Home / All / Breakfast at Midnight / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Breakfast at Midnight: Chapter 11 - Chapter 20

66 Chapters

Chapter 10

Dengan malas, Alex menyeret kedua kaki-nya menuju lift dan menekan tombol. Ia menutup mulutnya lalu menguap. Alex sangat mengantuk, karena semalam, ups salah tadi subuh, ia baru tidur selama 2 jam gara-gara semalaman ia marathon menonton Friends. Ia kemudian menatap cermin di sebelah kanan-nya dengan bayang-bayang hitam di kantung matanya yang masih mejeng sedikit, padahal ia sudah memakai concelear. Hhh sok-sokan marathon aja Lex, lo ga tau apa, ada deadline menumpuk menunggu dengan manis di atas mejamu? Alex mencemooh dirinya sendiri.Lift-pun terbuka, dan ia langsung disambut dengan orang-orang berlarian ke sana ke sini. Kadang saling berteriak apa yang mereka butuhkan. Yap, beginilah suasana deadline di Glamorous jam 9 pagi di Senin yang cerah ini. Sudah tahu kan ini lebih terlihat seperti salah satu adegan di Confession of Shopaholic dimana para wanita memborong barang designer di sale diskon besar-besaran? Alex melew
Read more

Chapter 11

Latihan berjalan dengan produktif. James menghempaskan tubuhnya ke deretan bangku panjang penonton serta merentangkan kedua tangan dan kakinya. Keringat bercucuran dari segala penjuru tubuh James. Ia mengambil handuk dari tas untuk menyeka keringatnya. Tidak tahan dengan bajunya yang sudah basah, ia membukanya dan membiarkan tubuh bagian atasnya bertelanjang dada. Lalu segera mengambil botol minum berisi Evian dan langsung meneguk isinya dengan beringas. Ia duduk santai sebentar sambil menunggu napas memburunya mereda. James mengecek smart phone,“Wow, sepertinya hari ini aku menyelesaikan latihan terlalu cepat. Don’t you think, coach?” ujar James sambil cengengesan. Max sedang mengecek kondisi kakinya.“Ya ya ya. Motivasimu untuk latihan harus ku akui hari ini produktif dan relative lebih cepat.” Pria separuh baya berambut pirang terang kecokletan itu harus terpaksa setuju.“I swear, jika kau sudah set u
Read more

Chapter 12

 “It’s alright. Haven’t been long in here too.” Balas James dengan sumringah.Oh, jadi ini biang yang bikin satu lantai klimaks. Batinnya mengomel.“Mir, boleh tolong siapkan minum untuk Mr. Winston?” Alex memerintahkan Mira dengan suara dingin. Mira masih dengan senyum penuh arti lalu keluar meninggalkan mereka berdua,“How in the world you could possibly know where my office are?” tanya Alex dengan dingin sambil beranjak dan duduk di kursi kerjanya.“Let’s just say, a little birdie told me.” James masih membalas dengan nada sumringah. Little birdie ndas-mu. Pasti kerjaan Madeline Darcy. Batin Alex dongkol.“What can I do for you today, Mr. Winston?” tanya Alex sedikit menyindir, sambil mengatupkan kedua tangannya di atas meja, ala-ala gaya-gaya serius bisnis.“Oh. Kau hari ini j
Read more

Chapter 13

 Sejak terakhir setelah pertemuan makan siang mereka, atau bisa dibilang paksaan makan siang oleh James. Lelaki itu mendevosikan waktunya untuk fokus pada latihannya. Ia berusaha terlalu keras dalam training exercise-nya dari Barbell squat[1], Lat pulldown[2], Cable Wood Chop[3], hingga Romanian deadlift[4]. Pelatih dan gym trainer sudah mengingatkan agar tidak terlalu memaksakan diri dalam latihan early pre season ini, agar tubuhnya tidak kaget dengan perubahan. Ia hanya mengiyakan tapi tidak mendengarkan. Keberuntungan masih berpihak padanya, ia dapat menyelasaikan latihan tanpa perlu khawatir dengan cedera kakinya yang akan kambuh. Sudah dalam keadaan bersih bebas dari keringat, ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran King size. Ia melamun sambil mengingat kembali kejadian terakh
Read more

Chapter 14

Demi memenuhi tantangan Alexandra terhadap dirinya (well, yang hanya terjadi di pikirannya) karena harga dirinya sebagai pria sedang di pertaruhkan. Sekali ia menantang dirinya untuk melakukan sesuatu, maka apapun rintangannya pasti ia akan selesaikan. Walaupun di kenyataan, ia sudah mangkir hampir satu minggu. Contoh, seperti hari ini ia mendapat ide seperti kilat mendadak yang datang pada hari terang benderang. James ingat terakhir kali bertemu dengan wanita berambut bergelombang hitam kecokelatan saat di bangku taman Victoria Embankment, ia sangat menikmati memakan cupcakes. Taraf kata “menikmati” sepertinya kurang tepat, cinta mati adalah kata yang lebih tepat. Ia memacu Range Rover SUV hitamnya menuju Éclair L’amour yang terletak di South Kensington. Tanpa basa-basi, ia segera mengistrukan kepada pegawai toko untk membungkus semua éclair dan choux yang ada di display
Read more

Chapter 15

Starbucks adalah salah satu franchise kopi terbesar di dunia. London, yang merupakan one of the biggest city in the world pun juga andil dalam hal itu. James telah duduk di kedai franchaise yang terletak dengan Hyde Park. James telah duduk dengan tumbler kopinya yang sudah ada diatas meja, ia membuka ponsel dan menekan aplikasi Whatsapp. Di tekannya kontak Elsa Frozen. Ya, itu adalah nama kontak Alexandra yang di simpan oleh James.Tahu darimana ia bisa mengenal karakter Elsa? Well, all blame to Joanna. Keponakan sepupunya.  Beberapa tahun lalu, acara natal tahunan keluarga Winston sudah menjadi acara wajib yang harus di datangi oleh James. Waktu itu sepupunya, Brian dan istrinya akhirnya membawa Joanna, anak perempuannya yang berumur lima tahun.Nah, Joanna ini pas dikenalkan dengan James, kemana-mana harus dengannya, jika tidak ia akan merengek dan menangis sekeras-kerasnya. James yang waktu itu masih kaku te
Read more

Chapter 16

Seorang laki-laki tampan dengan gagah berjalan memasuki lobby H House. Semua mata tertuju padanya. Sudah pasti karena diantara para karyawan dan karyawati yang memakai baju kerja, ia begitu mencolok dengan mengenangkan pakaian santai satin navy blue bomber jacket dipadukan dengan trouser pants senada, tidak lupa dengan navy blue Nike Air Vapormax Flyknit. Rambutnya yang di styling secara acak-acakan malah membuatnya semakin stand out di antara orang lainnya. Ada yang meliriknya diam-diam, ada juga yang terang-terangan, bisik-bisik pun mungkin sudah terdengar ke telinga pria tersebut. Ia berjalan menuju sofa hitam panjang yang terletak di ujung kanan dari tempat resepsionis. James melirik jam tangannya. Sekarang ia hanya tinggal menunggu, sambil memperhatikan ke arah lift.  Ya, ia hari ini akan “tabrak langsung” mangsa yang ditunggu-tunggu.  Tapi sudah lewat dari dua jam, wanita itu belum muncul-muncul juga.
Read more

Chapter 17

  “Welcome to my humble home. Masuk saja. Tak usah malu-malu seperti itu.” Ujar James dengan ramah mempersilahkan Alex masuk ke dalam apartemennya. Alex masuk ke dalam apartemen yang untuk ukuran laki-laki single sangat sangat rapi sekali. Tata ruangannya memberikan kesegaran yang modern dan maskulin. Luasnya tiga kali lipat lebih besar dari flat miliknya. Di sudut utara, ada sofa panjang berbentuk L bewarna abu-abu tua, temboknya di pasang empat persegi lukisan abstrak hitam putih singa, zebra, gajah, dan serigala. Beyond majestic and looking expensive in her eyes. Di depan sofa, terdapat furniture meja bulat oval dengan kaca bening dengan tumpukan buku dan majalah yang sedikit berantakan. Bersebrangan dengan sofa terdapat flat screen TV super besar di atas credenza. Dekat dengan jendela kaca yang memanjang yang memperlihatkan indahnya sungai Thames di malam hari. What a breathtaking view.&n
Read more

Chapter 18

Ada hal-hal remeh yang akan membuat hidup menjadi kalang kabut. Pertama, saat ia sangat takut bahwa tangannya tidak akan sampai untuk menangkap Alex yang akan segera jatuh ke jalan. Kedua, adalah hal yang sekarang James alami. Tanpa pikir panjang, melihat Alex yang basah total membuat James ingin membawanya kemanapun untuk segera mengganti baju basahnya. Ia segera inisiatif untuk kembali ke flat-nya karena memang jarak rumahnya lebih dekat dibanding dengan rumah Alexandra.             Awal mulanya, ia tidak ada berpikiran apa-apa. Ia murni membawa Alex ke rumahnya agar wanita itu bisa segera berganti baju agar tidak sakit. Sampai melihat Alexandra dengan baju miliknya yang kedodoran dan berjalan-jalan malu kecil di atas lantai kayu ek flatnya. Sepertinya memakai baju (biarpun itu hanya sweater dan sweat pants yang sudah lama tak terpakai) miliknya oleh Alexandra memiliki efek yang luar biasa terhadap lelaki itu. Keingina
Read more

Chapter 19

Alex sedang mengetik lincah untuk editorial essay.[1] Bukan main job-nya, melainkan tugas Bob. Alex hanya bertugas untuk mengawasi apa yang akan ditulis di editoral essay, tetapi Alex memang suka menulis. Jadi, tiap bulannya ia akan memeriksa tugas Bob dan menambahkan apa yang kurang untuk ditambahkan. Bunyi ketikannya di keyboard sangat cepat, hingga jika Macbook Air-nya bisa berbicara Jangan siksa aku, mbak. Ampun ohok... ampun... Sambil terbatuk-batuk keras dan memohon Alex untuk tidak terlalu mengeksplotasi dirinya sampai berdarah-darahnya seperi ini.“Kau serius sekali.” Ucap Mira sambil membawa hot chocolate dan diletakkan di meja Alex.“Hmm.” Balas Alex sambil mengumamkan, tidak memelankan kecepatan mengetiknya.“Kau lagi ngerjain apa sih?”“Biasa, editorial essay.”“Lex, bulan ini target sales kita sudah melewati target. Dan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status