Home / Pernikahan / Hasrat Seorang Ipar / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Hasrat Seorang Ipar: Chapter 41 - Chapter 50

66 Chapters

41

41Memasuki usia kehamilan 40 minggu, Mbak Mel mengeluhkan dirinya mulas yang teramat dahsyat. Siang itu, kala kami masih sibuk melayani pembeli di butik, tanpa pikir panjang lagi aku bersama Ibu segera membawa Mbak Mel ke rumah sakit dengan sedan hitam yang dulunya selalu dipakai Mas Wisnu ke mana-mana. Untunglah, sejak tiga bulan yang lalu aku sudah mahir menyetir dan rutin membawa mobil ini. Saat darurat seperti ini kami begitu merasa bersyukur karena ada yang bisa mengendalikan mobil tanpa harus repot mencari orang lain.            Dengan kecepatan lumayan tinggi, kupacu mobil menuju rumah sakit terdekat. Tepat di depan IGD, kuhentikan laju kendaraan. Dua orang perawat dengan sigap keluar sembari mendorong kursi roda.            “Kakak saya mau melahirkan,” ucapku pada mereka.         
Read more

42

BAGIAN 42POV WISNUSiapa yang tak mengenaliku. Wisnu Adhikara, seorang lelaki keturunan Jawa-Lampung-Pakistan yang digilai banyak wanita. Banyak yang bertekuk lutut minta dinikahi sampai ada yang rela kutiduri meski tak diikat dengan status apa pun. Aku heran sebenarnya. Gadis hingga janda di luar sana itu sebenarnya ada masalah apa? Kok mereka rela berbuat demikian, hanya untuk mendapatkan peluk atau bujuk rayu dariku?Melani, adalah sosok perempuan ke seratus yang rela mati hanya demi mendapat cinta dariku. Lima tahun aku bekerja, sudah beberapa wanita main mata dan memohon untuk dimiliki cintanya. Namun, kebanyakan dari mereka menyerah dan memilih hengkang karena tak kuat diabaikan. Maaf, aku tak senang bermain-main dengan ‘orang dalam’. Bagiku mereka adalah penghalang untuk karier. Jika mereka tersakiti, bisa saja nama baikku adalah taruhannya.Melani sungguh berbeda dengan gadis kantor lain yang pernah menangis mengemis cintaku. Dia
Read more

43

BAGIAN 43POV WISNUSore sepulang bekerja, aku cepat-cepat kabur dengan sepeda motor demi menghindari bertemu dengan Melani. Bisa kacau jika dia menghampiriku lagi. Dia pasti memaksa untuk dibonceng atau minta diajak mampir ke kostan. Sudah kubilang, perempuan itu nekat. Tak ada takutnya, meski pada kobaran api sekali pun.Septi sudah kuhubungi untuk menunggu di mal. Dia juga sedang bekerja menawarkan produk terbaru berupa rokok filter dengan rasa mint di sana. Gadis cantik dengan wajah luar biasa tetapi cuek dan jutek tersebut tumben-tumbennya mau diajak ketemuan. Terlebih saat jam kerjanya berlangsung.Aku tiba di lantai empat mal saat hari sudah menunjukkan pukul 17.45 sore. Septi sedang berbincang dengan rekannya di tepi railing kaca dekat eskalator. Aku agak gugup saat melihat wajahnya tengah menatapku dingin."Hai, Sep, San. Apa kabar?” Kubenarkan letak rambut yang agak berantakan akibat membuka helm saat di parkiran. Sandr
Read more

44

Bagian 44POV WisnuKupacu laju motor yang baru saja dihadiahi oleh Tante Merlyn sebulan yang lalu ini dengan kencang. Jangan sampai wanita Tionghoa berusia 48 tahun itu menunggu lama di apartemen. Dia bisa badmood dan bakal marah-marah semalaman jika aku terlambat.Kakiku melangkah agak tergesa kala memasuki kawasan apartemen mewah dengan dua puluh lantai. Gedung tinggi itu berdiri kokoh berdampingan dengan hotel dan pusat perbelanjaan megah, sangat berbanding terbalik dengan kondisi kost milik Septi yang begitu mengenaskan. Jika aku ini lelaki yang hanya memikirkan materi belaka, untuk apa sekadar mengejar cinta dari Septi yang tak berada. Lebih baik aku berhenti bekerja, lalu mengabdikan diri sebagai simpanan wanita kaya raya yang kesepian sekaligus butuh belaian pria. Namun, aku tetaplah seorang lelaki yang ingin mencintai seseorang yang pas di hati dan kriteria itu entah bagaimana ada pada diri Septi yang dingin.Aku menaiki lift, memencet angka 16 untuk mencapai apartemen jenis
Read more

45

Bagian 45POV WisnuSemenjak hari itu, total penghasilan yang bisa kuandalkan hanya bersumber dari gaji dan sedikit lemburan. Kepala makin pening ketika waktu membayar kost tiba. Bagaimana ini? Sementara Mama sudah beberapa kali menelepon minta dikirimi sejumlah uang.“Mama mau bayar arisan, Wis. Bisa bantuin, kan?” Ucapan Mama tadi pagi di telepon sebelum aku berangkat ngantor, terus terngiang-ngiang. Kutengok dompet, uang sisa dua ratus ribu. Rekening kosong, sementara duit sepuluh juta yang dihadiahi Tante Merlyn pekan lalu telah habis untuk tambahan modal Ayah. Aku memutar otak, usaha apa lagi yang bisa dilakukan untuk menambah pemasukan?Open BO di media sosial? Ah, jangan gila! Aku sudah berjanji dalam hati jika Tante Merlyn adalah pelanggan pertama dan terakhir. Aku tak boleh merusak nama baik dengan 'bekerja' pada sembarang wanita. Lagipula, kemarin itu aku bukan melacur, tetapi berperan sebagai simpanan yang begitu dihargai.Saat jam makan siang tiba, solusi belum juga ketem
Read more

46

Bagian 46POV WisnuMelani benar-benar mentransfer uang senilai tiga puluh juta ke rekeningku siang itu juga. Gila! Anak trainee yang belum genap setengah tahun bekerja, sudah jor-joran memberi uang sebanyak itu hanya demi lelaki yang baru dikenal. Apa yang dia harapkan dariku hingga nekat berbuat demikian? Ah, itu urusannya lah. Ini ada rejeki yang betul-betul sayang jika ditolak. Mubazir!Langsung kutransfer lima belas juta buat Mama. Perempuan paruh baya itu seketika menelepon dan mengucapkan terima kasih berpuluh kali. Bangga sekali dia punya anak lelaki sepertiku, begitu ucapnya.Sore sepulang bekerja, kuantar Melani ke rumahnya dengan motor. Perempuan yang biasanya menumpangi ojek maupun taksi online sebagai transportasi sehari-hari tersebut merasa begitu bahagia. Sebab, aku kerap menolak untuk mengantarnya pulang selama ini. Padahal sudah berkali-kali dia minta untuk dibonceng.“Kenapa nggak numpang mobil Pak Sam?” tanyaku dengan penuh selidik.“Udah pernah. Eh, istrinya langsu
Read more

47

Bagian 47POV WisnuMalam itu, setelah merapatkan kancing jaket denim, kupacu kembali laju motor dengan kecepatan sedang. Beberapa kilometer jauhnya aku meninggalkan rumah Melani yang berada di pinggiran kota (agak masuk ke wilayah perkampungan), telepon pintarku bergetar dari dalam saku celana. Aku bergeming dan terus memacu kendaraan, karena hari sudah lumayan malam dan suhu udara cukup dingin menusuk kulit. Namun, panggilan itu terus saja berlangsung tanpa kenal berhenti.Akhirnya, aku menepi dan menghentikan motor tepat di depan halaman sebuah ruko yang telah ditutup. Kurogoh ponsel dan menemukan nama Septi tengah melakukan panggilan. Sontak, aku merasa kaget. Untuk kali pertama, perempuan dingin itu menghubungi duluan. Ada apa ini? Perasaanku malah menjadi tak enak. Apakah sesuatu sedang terjadi padanya?“Halo?” Kuangkat telepon dengan perasaan berdebar. Entah, feeling-ku jadi tiba-tiba tak nyaman.“W-wis ... t-tolong aku—” Gadis itu menangis pilu. Ucapannya terbata seolah tak ma
Read more

48

Bagian 48POV WisnuPagi hari, Septi telah membangunkanku. Gadis itu menggoyang-goyangkan punggungku agak keras. Suaranya terdengar sayup di telinga.“Wis, bangun. Kamu nggak siap-siap ngantor?” Mataku terbuka perlahan. Kuraba bagian bawah bantal, mencari ponsel yang terletak semalaman di sana. Pukul lima lewat lima menit. “Masih pagi, Sep,” jawabku dengan malas dan kembali memejamkan mata.“Nggak sarapan dulu? Aku buatin mie instan? Atau apa gitu?” Suara Septi terus membujuk. Untung suka, kalau tidak, cewek ini sudah kumaki-maki karena mengganggu waktu tidur.“Oke, oke.” Terpaksa aku bangun dan duduk bersandar di kepala ranjang. Septi sudah mandi dan tercium aroma wangi dari tubuhnya yang telah berganti dengan pakaian santai. Kaus putih ketat yang melihatkan warna tank top hitam sebagai dalaman dengan bawahan celana denim sepaha. Sangat pas di tubuh ramping dan kaki jenjangnya itu. Pagi-pagi sudah membuat diriku panas dingin saja si Septi.“Gitu, dong.” Septi tersenyum dan duduk d
Read more

49

Bagian 49POV Wisnu“Mel, k-kamu m-ma-rah ...?” Ucapanku terbata. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan.Melani memicingkan mata, memasang raut tak senang. “Prank!” Gadis itu bersorak girang sembari memeluk tubuhku erat. Sialan! Hampir saja jantung ini lompat dari tempat. Gila!“Hah, kamu, Mel! Keterlaluan betul. Aku sampai deg-degan.” Kuatur napas dan degupan jantung yang iramanya tak beraturan tadi.“Maaf, Sayang. Kan, Cuma bercanda.” Melani memeluk tubuhku, bergelayut manja, lalu mencium pipi berkali-kali.“Jadi? Boleh, nggak?” Aku belum mau menyerah. Melani pasti mau memberikan tujuh juta itu.“Genapin sepuluh juta, gimana? Biar calon mertuaku senang di sana.” Mata Melani berbinar. Gadis ini betul-betul mudah diperalat. Minta 7 malah dikasih 10. Luar biasa!“Nggak ngerepotin?” Pura-pura aku keberatan, biar tak dikira aji mumpung.“Nggak, lah!” Melani menepuk perutku pelan.“Makasih, ya, Mel.” Kukecup puncak kepala Melani. Dia semakin memeluk tubuh ini dengan kencang dan m
Read more

50

Bagian 50POV WisnuSepti malam itu 100% telah jatuh ke dalam liang yang susah payah kugali. Dia luruh bagai abu yang tenggelam dalam samudra luas. Wataknya dingin dan kerasnya dulu nyata hanya topeng semata. Jelas terbaca olehku bahwa gadis ini sama saja dengan yang lain, mudah ditaklukan meski harus mengeluarkan beberapa jurus andalan.Sejak kejadian di hotel bintang lima itu, Septi semakin lekat bagai cat pada tembok. Dia tak sekali pun mau melewatkan waktu tanpa keberadaanku. Sifat aslinya semakin tampak, manja dan bergantung pada lelaki. Sep, bukankah kau menyesal mengapa tak dari dulu menerimaku? Memang dasar mau menerima nasib sial dia, mencicipi kasar dan bajingannya si Rosid dulu baru jatuh ke pelukan seorang Wisnu yang tampan dan berani ini.Seminggu Septi menginap di kost-ku, tanpa membuat Melani sedikit pun curiga. Namun, lama-lama aku lelah juga membagi diri seperti ini. Apalagi harus saling menyembunyikan antara Septi dan Melani. Kadang, saat Melani menjemput di bawah, S
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status