Semua Bab Breakfast at Midnight: Bab 21 - Bab 30

66 Bab

Chapter 20

Hamparan angin malam menerpa wajah James. Ia sedang berdiri dengan satu tangannya menyangga dagunya di senderan balkon, memandang Sungai Thames yang terletak di depan persis apartemennya. Terakhir, ia melihat pemandangan ini bersama dengan wanita cantik berambut panjang dengan beberapa helai rambutnya di terpa angin, memakai baju kedodoran milik James, dengan mata berbinar kagum melihat panorama menakjubkan ini.Sudah hampir dua minggu ini, ia terakhir bertemu dengan Alexandra. Dengan jadwal latihan yang semakin padat, Roland Garros hanya berjarak seminggu lagi. James sama sekali tidak bisa mencuri waktu untuk menemui wanita itu. Ia ingin mengabari lewat whatsapp, tapi ia tidak tahu apa yang akan ia katakan. Karena bingung, akhirnya ia memutuskan untuk stalking Alex di media sosial. Ia mencari namanya di google. Artikelnya tidak terlalu banyak hanya kilasan interview Bijou dan berbagai media berita fashion lainnya. James melihat vi
Baca selengkapnya

Chapter 21

Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuh James saat ia melihat senyuman kecil Alexandra terhadap dirinya. Hari ini Alex mengenangkan atasan cap sleeves bewarna hitam dipadukan dengan jaket leather black dan rok merah crimson panjang ¾ di atas kaki dengan potongan rumbai sederhana seperti selada membuatnya terlihat feminim. Astaga, dia makhluk tercantik yang pernah James lihat. Atau karena semakin melihatnya, matanya semakin bias. Seakan memakai filter Instagram yang ada bentuk hatinya.“Heh. Aku tak menyangka kau suka nonton film animasi Disney.” ledek Alex.“Loh kenapa memang? Moral message-nya bagus loh. Dan itu tidak mengurangi kemachoanku.” Balasnya dengan bangga. Alex pun tersenyum dan tertawa kecil. “You look more beautiful when you smile like that.” Ucap James dengan tulus. “Haha. Gombal saja terus.” Balas Alex sedikit gelagapan.
Baca selengkapnya

Chapter 22

Pagi itu, kepala Alex seperti di hantam oleh palu Thor. Kepalanya sangat berat, mulutnya pahit, badannya sudah seperti makan es campur lalu langsung makan sup panas. Ia memberisut dan membuat bungkusan rapat dengan selimutnya. Alex sudah mengabarkan Mira kalau hari ini ia tidak masuk kerja. Mira terlihat khawatir saat di teleponnya,“Kau tidak apa-apa? Aku akan langsung ke tempatmu, sekarang.” ujar Mira dengan nada khawatir lagi.“Tidak usah. Kau di kantor saja. Hari ini aku tidak ada urusan yang urgent kan?” tanya Alex dengan suara serak.“Tidak ada. Kau sudah minum obat?”“Sudah. Tenang aja kenapa sih.”“Baiklah kalau begitu. Nanti aku akan bawakan bubur kerumahmu setelah pulang kantor. Istirahat Lex, jangan main laptop.” Mira memperingatkan.“Kaay. Kutunggu. Mir, juga tolong titip makanan Mochi ya. Sudah habis, hanya sampai stok nanti siang.” Ujar Alex sambil
Baca selengkapnya

Chapter 23

Cuaca Perancis sangat di pengaruhi oleh arus Lautan Atlantik. Tekanan arus sedang rendah maka akan mengakibatkan cuaca dingin dan hujan. Sebaliknya jika angin dari timur berhembus, hasilnya cuaca hangat pun muncul dengan gembira, seperti pagi ini yang terjadi di Paris. Awan-awan gelap sisa gerimis kecil kemarin sudah hilang di gantikan dengan matahari yang bersinar dengan cerah.Pagi ini, James merentangkan kedua tangan ke atas sambil melihat Eiffel Tower yang terlihat dari balkon hotelnya. Ia merasa fisiknya sedang sangat fit. Saat menyelesaikan latihan tertutup dengan Steven Argryos kemarin siang, ia merasa sudah siap untuk kembali ke lapangan. Setelah fist bump dengan Argryos datanglah Nole Jovanovic ke arahnya. “Sudah lama tidak melihat tingkah seperti ini di lapangan.” Sanggah Nole Jovanovic tertawa.“Jovanovic! Kau latihan juga hari ini?” tanya James melihat atlet yang memegang peringkat pertama di dunia teni
Baca selengkapnya

Chapter 24

Durasi pertandingan James kali ini ialah kurang dari tiga jam. Simon memang kuat, tapi belum bisa mengalahkan kemampuan mantan ranking nomor lima di dunia ini. Setelah interview wajib after match, ia langsung meminta ponselnya ke pelatihnya. Segera, ia menekan tombol telepon. Satu sampai empat dering, si penerima telpon belum mengangkatnya. James melirik jam di smartphone, sudah waktunya lunch. Harusnya wanita itu sedang tidak sibuk. Akhirnya setelah dua dering lagi, wanita tersebut mengangkatnya. “Hel..” terdengar suara batuk, lalu melanjutkan “Hello.” Suara wanita itu sangat serak. Apakah dia sedang sakit? Batinnya cemas. James menutup panggilan telepon dan langsung memilih opsi video call. Langsung diangkat oleh Alexandra. “Are you sick?” tanyanya khawatir melihat muka pucat Alex dengan rambut di cepol ke atas yang berantakan. Wanita itu terlihat baru bangun tidur. “Oh. Nothing much. Nanti juga
Baca selengkapnya

Chapter 25

Mata Alex sekarang benar-benar terbuka. Dirinya sudah tak mengantuk lagi. Setelah menerima video call singkat dengan James. Ia merasakan kemarahan yang terselip di balik nada James yang monoton itu. Malah tadi sambungan terputus karena baterai ponselnya habis. Hhhh. Alex melihat atap dinding di atasnya, gantungan lampu two tier light brass chandelier yang tergantung di tengah ruangan. Kristal tersebut terlihat berkelap-kelip membiaskan cahaya matahari ke seluruh ruangan. Alex berbalik ke kiri dan melihat sekilas pemandangan yang ia lihat setiap hari melalui sash window-nya. Bagus. Sekarang Alex benar-benar merasa bersalah karena tak memberitahu dirinya sedang sakit. Kenapa? Simply because she didn’t want to be look at when she’s indeed a vulnerable one. Dirinya seakan belum ingin James untuk melihatnya sedang rapuh. Sakit juga berarti rapuh, ya kan?Alex mengguling-gulingkan dirinya seperti sosis yang di pa
Baca selengkapnya

Chapter 26

Tadi dia bilang apa? Batin James dengan tidak percaya. Dia tadi menyiratkanku dengan "my man"? Berarti ia sudah menganggap ku sebagai pacarnya??! Batinnya sudah berhore-hore dan twerking-twerking ria ala Miley Cyrus. James segera menatap wanita yang sedang tersenyum ada sedikit kejahilan yang terpancar dari mata hazel yang meluluhkan dirinya sejak pertama kali ia bertemu dengan Alexandra. James mendekatkan tubuhnya ke Alex. Alex juga memajukan tubuhnya ke arahnya. Wajah James sudah sangat dekat dengan wajah Alex, wanita itu perlahan menutup matanya. Jantung James yang sudah berdansa dengan tempo intensitas tinggi, berdentum dengan kencang ketika bibir mereka hanya berjarak beberapa senti lagi…. “Honey, I’m home!” teriak suara wanita cempreng membuka pintu apartemen Alex. Bibir James langsung di block karena Alex mementalkan wajah lelaki itu dengan satu tangannya. Dagu James langsung terhempas ke atas dengan kekuatan tangan
Baca selengkapnya

Chapter 27

Pada saat James tiba di hotelnya, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Matahari diperkirakan baru akan terbenam dua jam kemudian, langit masih cerah dengan awan biru menghiasi langit di cakrawala kota Paris. Efek dari titik balik matahari. Seluruh tim James serta Juan dan Stefan juga sudah nangkring di kamarnya itu.“You’re back!’’ seru Juan bernafas lega.“Thank God, tadinya kita ada rencana untuk menjemputmu balik dari London.” Stefan langsung ikut menyahut.“Guys, guys. Lihat? Sesuai janji-ku aku balik, kan?” Ia menatap seluruh tatapan mata yang melihat dirinya. “Ok, Juan, Stefan, kalian kembali dulu ke kamar kalian masing-masing.” Pelatih James berkata kepada teman anak didiknya itu, lalu melanjutkan,“Aku ingin berbicara sebentar dengan James. Private.”Stefan dan Juan beranjak keluar sambil melihat James yang sudah berhad
Baca selengkapnya

Chapter 28

Keesokan paginya, Alex terbangun dengan perasaan luar biasa. Badannya terasa sangat sehat. Bahkan,  ia sempat menyempatkan cardio dance workout selama 15 menit sebelum pergi ke kantor. Ia menatap refleksinya sendiri di cermin antik miliknya yang hari ini mengenangkan high neck tank top dengan high waist flair jeans bewarna hitam dengan strapless heels sandals yang menghiasi kakinya. Alex menata rambutnya dengan gaya sleek low bun. It’s summer. But make it cool, like a big boss hotshot. Bergegas keluar setelah mencium Mochi, Alex memutuskan untuk menaiki tube hari ini. Langit hari ini sangat cerah di banding hari-hari biasanya. Kakinya berjalan menuju toko roti favoritnya yang tak jauh dari apartemen dan memesan bagel krim, keju, apel, dan madu. Setelah tiga tahun memakai heels, kakinya sudah terbiasa. Dulu waktu awal-awal kerja, ia memakai ankle boots atau sneakers. Tapi setelah menjadi
Baca selengkapnya

Chapter 29

James berselonjor di sofa kamar hotelnya. Ia berhasil menuju ke pertandingan perempat final. Kembali ke Paris setelah kabur tanpa memberitahu tim kecuali coach membuatnya ia kehilangan kebebasan menggunakan ponselnya. Dengan kata lain, ia tidak bisa menghubungi Alexandra dalam dua hari ini. Ia kemudian mengingat kembali saat Alexandra menyambutnya dengan tampilan topless yang membuatnya speechless. Wajahnya memerah lagi. James masih mengingat jelas betapa mulus, perfectly round shape, dan bounceful aset yang dimiliki oleh pacarnya…. Bagus. Sekarang bagian tubuh bawahnya bereaksi lagi. Ia segera menghilangkan pikiran kotornya itu dan mengambil ponsel yang sudah menjadi miliknya lagi dan menekan nomor Alex.“Hey...” sapa suara wanita itu di sebrang telepon.“Hi, Jidat lebarku. Kau sedang sibuk?” James menyapanya lagi dengan nada ceria.“Hm tidak. Ini aku lagi tiduran saja.”&ldqu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status