mereka berjalan ke arah kamar, dimana ibu dan seor
Read more

Chapter 125

Martin sendiri mengunjungi alamat yang diberikan Fainah padanya, itu karena dia ingin mencari tahu tentang adiknya. Setelah sampai dia melihat mobil putih Hatice yang terparkir beberapa jarak dari rumah sederhana di sana. "Itu mungkin rumah Ibrahim," monoloognya. Dia memantau dari dalam mobilnya, kapan kiranya Hatice akan keluar. Dia juga ingin tahu kapan dia mengunjungi tempat itu. Namum mungkin sudah lama dia tak berkunjung jadi lupa dengan alamatnya.Karena kesal hanya menunggu, Martin menghubungi nomor Hatice, namun Hatice sama sekali tak bisa dihubungi. Martin yang kesal, tentu saja kesal memilih untuk keluar dari mobil. Dia bertanya pada orang di sana dan begini jawabannya, "Wanita itu memang sering datang ke rumahnya. Mereka sudah sejak jam sepuluh pagi berada di dalam rumah. Tapi sekarang belum keluar-keluar." "Ibrahim kadang menjadi sangat supel namun kadang juga menjadi sangat dingin, dia gampang berubah sikap.""Iya Ibrahim punya anak, dan anaknya selalu dititipkan, hari i
Read more

Chapter 126

Andira menatap keluar jendela, dia memikirkan sesuatu. Dia memikirkan apa yang dilakukan Hatice di rumah Ibrahim? Apa mereka juga saling menyukai? Apa yang terjadi? Ini bukanlah urusannya, namun dia merasa pemasaran akan hal itu. Saat asik merasakan hembusan angin dari luar jendela yang terbuka, tiba-tiba pesan masuk ke dalam ponselnya. Pesan dari Martin. "Datanglah lebih cepat, aku ingin bicara." Andira hanya membacanya tanpa membalas pesannya. Dia mematikan kembali ponselnya dan hanya menatap keluar jendela. Kepalanya sudah banyak dipusingkan banyak hal. "Kita langsung pulang atau mau singgah ke tempat lain Neng?" tanya Pak Mamat. "Langsung pulang saja Pak." Andira menjawab singkat, dan Pak Mamat hanya mengangguk. Laju mobilnya tidak begitu cepat, dan juga tidak lambat, sehingga hembusan angin yang menerpa wajah Andira begitu lembut dan terasa nikmat. "Aku mendapatkan apapun yang kuinginkan, termasuk dirimu, Andira." Ucapan Martin yang tiba-tiba muncul dibenaknya. "Dia betu
Read more

Chapter 127

Martin tahu semuanya. Makan malam akhirnya tiba. Kaki Sarah melangkah turun dari tangga dengan perasaan cemas, jemarinya gemetar. Martin tidak mengatakan apa-apa pada Sarah setelahnya. Sarah hanya menganga dan langsung pergi dari sana. Malam tiba, Hatice dan suaminya datang. Saat melihat Sarah, Hatice langsung berlari kecil dan memeluk kakak iparnya."Kenapa memelukku? Bukankah kita bertemu di rumah sakit?" Sarah yang berusaha agar tetap tenang. Lutfi yang berada di belakang Hatice terlihat menatap Sarah dengan senyum. Walau Sarah tidak melihatnya. "Aku hanya senang kau sudah bisa kembali ke rumahmu, bersama Randy," jawab Hatice, dan mereka melepas peluk. Lalu bel rumah berbunyi kembali, Andira dengan cepat berjalan ke arah pintu, melewati Sarah dan yang lainnya. Hatice memandanginya sejenak dengan tatapan tidak suka. Sarah lalu mengajak mereka berjalan ke arah meja makan. Mereka saling bergandengan, Sarah dan Hatice. Namun perasaan Sarah begitu gundah sangat-sangat gundah. "Aku t
Read more

Chapter 128

Martin yang tiba-tiba datang, dia yang ditunggu sejak tadi. Kini Martin duduk di kursinya. Dia sedikit heran kenapa Randy dan Nadira ada di meja makan padahal dia sudah bilang untuk tidak mengajak kedua anaknya itu bergabung selain Raisi. "Bukankah Papa sudah bilang kalau Randy dan Nadira tidak seharusnya ikut?" Mata Martin mengarah pada Sarah. "Kau bilang ini untuk merayakan kesembuhan Randy, jadi tidak baik jika tidak mengajak anak kita untuk ikut makan bukan?" balas Sarah dengan tatapan yang sama tajamnya pada Martin. "Lagi pula kau bilang ini hanya untuk keluarga, kau tidak mengundang adikku tapi mengundang orang lain tang tidak aku kenal!" Dengan kesal, membuat Ibrahim tersinggung, namun Martin membela Ibrahim dengan berkata, "Aku mengundangnya karena dia adalah karyawan terbaik di kantorku, aku menyukainya sebagai pekerjaku, aku mengundang siapapun yang ingin aku undang!" Matanya mengitari orang-orang yang ada di sana. Martin menghela nafas, dia melihat masih ada satu kursi y
Read more

Chapter 129

Semuanya menganga mendengar apa yang dikatakan Martin. Martin Dailuna, dia mengeluarkan sesuatu, dia lembar kertas ke atas meja. Bukan hanya perceraiannya dengan Sarah, namun Hatice juga Lutfi."Aku tidak hanya akan bercerai dengan istriku, namun juga, Lutfi dan Hatice." Semuanya semakin membulatkan mata mereka. Bahkan Andira yang tadinya tidak menatap Martin kini menatap ke arah Martin. Nadira yang tidak peduli sejak tadi kini terlihat cemas dan kuatir, dia menatap ayahnya dengan sangat heran. Randy semakin kecewa, dia menatap dengan tatapan yang berkaca-kaca kepada ayahnya. Dia juga menatap ke arah Andira. Raisi juga sama, namun tegangan dalam dirinya menyurut karena dia yakin pasti bahwa orang tuanya akan bercerai. "Apa Maksudmu?" Lutfi yang sejak tadi diam kini membuka mulut. "Ibrahim." Sambil mengulurkan tangannya ke arah Ibrahim. Langsung saja Ibrahim memberikan map coklat yang tadi dibawanya. Martin meraih map coklat itu dan membukanya perlahan. Sarah sendiri mulai menundu
Read more

Chapter 130

Martin membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya, dia menatap langit-langit ruangan, dengan tangan kanan di bawah kepala. Dia melepas kacamatanya, sehingga apapun akan terlihat buram. Dia larut dalam lamunannya, dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika dia selesai bercerai dengan Sarah. Sementara Raisi, dia berada di halaman belakang rumah dan menatap taman malam. Dia berdiri tepat di pinggir kolam renang. Saat larut dalam lamunan dan perasaan yang ingin menjatuhkan tubuhnya ke dalam kolam air muncul, tiba-tiba Andira datang dan berdiri di sampingnya. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pada Raisi. Kedua tangan Raisi berada di dalam sakunya, tatapannya lurus ke depan, kosong, dan letih. "Aku tidak baik-baik saja," jawabnya sambil menggeleng. "Aku sempat berpikir, bahwa aku adalah alasan Tuan Martin ingin bercerai," ucap Andira pelan dan membuat Raisi menghadap ke arahnya. Dia membuka bibir dengan senyum. "Aku juga sempat berpikir begitu, tapi untungnya bukan." Mereka sali
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
32
DMCA.com Protection Status