Pagi berlalu, siang berlalu, sore berlalu, dan akhirnya malam tiba. Makan malam juga selesai, Raisi tidak pulang entah kesibukan apa yang membuatnya tidak pulang. Nadira juga langsung ke kamarnya dan asik dengan dirinya sendiri, Andira juga sudah membawakan makanan pada Randy yang berwajah masam. "Datanglah ke ruanganku," ucap Martin setelah makan malam selesai. Dia mengatakannya pada Andira yang baru selesai membersihkan meja makan. Andira juga ingin berbicara pada Martin. Andira berjalan di belakang Martin dengan hati yang berdebar, hingga akhirnya mereka sampai di ruangan Martin Dailuna. Saat sampai Martin langsung menutup rapat-rapat pintunya. "Aku ingin bicara," ucap Andira sesaat saya Martin mengunci pintunya. "Oh ya?" Martin mendekat, dia berjalan maju ke depan Andira. Tangannya gemetar dan berkata, "Aku rasa Nyonya Sarah mengetahuinya," ucapnya. Kening Martin mengernyit. "Mengetahui apa?" "Kita." Martin terhentak dan langsung terkekeh. "Kenapa jika tahu?" Tangan Mar
Sarah menolak perceraian, bukan karena dia masih mencintai Martin atau ingin menguras harta Martin, toh dia telah jatuh cinta pada Lutfi dan dia juga masih terbilang cukup kaya untuk hidup. Dia hanya ingin mempertahankan pernikahannya karena dia tahu betapa tidak menyenangkannya hidup dengan orang tua yang bercerai. Dia sangat menyayangi anak-anaknya, namun dia juga tidak ingin melepas Martin begitu saja, dia telah menderita dengan pernikahannya, maka Martin juga harus menderita dengan pernikahan mereka.Hatice juga sudah resmi bercerai dengan Lutfi dan kini Hatice menetap di rumah Martin. Dia juga merasa bebas karena tidak lagi merasa terkekang atau harus bersembunyi untuk bertemu dengan Ibrahim.Namun ada masalah, Hatice tidak ingin Andira tetap berada di rumah itu."Tidak boleh!" Martin membesarkan suaranya, dia berdiri dari duduknya."Aku tidak akan melepas Andira begitu saja hanya karena kau tidak nyaman Hati! Dia akan tetap berada di rumah kita!""Sampai kapan?" Hatice ikut berd
Martin menerobos masuk ke dalam pintu ruangan kerja Sarah dimana saat itu Sarah sedang dalam pembicaraan dengan seseorang di balik ponsel. Sarah sontak kaget dan langsung mematikan ponselnya, dia menaruhnya dengan cepat di atas meja. "Apa kau gila! Kau hampir saja membunuhku karena serangan jantung!" Sarah dengan suara yang meninggi. Martin tak menghiraukan dia langsung menutup pintu itu dan menguncinya dari dalam. "Apa kau macam-macam denganku? Ha!" Suara Martin tidak kalah besar. Dia mendekat ke depan Sarah dan telunjuknya menunjuk-nunjuk wajah Sarah. "Apa maksudmu?" Mata Sarah membulat berani menatap Martin. Sedangkan Martin dia semakin mendekat dan tangannya mencengkram lengan Sarah. "Aku tahu kau yang memasang kamera tersembunyi di ruanganku bukan? Ha?! Lalu kau menyuruh seseorang untuk menelpon ku dan mengancam ku! Kau pikir ini menyenangkan?"Mendengar ucapan Martin, Sarah kini sadar bukan hanya dia yang dihubungi oleh pria misterius. "Aku sama sekali tidak mengerti apa y
Hari persidangan, Martin dan pengacaranya terlihat duduk berdampingan begitupun dengan Sarah bersama pengacaranya. Hatice tidak ingin mendukung siapapun, dia lebih memilih untuk tidak ikut dalam persidangannya. Tidak ada yang datang selain Martin dan Sarah. Hakim terlihat duduk di kursi kebesarannya dengan palu ketuk terletak di hadapannya. Semuanya berjalan lancar hingga Sarah mengeluarkan buktinya, bahwa bukan hanya dia yang melakukan perselingkuhan tapi Martin juga melakukannya. Jika perceraian terjadi maka Martin harus membayar kompensasi dan biaya tunjangan, bukan hanya untuk Sarah saja tapi untuk anak-anak yang akan diasuh oleh Sarah. Martin terhentak diam setelah hakim memutuskan bahwa Martin harus membayar kompensasi juga tunjangan hidup. Hak asuh anak belum ditentukan. Di sini Martin lah yang bersalah, dan Sarah, dia menerima perceraiannya. "Sidang hak asuh akan dilakukan bulan depan, dan untuk saat ini, anak-anak harus bersamaku, aku akan menjemput mereka, dan aku harap
Martin terlihat panik, dia mondar-mandir di kamar tidurnya dengan ponsel di tangannya. Dia terus menghubungi Hatice namun Hatice tidak mengangkat ponsel Martin. "Ini sudah tengah malam, tapi dia belum pulang." Martin terus menghubungi yang bisa dia hubungi. "Apa Dokter Hatice masih di rumah sakit?" tanyanya, dia memandang keluar jendela kalau-kalau melihat mobil Hatice masuk melalui gerbang, namun tidak ada tanda-tanda mobil aku masuk. "Dokter "Hatice sejak tadi sudah pergi, Tuan," jawab seseorang di balik telpon. "Sejak jam berapa?""Sejak sore, dia sudah pulang Tuan," jawabnya lagi. "Baiklah." Martin mematikan hubungan ponselnya dan menelpon Lutfi. "Apa Hatice bersamamu?" tanya langsung tanpa adanya basa-basi. "Kenapa bertanya pada mantan suaminya?" Jawaban yang tidak ingin didengar oleh Martin, namun dia sudah mendapatkan jawaban dari perkataan itu. Lalu dia menghubungi Ibrahim. "Apa Hati sedang bersama mu?" tanya nya langsung tanpa adanya basa-basi. "Iya, dia sedang be
"Kenapa kau melakukannya? Apa hubungan mu sebenarnya dengan ayahku Ha!?" Raisi yang saat itu tanpa busana sehelai pun sedang menindih tubuh Andira dan mencekik leher putih itu dengan begitu kasar di atas kasur. Andira hanya menangis berusaha bernapas karena sesak. Dia berharap Martin segera tiba, hadapannya saat itu adalah Martin. "Kau tidak menjawab ku?" Mata Raisi nanar, dia melepaskan tangannya dari leher Andira dan membuat gadis itu lebih bisa bernapas. "Kau, kau mencintai ayahku?" Raisi dengan posisi masih menindih separuh tubuh Andira, dan mulai melepas pakaian Andira dengan sangat kasar, dia merobek-robek pakaian itu dan karena tidak senang melihat Andira yang menangis terisak, Raisi yang penuh kemarahan, kecemburuan dan kebenciannya pada Andira langsung saja menampar gadis itu begitu keras, bukan hanya sekali tapi sebanyak tiga kali yang menyebabkan luka di wajah Andira. Gadis itu menjerit sebisanya, namun Raisi tidak memedulikan itu, dia dipenuhi rasa kecemburuan sempu
"Kau bercinta dengannya?" tanya Martin saat berada di dalam mobil bersama Hatice. "Untuk apa pertanyaan itu?" tanya Hatice, berbalik. "Hanya memastikan." Mata Martin fokus ke depan jalan raya. "Ha? Apa kau juga akan bertanya pada anak dan istrimu tentang bercinta?" Hatice menoleh dan menatap Martin dengan tatapan kesal. Karena pertanyaan yang mengesalkan dan mata yang menatap tidak suka, Martin memilih untuk diam dan tidak lagi berbicara sampai mereka tiba di rumah besar Dailuna. Mereka akhirnya sampai, Hatice turun dari mobil dan membanting pintu mobil begitu keras, suaranya jelas terdengar, sangat kasar. Hatice berjalan masuk ke rumah dengan sangat-sangat kesal, dia mengabaikan suara apapun, termasuk suara jeritan Andira. Sementara Martin, dia memilih untuk tetap berada di dalam sana. Berada dalam mobil, dan merenungkan sesuatu. Dia menatap kosong ke depan, ke arah ruangan yang penuh dengan mobil mewah yang kadang tak berguna. Dan beberapa saat kemudian, saat mengingat Andir
Martin berdiri kaku menatap putranya yang tak berbusana itu, dia sama sekali tak menoleh ke arah Andira, gadis itu hanya menyelimuti tubuhnya dan menolak menatap kedua pria yang bersitegang karena dirinya itu. "Kau akan menyeret ku? Karena jalang seperti dia?" Raisi sambil menunjuk ke arah Andira. Hal itu tidak menunjukkan bahwa dirinya berani di mata Martin, melainkan pengecut yang keras kepala. Martin melipat bibirnya dan menelan ludahnya, dia menatap Raisi dengan mata berkaca-kaca pada Raisi Dailuna. Dengan mengangguk-angguk pelan, Martin maju ke hadapan Raisi, dan dengan cepat menampar dengan keras anaknya itu. "Gunakan pakaian mu bajingan!" Suara Martin yang kembali meninggi. Raisi tidak terima, dia kembali menatap ayahnya, dan menggegeleng-geleng tidak jelas. "Aku tidak mau, Tuan Dailuna!"Plak!Sekali lagi, Martin menyerang putranya itu. Dan dengan cukup keras, Martin menjambak rambut Raisi dan menyeretnya. Raisi terjatuh dan teruduk, namun Martin dengan kemarahannya menyere
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k