Share

Chapter 28

Penulis: Tara Pauline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keesokan paginya, Alex terbangun dengan perasaan luar biasa. Badannya terasa sangat sehat. Bahkan,  ia sempat menyempatkan cardio dance workout selama 15 menit sebelum pergi ke kantor. Ia menatap refleksinya sendiri di cermin antik miliknya yang hari ini mengenangkan high neck tank top dengan high waist flair jeans bewarna hitam dengan strapless heels sandals yang menghiasi kakinya. Alex menata rambutnya dengan gaya sleek low bun. It’s summer. But make it cool, like a big boss hotshot.

Bergegas keluar setelah mencium Mochi, Alex memutuskan untuk menaiki tube hari ini. Langit hari ini sangat cerah di banding hari-hari biasanya. Kakinya berjalan menuju toko roti favoritnya yang tak jauh dari apartemen dan memesan bagel krim, keju, apel, dan madu. Setelah tiga tahun memakai heels, kakinya sudah terbiasa. Dulu waktu awal-awal kerja, ia memakai ankle boots atau sneakers. Tapi setelah menjadi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Breakfast at Midnight   Chapter 29

    James berselonjor di sofa kamar hotelnya. Ia berhasil menuju ke pertandingan perempat final. Kembali ke Paris setelah kabur tanpa memberitahu tim kecuali coach membuatnya ia kehilangan kebebasan menggunakan ponselnya. Dengan kata lain, ia tidak bisa menghubungi Alexandra dalam dua hari ini. Ia kemudian mengingat kembali saat Alexandra menyambutnya dengan tampilan topless yang membuatnya speechless. Wajahnya memerah lagi. James masih mengingat jelas betapa mulus, perfectly round shape, dan bounceful aset yang dimiliki oleh pacarnya…. Bagus. Sekarang bagian tubuh bawahnya bereaksi lagi. Ia segera menghilangkan pikiran kotornya itu dan mengambil ponsel yang sudah menjadi miliknya lagi dan menekan nomor Alex.“Hey...” sapa suara wanita itu di sebrang telepon.“Hi, Jidat lebarku. Kau sedang sibuk?” James menyapanya lagi dengan nada ceria.“Hm tidak. Ini aku lagi tiduran saja.”&ldqu

  • Breakfast at Midnight   Chapter 30

    Alex mengelap tetesan peluh keringat yang jatuh dari dahinya. City of Lights sangat lebih panas daripada yang ia ingat. Setelah mengecek jadwal yang di beri oleh asistennya, Alex mempunyai waktu untuk sneak out dan melihat pertandingan James secara langsung. Akhirnya, Mira menghubunginya agak malaman hari itu, “Everything looks alright. Tapi besok kau ada undangan dari ICY. London’s Menswear Fashion Week sudah kick off.” Jawab Mira di layar Ipadnya. “Ok. Apalagi jadwalku untuk acara itu?” “Oliver Spencer dan Phoebe English man, lusanya.” “Noted.” Alex mengetik jadwalnya di agendanya sendiri. “Ok, aku besok off dulu ya. Keep me posted kalau ada apa-apa.” “Ooo pasti deh urusan your baby. Alex’s got a lovesick.” Mira meledeknya dengan jahil. Alex menatap tajam dan hanya melambaikan tangannya dan mematikan video call.

  • Breakfast at Midnight   Chapter 31

    Setelah menghadiri after match interview, James menuju ke ruang ganti. Ia meletakkan tas duvel-nya dan duduk di kursi panjang. James menghela nafas dan merentangkan kedua tangannya ke kedua sisi dan kepalanya menghadap ke atas menatap dinding ruang ganti itu. Sseseorang mengetuk pintu ruang ganti. Pelatih disusul oleh kedua sahabatnya Stefan dan Juan yang pada saat itu ikut menonton pertandingan James juga. “Boy, kau sudah berusaha keras.” Pelatih sekaligus ayahnya berusaha menyemangati anak didiknya itu. “Ya, kau baru saja comeback dan kau sudah berhasil masuk perempat final. Don’t be so hard on yourself.” Kali ini Juan yang berkokok. “Tidak gampang sampai ke tahap ini setelah sembuh dari cedera kaki. Give yourself a credit, bro.” Stefan menyentuh bahu James yang masih menatap ke atas dinding. “Thanks mates.” James mengucapkan terima kasih dan melihat para sahabat dan pelatihnya menyemangatinya la

  • Breakfast at Midnight   Chapter 32

    Alex dikelilingi oleh tiga lelaki di bistro cozy yang terletak di Rue de la Cerisae. James mengenalkan Juan Xavier dan Stefan Zakharov yang dianggap sebagai kedua sahabat dekatnya. Keduanya juga merupakan atlet professional tenis. Mereka berdua melihat Alex seperti contoh spesimen menarik. Juan, si atlet Spanyol melihatnya dengan senyum menggodanya yang mengingatkan Alex dengan Chesire Cat, akan tetapi sepertinya laki-laki itu tak suka dengan dirinya karena ia telah merebut sahabatnya. Sementara itu, si serius orang Rusia dengan aksen lucu dan rambut pirang tapi ada bekas-bekas sisa habis di cat bewarna pink? Alex sedikit mengernyit. Melihat Alex dengan datar, tapi ada kilatan menarik di matanya untuk mengetahui watak dirinya.“So, Alex. Sudah berapa lama kau dengan James dating?” Juan dengan santai mendekat ke arah dirinya yang duduk di sebelah kirinya, membuat tatapan yang mungkin setiap wanita melihatnya akan pingsan dan mencoba menya

  • Breakfast at Midnight   Chapter 33

    Fashion show ICY telah dimulai. Alex sudah duduk manis di front row[1]. Hanya selang dari beberapa tempat duduk darinya, dia melihat Nicholas Hoult dan Alex Pettyfer bersama pacarnya yang entah Alex tidak tahu namanya. Para model yang berseliwurean di catwalk memakai baju yang memakai warna-warna terang bold dan memiliki kesan punk. Campuran tabrak warna itu membuat koleksi brand mainly for menswear but they also made womenswear awal mulanya yang berfokus pada rajutan, yang sekarang menjadi brand sportwear terlihat lebih cheerfully aesthetic. Terlalu ramai di mata Alex, tapi secara overall masih bisa ditoleransi. Favorit Alex adalah denim from head to toe dan sweater rajutan dengan gambar Mickey Mouse dan Looney Tunes. The cutest!James Smith, direktur kreatif dari ICY datang menyambut Alex setelah acara fashion show-nya telah

  • Breakfast at Midnight   Chapter 34

    Pagi ini James mendapat kabar dari timnya bahwa ia harus membintangi model untuk casual suit untuk brand yang menjadi salah satu endorsement-nya. Siang nanti, ia sudah harus standby di Greenfields jam 11. Hmm, lokasinya tidak jauh dari kantor Alexandra, mungkin nanti aku bisa makan siang bersamanya, batin James dengan senang. Setelah mengantar Alexandra pulang, ia menciumnya lagi sebelum pamit pulang ke rumahnya. James masih ingat rasa bibir berbentuk hati wanita dan rasanya dirinya langsung candu. Jika sudah bertemu bibir itu, sepertinya ia tak akan mau lepas selamanya. Oh Tuhan, sampai mati pun ia yakin ia tak bisa hidup tanpa bibir itu. James sudah tak sabar untuk mendapatkan jatahnya lagi setelah bertemu Alex nanti.Manajer a.k.a pelatihnya a.k.a ayahnya merangkap semua jobdesc penting dalam kehidupan James. Selain menjadi pelatih, ayahnya ini sempat belajar di Cambridge mengambil jurusan manajemen. Ayah

  • Breakfast at Midnight   Chapter 35

    Sesuatu sedang menjilat tangan Alex yang sedang dalam tidur posisi tengkurap. Alex segera terbangun, melihat Mochi yang dari tadi menjilatnya sedang menatap master-nya dan segera menuju ke pintu depan. “Hmm, what’s wrong, Mo?” Anjingnya hanya menggongong terus. Lalu Alex mendengar ketukan pintu. Siapa sih yang menganggu mimpiku dengan Robert Pattinson? Alex berdecak dengan kesal. Ia merapikan rambutnya dan memakai jubah tidur. “In a minute.” Teriak Alex ke si pengetuk pintu. Ia merapikan penampilannya sekenanya, meminum air dan segera menuju membuka pintu depan. “Yes?” Setelah ia melihat wajah laki-laki yang sangat di kenalnya, ia langsung memasang tampang tak suka. “What are you doing here?” desis Alex menatapnya dengan tajam. Terakhir bertemu, entahlah pokoknya mereka sudah lama tak tidak bertemu sejak pertengkaran tolol itu. Alhasil, dia juga kesal dan kerjanya juga jadi berantakan. Untungnya, ia masih bisa fo

  • Breakfast at Midnight   Chapter 36

    "Hello there, darling.” James mengangkat Mochi ke pelukannya, anjing itu mengonggong senang, “You miss me?” Mochi menjawab guk guk, tapi James yakin anjing kecil itu dengan senang menggoyang-goyangkan ekornya dua kali lipat lebih semangat saat dirinya datang. “I miss you too. Your mum akhir-akhir ini bagaimana? Apakah dia cranky seperti aku juga?” James mencium kepala Mochi dengan sepenuh hati. Mood James saat pertengkarannya dengan Alex sangat uring-uringan. Saat latihan dia lebih cranky daripada wanita sedang menstruasi. Kadang ia sampai melempar raketnya dan mengomel dengan berbagai macam umpatan karena latihannya tidak berjalan dengan lancar. Timnya sampai kaget karena James baru pertama kali seperti ini. Sekalipun ia kesal, ia tidak akan pernah melempar raket tenisnya dengan sembarangan. “Boy, ada apa dengan-mu? Kau sedang ada masalah?” “Hah? Oh tidak, Dad.” “Kau yakin?” Ayahnya menata

Bab terbaru

  • Breakfast at Midnight   Epilogue

    Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu

  • Breakfast at Midnight   Chapter 64

    Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena

  • Breakfast at Midnight   Chapter 63

    Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke

  • Breakfast at Midnight   Chapter 62

    “Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were

  • Breakfast at Midnight   Chapter 61

    Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia

  • Breakfast at Midnight   Chapter 60

    Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru

  • Breakfast at Midnight   Chapter 59

    Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je

  • Breakfast at Midnight   Chapter 58

    Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece

  • Breakfast at Midnight   Chapter 57

    Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me

DMCA.com Protection Status