Martin membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya, dia menatap langit-langit ruangan, dengan tangan kanan di bawah kepala. Dia melepas kacamatanya, sehingga apapun akan terlihat buram. Dia larut dalam lamunannya, dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika dia selesai bercerai dengan Sarah. Sementara Raisi, dia berada di halaman belakang rumah dan menatap taman malam. Dia berdiri tepat di pinggir kolam renang. Saat larut dalam lamunan dan perasaan yang ingin menjatuhkan tubuhnya ke dalam kolam air muncul, tiba-tiba Andira datang dan berdiri di sampingnya. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pada Raisi. Kedua tangan Raisi berada di dalam sakunya, tatapannya lurus ke depan, kosong, dan letih. "Aku tidak baik-baik saja," jawabnya sambil menggeleng. "Aku sempat berpikir, bahwa aku adalah alasan Tuan Martin ingin bercerai," ucap Andira pelan dan membuat Raisi menghadap ke arahnya. Dia membuka bibir dengan senyum. "Aku juga sempat berpikir begitu, tapi untungnya bukan." Mereka sali
Sarah sendiri kembali ke rumahnya, rumah mendiang ayahnya dimana di sana juga tinggal Raynaldi. Kadang Raynaldi tidak berada di sana karena mengingat bahwa dia cukup bermusuhan dengan ayahnya, namun kadang dia juga tinggal di sana. Salah satu alasan Raynaldi tidak ingin bekerja di perusahaan milik ayahnya yang sekarang dijalankan oleh Sarah, itu dikarenakan bahwa setiap saham di perusahaan itu hanya untuk Sarah, hampir semua yang dimiliknya hanya untuk Sarah sedangkan untuknya hanya sebuah lahan di pedesaan. Bagaimana tidak kesal. Hanya lahan di pedesaaan. Di rumah itu sama sekali tidak ada pelayan, hanya tukang bersih-bersih yang datang setiap dua kali sepekan. Raynaldi memecat semua pekerjanya karena hanya dia yang tinggal di rumah itu, dia juga belum menikah, dan hanya sendiri, untuk apa seorang pelayan? Mendengar bahwa Raynaldi memecat pelayannya membuat Sarah terkejut pada awalnya, namun dia sudah terbiasa dengan sikap menjengkelkan adiknya. "Bertengkar lagi dengan Martin?" R
Hatice terlihat berkemas, dia memasukkan pakaian ke dalam koper, lalu berhenti dan duduk di pinggir ranjang saat lelah mendengar sejak tadi Lutfi berkata, "Aku akan menjelaskannya!" "Okey, jelaskan!" Dia duduk tegak di pinggir ranjang, Lutfi yang tadi berdiri juga ikut duduk di samping Hatice. Dia diam, matanya saling menatap, menatap mata Hatice yang sudah berkaca-kaca dan basah membuat Lutfi hilang kata-kata sekaligus bingung ingin berkata apa. "Nah kan, kau tidak bisa menjelaskannya!" Lalu Hatice menghela nafas, dia terisak dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Lutfi yang melihat itu merasakan sesuatu yang menyakitkan, kenapa istrinya begitu terlihat sedih, dia berpikir bahwa Hatice sama sekali tidak mencintainya. "Aku melakukannya karena aku pikir kau tidak mencintaiku," ucapnya membuat Hatice langsung menurunkan kedua telapak tangannya dari wajahnya, dia menatap ke arah Lutfi dengan mata basah. "Aku memang tidak mencintaimu, aku mencintai Kakakku, aku juga me
Pagi yang melelahkan, mataharinya cukup cerah namun cukup melelahkan bagi para manusia yang sibuk apalagi mereka yang baru saja melalui masalah. Saat terbangun, Andira langsung menuju kolam renang, dia mencari pakaian dalamnya yang terlepas semalam. Pada akhirnya dia menemukannya dan langsung membawanya masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu dia kembali ke kolam renang dan mengganti airnya. Setelah itu dia kembali memasak, membawa makanan untuk pekerja rumah yang lainnya, serta menyuruh Pak Rustam agar membersihkan taman bagian belakang. Dengan senang hati Pan Rustam membersihkan taman bagaian belakangnya. Jam sarapan pagi, Raisi mendatangi Andira dan meminta maaf. "Apa aku membuatmu tidak nyaman?" tanya Raisi, dia berdiri di samping Andir yang sedang membersihkan piring yang banyak. Dia belum sempat membersihkannya semalam. "Apa maksudnya?" "Kau mendadak pergi. Apa kau tidak menyukainya?" tanya Raisi lagi. "Bukan Tuan Muda yang membuatmu tidak nyaman, tapi suasananya terlalu din
Sarah terlihat mengencangkan laju mobilnya, dia terlihat rapih, mungkin akan ke kantor, namun saat ini dia melakukan mobilnya ke rumah kediaman Dailuna. Di perjalanan dia melihat mobil Martin sudah berlalu pergi, itu kesempatan yang baik. Beberapa saat kemudian dia sampai dan masuk ke dalam gerbang rumah besar Dailuna. Dia hanya memarkirkan mobilnya tepat di hadapan teras rumahnya. Dia buru-buru masuk ke dalam rumah, dia melihat Andira naik melalui tangga. Dia mengikutinya, Andira membawa nampan dan berjalan ke kamar Randy. Setelah memastikan itu kamar Randy, Sarah kembali turun dan malah menuju ke ruangan kerja Martin. Ruangan kerjanya terkunci. Seperti biasa, terkunci. Tapi untungnya Sarah membawa kunci cadangan yang bisa membuka semua pintu yang ada di rumahnya. Kunci itu sebenarnya dipegang oleh Martin, namun Sarah diam-diam mengambilnya, Martin adalah orang yang pelupa untuk barang-barang kecil. Sarah membukanya dan masuk ke dalam ruangannya. Dengan cepat dia langsung membuka
"Dimana perawatku?" Randy bertanya pada Andira yang baru saja tiba dengan nampan makanan di tangannya. Sembari menaruh nampan makanan itu, Andira menjawab, "Tuan Martin mengatakan bahwa aku yang harus merawat Tuan Muda, jadi aku di sini," jelasnya dengan pelan dan lembut. "Kau?" Mata Randy melotot menatap Andira. "Iya Tuan." Randy menghela nafas panjang, dia kesal namun perutnya sudah sangat lapar dan sejak tadi badannya terasa remuk. "Aku akan menyuapi mu Tuan Muda," ucap Andira lagi. "Tidak usah, aku sendiri yang akan melakukannya, tinggal siapkan obat ku, dan makananku, lalu kau bisa tinggalkan aku," ucapnya ketus. "Aku tidak bisa, aku harus mengawasi Tuan Muda." "Pergilah!" Suaranya meninggi. Andira terhentak mundur setelah mendengar suara kasar Randy. Andira berusaha menenangkan perasaannya dan berdiri dengan tegak lalu berkata lagi, "Baiklah, Tuan Muda tahu caranya meminum obat dan makan sendiri. Aku akan pergi."Andira berjalan pergi, dia keluar dari kamar Randy dengan
Pagi berlalu, siang berlalu, sore berlalu, dan akhirnya malam tiba. Makan malam juga selesai, Raisi tidak pulang entah kesibukan apa yang membuatnya tidak pulang. Nadira juga langsung ke kamarnya dan asik dengan dirinya sendiri, Andira juga sudah membawakan makanan pada Randy yang berwajah masam. "Datanglah ke ruanganku," ucap Martin setelah makan malam selesai. Dia mengatakannya pada Andira yang baru selesai membersihkan meja makan. Andira juga ingin berbicara pada Martin. Andira berjalan di belakang Martin dengan hati yang berdebar, hingga akhirnya mereka sampai di ruangan Martin Dailuna. Saat sampai Martin langsung menutup rapat-rapat pintunya. "Aku ingin bicara," ucap Andira sesaat saya Martin mengunci pintunya. "Oh ya?" Martin mendekat, dia berjalan maju ke depan Andira. Tangannya gemetar dan berkata, "Aku rasa Nyonya Sarah mengetahuinya," ucapnya. Kening Martin mengernyit. "Mengetahui apa?" "Kita." Martin terhentak dan langsung terkekeh. "Kenapa jika tahu?" Tangan Mar
Sarah menolak perceraian, bukan karena dia masih mencintai Martin atau ingin menguras harta Martin, toh dia telah jatuh cinta pada Lutfi dan dia juga masih terbilang cukup kaya untuk hidup. Dia hanya ingin mempertahankan pernikahannya karena dia tahu betapa tidak menyenangkannya hidup dengan orang tua yang bercerai. Dia sangat menyayangi anak-anaknya, namun dia juga tidak ingin melepas Martin begitu saja, dia telah menderita dengan pernikahannya, maka Martin juga harus menderita dengan pernikahan mereka.Hatice juga sudah resmi bercerai dengan Lutfi dan kini Hatice menetap di rumah Martin. Dia juga merasa bebas karena tidak lagi merasa terkekang atau harus bersembunyi untuk bertemu dengan Ibrahim.Namun ada masalah, Hatice tidak ingin Andira tetap berada di rumah itu."Tidak boleh!" Martin membesarkan suaranya, dia berdiri dari duduknya."Aku tidak akan melepas Andira begitu saja hanya karena kau tidak nyaman Hati! Dia akan tetap berada di rumah kita!""Sampai kapan?" Hatice ikut berd
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k