Seorang laki-laki tampan dengan gagah berjalan memasuki lobby H House. Semua mata tertuju padanya. Sudah pasti karena diantara para karyawan dan karyawati yang memakai baju kerja, ia begitu mencolok dengan mengenangkan pakaian santai satin navy blue bomber jacket dipadukan dengan trouser pants senada, tidak lupa dengan navy blue Nike Air Vapormax Flyknit. Rambutnya yang di styling secara acak-acakan malah membuatnya semakin stand out di antara orang lainnya. Ada yang meliriknya diam-diam, ada juga yang terang-terangan, bisik-bisik pun mungkin sudah terdengar ke telinga pria tersebut. Ia berjalan menuju sofa hitam panjang yang terletak di ujung kanan dari tempat resepsionis.
James melirik jam tangannya. Sekarang ia hanya tinggal menunggu, sambil memperhatikan ke arah lift. Ya, ia hari ini akan “tabrak langsung” mangsa yang ditunggu-tunggu. Tapi sudah lewat dari dua jam, wanita itu belum muncul-muncul juga.
“Welcome to my humble home. Masuk saja. Tak usah malu-malu seperti itu.” Ujar James dengan ramah mempersilahkan Alex masuk ke dalam apartemennya. Alex masuk ke dalam apartemen yang untuk ukuran laki-laki single sangat sangat rapi sekali. Tata ruangannya memberikan kesegaran yang modern dan maskulin. Luasnya tiga kali lipat lebih besar dari flat miliknya. Di sudut utara, ada sofa panjang berbentuk L bewarna abu-abu tua, temboknya di pasang empat persegi lukisan abstrak hitam putih singa, zebra, gajah, dan serigala. Beyond majestic and looking expensive in her eyes. Di depan sofa, terdapat furniture meja bulat oval dengan kaca bening dengan tumpukan buku dan majalah yang sedikit berantakan. Bersebrangan dengan sofa terdapat flat screen TV super besar di atas credenza. Dekat dengan jendela kaca yang memanjang yang memperlihatkan indahnya sungai Thames di malam hari. What a breathtaking view.&n
Ada hal-hal remeh yang akan membuat hidup menjadi kalang kabut. Pertama, saat ia sangat takut bahwa tangannya tidak akan sampai untuk menangkap Alex yang akan segera jatuh ke jalan. Kedua, adalah hal yang sekarang James alami. Tanpa pikir panjang, melihat Alex yang basah total membuat James ingin membawanya kemanapun untuk segera mengganti baju basahnya. Ia segera inisiatif untuk kembali ke flat-nya karena memang jarak rumahnya lebih dekat dibanding dengan rumah Alexandra. Awal mulanya, ia tidak ada berpikiran apa-apa. Ia murni membawa Alex ke rumahnya agar wanita itu bisa segera berganti baju agar tidak sakit. Sampai melihat Alexandra dengan baju miliknya yang kedodoran dan berjalan-jalan malu kecil di atas lantai kayu ek flatnya. Sepertinya memakai baju (biarpun itu hanya sweater dan sweat pants yang sudah lama tak terpakai) miliknya oleh Alexandra memiliki efek yang luar biasa terhadap lelaki itu. Keingina
Alex sedang mengetik lincah untuk editorial essay.[1] Bukan main job-nya, melainkan tugas Bob. Alex hanya bertugas untuk mengawasi apa yang akan ditulis di editoral essay, tetapi Alex memang suka menulis. Jadi, tiap bulannya ia akan memeriksa tugas Bob dan menambahkan apa yang kurang untuk ditambahkan. Bunyi ketikannya di keyboard sangat cepat, hingga jika Macbook Air-nya bisa berbicara Jangan siksa aku, mbak. Ampun ohok... ampun... Sambil terbatuk-batuk keras dan memohon Alex untuk tidak terlalu mengeksplotasi dirinya sampai berdarah-darahnya seperi ini.“Kau serius sekali.” Ucap Mira sambil membawa hot chocolate dan diletakkan di meja Alex.“Hmm.” Balas Alex sambil mengumamkan, tidak memelankan kecepatan mengetiknya.“Kau lagi ngerjain apa sih?”“Biasa, editorial essay.”“Lex, bulan ini target sales kita sudah melewati target. Dan
Hamparan angin malam menerpa wajah James. Ia sedang berdiri dengan satu tangannya menyangga dagunya di senderan balkon, memandang Sungai Thames yang terletak di depan persis apartemennya. Terakhir, ia melihat pemandangan ini bersama dengan wanita cantik berambut panjang dengan beberapa helai rambutnya di terpa angin, memakai baju kedodoran milik James, dengan mata berbinar kagum melihat panorama menakjubkan ini.Sudah hampir dua minggu ini, ia terakhir bertemu dengan Alexandra. Dengan jadwal latihan yang semakin padat, Roland Garros hanya berjarak seminggu lagi. James sama sekali tidak bisa mencuri waktu untuk menemui wanita itu. Ia ingin mengabari lewat whatsapp, tapi ia tidak tahu apa yang akan ia katakan. Karena bingung, akhirnya ia memutuskan untuk stalking Alex di media sosial. Ia mencari namanya di google. Artikelnya tidak terlalu banyak hanya kilasan interview Bijou dan berbagai media berita fashion lainnya. James melihat vi
Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuh James saat ia melihat senyuman kecil Alexandra terhadap dirinya. Hari ini Alex mengenangkan atasan cap sleeves bewarna hitam dipadukan dengan jaket leather black dan rok merah crimson panjang ¾ di atas kaki dengan potongan rumbai sederhana seperti selada membuatnya terlihat feminim. Astaga, dia makhluk tercantik yang pernah James lihat. Atau karena semakin melihatnya, matanya semakin bias. Seakan memakai filter Instagram yang ada bentuk hatinya.“Heh. Aku tak menyangka kau suka nonton film animasi Disney.” ledek Alex.“Loh kenapa memang? Moral message-nya bagus loh. Dan itu tidak mengurangi kemachoanku.” Balasnya dengan bangga.Alex pun tersenyum dan tertawa kecil.“You look more beautiful when you smile like that.” Ucap James dengan tulus.“Haha. Gombal saja terus.” Balas Alex sedikit gelagapan.
Pagi itu, kepala Alex seperti di hantam oleh palu Thor. Kepalanya sangat berat, mulutnya pahit, badannya sudah seperti makan es campur lalu langsung makan sup panas. Ia memberisut dan membuat bungkusan rapat dengan selimutnya. Alex sudah mengabarkan Mira kalau hari ini ia tidak masuk kerja. Mira terlihat khawatir saat di teleponnya,“Kau tidak apa-apa? Aku akan langsung ke tempatmu, sekarang.” ujar Mira dengan nada khawatir lagi.“Tidak usah. Kau di kantor saja. Hari ini aku tidak ada urusan yang urgent kan?” tanya Alex dengan suara serak.“Tidak ada. Kau sudah minum obat?”“Sudah. Tenang aja kenapa sih.”“Baiklah kalau begitu. Nanti aku akan bawakan bubur kerumahmu setelah pulang kantor. Istirahat Lex, jangan main laptop.” Mira memperingatkan.“Kaay. Kutunggu. Mir, juga tolong titip makanan Mochi ya. Sudah habis, hanya sampai stok nanti siang.” Ujar Alex sambil
Cuaca Perancis sangat di pengaruhi oleh arus Lautan Atlantik. Tekanan arus sedang rendah maka akan mengakibatkan cuaca dingin dan hujan. Sebaliknya jika angin dari timur berhembus, hasilnya cuaca hangat pun muncul dengan gembira, seperti pagi ini yang terjadi di Paris. Awan-awan gelap sisa gerimis kecil kemarin sudah hilang di gantikan dengan matahari yang bersinar dengan cerah.Pagi ini, James merentangkan kedua tangan ke atas sambil melihat Eiffel Tower yang terlihat dari balkon hotelnya. Ia merasa fisiknya sedang sangat fit. Saat menyelesaikan latihan tertutup dengan Steven Argryos kemarin siang, ia merasa sudah siap untuk kembali ke lapangan. Setelah fist bump dengan Argryos datanglah Nole Jovanovic ke arahnya.“Sudah lama tidak melihat tingkah seperti ini di lapangan.” Sanggah Nole Jovanovic tertawa.“Jovanovic! Kau latihan juga hari ini?” tanya James melihat atlet yang memegang peringkat pertama di dunia teni
Durasi pertandingan James kali ini ialah kurang dari tiga jam. Simon memang kuat, tapi belum bisa mengalahkan kemampuan mantan ranking nomor lima di dunia ini. Setelah interview wajib after match, ia langsung meminta ponselnya ke pelatihnya. Segera, ia menekan tombol telepon. Satu sampai empat dering, si penerima telpon belum mengangkatnya. James melirik jam di smartphone, sudah waktunya lunch. Harusnya wanita itu sedang tidak sibuk. Akhirnya setelah dua dering lagi, wanita tersebut mengangkatnya. “Hel..” terdengar suara batuk, lalu melanjutkan “Hello.” Suara wanita itu sangat serak. Apakah dia sedang sakit? Batinnya cemas. James menutup panggilan telepon dan langsung memilih opsi video call. Langsung diangkat oleh Alexandra. “Are you sick?” tanyanya khawatir melihat muka pucat Alex dengan rambut di cepol ke atas yang berantakan. Wanita itu terlihat baru bangun tidur. “Oh. Nothing much. Nanti juga
Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu
Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena
Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke
“Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were
Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia
Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru
Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je
Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece
Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me