Share

Chapter 11

Penulis: Tara Pauline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Latihan berjalan dengan produktif. James menghempaskan tubuhnya ke deretan bangku panjang penonton serta merentangkan kedua tangan dan kakinya. Keringat bercucuran dari segala penjuru tubuh James. Ia mengambil handuk dari tas untuk menyeka keringatnya. Tidak tahan dengan bajunya yang sudah basah, ia membukanya dan membiarkan tubuh bagian atasnya bertelanjang dada. Lalu segera mengambil botol minum berisi Evian dan langsung meneguk isinya dengan beringas. Ia duduk santai sebentar sambil menunggu napas memburunya mereda. James mengecek smart phone,

“Wow, sepertinya hari ini aku menyelesaikan latihan terlalu cepat. Don’t you think, coach?” ujar James sambil cengengesan. Max sedang mengecek kondisi kakinya.

“Ya ya ya. Motivasimu untuk latihan harus ku akui hari ini produktif dan relative lebih cepat.” Pria separuh baya berambut pirang terang kecokletan itu harus terpaksa setuju.

“I swear, jika kau sudah set u

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Breakfast at Midnight   Chapter 12

    “It’s alright. Haven’t been long in here too.” Balas James dengan sumringah.Oh, jadi ini biang yang bikin satu lantai klimaks. Batinnya mengomel.“Mir, boleh tolong siapkan minum untuk Mr. Winston?” Alex memerintahkan Mira dengan suara dingin. Mira masih dengan senyum penuh arti lalu keluar meninggalkan mereka berdua,“How in the world you could possibly know where my office are?” tanya Alex dengan dingin sambil beranjak dan duduk di kursi kerjanya.“Let’s just say, a little birdie told me.” James masih membalas dengan nada sumringah.Little birdie ndas-mu. Pasti kerjaan Madeline Darcy. Batin Alex dongkol.“What can I do for you today, Mr. Winston?” tanya Alex sedikit menyindir, sambil mengatupkan kedua tangannya di atas meja, ala-ala gaya-gaya serius bisnis.“Oh. Kau hari ini j

  • Breakfast at Midnight   Chapter 13

    Sejak terakhir setelah pertemuan makan siang mereka, atau bisa dibilang paksaan makan siang oleh James. Lelaki itu mendevosikan waktunya untuk fokus pada latihannya. Ia berusaha terlalu keras dalam training exercise-nya dari Barbell squat[1], Lat pulldown[2], Cable Wood Chop[3], hingga Romanian deadlift[4]. Pelatih dan gym trainer sudah mengingatkan agar tidak terlalu memaksakan diri dalam latihan early pre season ini, agar tubuhnya tidak kaget dengan perubahan. Ia hanya mengiyakan tapi tidak mendengarkan. Keberuntungan masih berpihak padanya, ia dapat menyelasaikan latihan tanpa perlu khawatir dengan cedera kakinya yang akan kambuh. Sudah dalam keadaan bersih bebas dari keringat, ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran King size. Ia melamun sambil mengingat kembali kejadian terakh

  • Breakfast at Midnight   Chapter 14

    Demi memenuhi tantangan Alexandra terhadap dirinya (well, yang hanya terjadi di pikirannya) karena harga dirinya sebagai pria sedang di pertaruhkan. Sekali ia menantang dirinya untuk melakukan sesuatu, maka apapun rintangannya pasti ia akan selesaikan. Walaupun di kenyataan, ia sudah mangkir hampir satu minggu. Contoh, seperti hari ini ia mendapat ide seperti kilat mendadak yang datang pada hari terang benderang. James ingat terakhir kali bertemu dengan wanita berambut bergelombang hitam kecokelatan saat di bangku taman Victoria Embankment, ia sangat menikmati memakan cupcakes. Taraf kata “menikmati” sepertinya kurang tepat, cinta mati adalah kata yang lebih tepat. Ia memacu Range Rover SUV hitamnya menuju Éclair L’amour yang terletak di South Kensington. Tanpa basa-basi, ia segera mengistrukan kepada pegawai toko untk membungkus semua éclair dan choux yang ada di display

  • Breakfast at Midnight   Chapter 15

    Starbucks adalah salah satu franchise kopi terbesar di dunia. London, yang merupakan one of the biggest city in the world pun juga andil dalam hal itu. James telah duduk di kedai franchaise yang terletak dengan Hyde Park. James telah duduk dengan tumbler kopinya yang sudah ada diatas meja, ia membuka ponsel dan menekan aplikasi Whatsapp. Di tekannya kontak Elsa Frozen. Ya, itu adalah nama kontak Alexandra yang di simpan oleh James.Tahu darimana ia bisa mengenal karakter Elsa? Well, all blame to Joanna. Keponakan sepupunya. Beberapa tahun lalu, acara natal tahunan keluarga Winston sudah menjadi acara wajib yang harus di datangi oleh James. Waktu itu sepupunya, Brian dan istrinya akhirnya membawa Joanna, anak perempuannya yang berumur lima tahun.Nah, Joanna ini pas dikenalkan dengan James, kemana-mana harus dengannya, jika tidak ia akan merengek dan menangis sekeras-kerasnya. James yang waktu itu masih kaku te

  • Breakfast at Midnight   Chapter 16

    Seorang laki-laki tampan dengan gagah berjalan memasuki lobby H House. Semua mata tertuju padanya. Sudah pasti karena diantara para karyawan dan karyawati yang memakai baju kerja, ia begitu mencolok dengan mengenangkan pakaian santai satin navy blue bomber jacket dipadukan dengan trouser pants senada, tidak lupa dengan navy blue Nike Air Vapormax Flyknit. Rambutnya yang di styling secara acak-acakan malah membuatnya semakin stand out di antara orang lainnya. Ada yang meliriknya diam-diam, ada juga yang terang-terangan, bisik-bisik pun mungkin sudah terdengar ke telinga pria tersebut. Ia berjalan menuju sofa hitam panjang yang terletak di ujung kanan dari tempat resepsionis. James melirik jam tangannya. Sekarang ia hanya tinggal menunggu, sambil memperhatikan ke arah lift. Ya, ia hari ini akan “tabrak langsung” mangsa yang ditunggu-tunggu. Tapi sudah lewat dari dua jam, wanita itu belum muncul-muncul juga.

  • Breakfast at Midnight   Chapter 17

    “Welcome to my humble home. Masuk saja. Tak usah malu-malu seperti itu.” Ujar James dengan ramah mempersilahkan Alex masuk ke dalam apartemennya. Alex masuk ke dalam apartemen yang untuk ukuran laki-laki single sangat sangat rapi sekali. Tata ruangannya memberikan kesegaran yang modern dan maskulin. Luasnya tiga kali lipat lebih besar dari flat miliknya. Di sudut utara, ada sofa panjang berbentuk L bewarna abu-abu tua, temboknya di pasang empat persegi lukisan abstrak hitam putih singa, zebra, gajah, dan serigala. Beyond majestic and looking expensive in her eyes. Di depan sofa, terdapat furniture meja bulat oval dengan kaca bening dengan tumpukan buku dan majalah yang sedikit berantakan. Bersebrangan dengan sofa terdapat flat screen TV super besar di atas credenza. Dekat dengan jendela kaca yang memanjang yang memperlihatkan indahnya sungai Thames di malam hari. What a breathtaking view.&n

  • Breakfast at Midnight   Chapter 18

    Ada hal-hal remeh yang akan membuat hidup menjadi kalang kabut. Pertama, saat ia sangat takut bahwa tangannya tidak akan sampai untuk menangkap Alex yang akan segera jatuh ke jalan. Kedua, adalah hal yang sekarang James alami. Tanpa pikir panjang, melihat Alex yang basah total membuat James ingin membawanya kemanapun untuk segera mengganti baju basahnya. Ia segera inisiatif untuk kembali ke flat-nya karena memang jarak rumahnya lebih dekat dibanding dengan rumah Alexandra. Awal mulanya, ia tidak ada berpikiran apa-apa. Ia murni membawa Alex ke rumahnya agar wanita itu bisa segera berganti baju agar tidak sakit. Sampai melihat Alexandra dengan baju miliknya yang kedodoran dan berjalan-jalan malu kecil di atas lantai kayu ek flatnya. Sepertinya memakai baju (biarpun itu hanya sweater dan sweat pants yang sudah lama tak terpakai) miliknya oleh Alexandra memiliki efek yang luar biasa terhadap lelaki itu. Keingina

  • Breakfast at Midnight   Chapter 19

    Alex sedang mengetik lincah untuk editorial essay.[1] Bukan main job-nya, melainkan tugas Bob. Alex hanya bertugas untuk mengawasi apa yang akan ditulis di editoral essay, tetapi Alex memang suka menulis. Jadi, tiap bulannya ia akan memeriksa tugas Bob dan menambahkan apa yang kurang untuk ditambahkan. Bunyi ketikannya di keyboard sangat cepat, hingga jika Macbook Air-nya bisa berbicara Jangan siksa aku, mbak. Ampun ohok... ampun... Sambil terbatuk-batuk keras dan memohon Alex untuk tidak terlalu mengeksplotasi dirinya sampai berdarah-darahnya seperi ini.“Kau serius sekali.” Ucap Mira sambil membawa hot chocolate dan diletakkan di meja Alex.“Hmm.” Balas Alex sambil mengumamkan, tidak memelankan kecepatan mengetiknya.“Kau lagi ngerjain apa sih?”“Biasa, editorial essay.”“Lex, bulan ini target sales kita sudah melewati target. Dan

Bab terbaru

  • Breakfast at Midnight   Epilogue

    Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu

  • Breakfast at Midnight   Chapter 64

    Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena

  • Breakfast at Midnight   Chapter 63

    Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke

  • Breakfast at Midnight   Chapter 62

    “Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were

  • Breakfast at Midnight   Chapter 61

    Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia

  • Breakfast at Midnight   Chapter 60

    Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru

  • Breakfast at Midnight   Chapter 59

    Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je

  • Breakfast at Midnight   Chapter 58

    Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece

  • Breakfast at Midnight   Chapter 57

    Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me

DMCA.com Protection Status