Home / Urban / Lelaki yang Terbuang / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Lelaki yang Terbuang: Chapter 101 - Chapter 110

448 Chapters

Bab 101

Tiba waktunya makan siang, Gallen memilih duduk sendiri di pojok kantin perusahaan.Lokasi itu memberinya akses menyeluruh untuk mengamati setiap orang yang keluar masuk kantin.Gallen makan dengan menu sederhana—seporsi nasi putih dan ikan bakar."Bah, di sini kau rupanya!" Tahu-tahu Sitompul muncul, membawa sepiring menggunung makanan di tangannya. Selera makannya sangat besar. "Kucari-cari kau tak ada. Cepat sekali kau menghilang!" Sitompul duduk berseberangan dengan Gallen tanpa disilakan.Gallen hanya tersenyum simpul."Aku terus saja memikirkan perkataan kau tadi," celoteh Sitompul di sela-sela suapannya."Lupakan saja kalau kau tidak tertarik." Gallen menyahut acuh tak acuh.Sikap santai Gallen yang terkesan tak butuh justru menantang jiwa petualang Sitompul."Bah! Aku tak bilang begitulah," sanggah Sitompul, "Aku ca—"Tatapan tajam Gallen memaksa Sitompul untuk bungkam. Ia segera menyadari suasana kantin teramat ramai. Bukan waktu yang
Read more

Bab 102

Melihat Sitompul masih terombang-ambing di tengah terjangan gelombang kebimbangan, Gallen menghela napas panjang. Ia bangkit.Sebelum berlalu, ia berkata, "Aku telah menjawab semua pertanyaanmu. Giliranmu untuk menjawab pertanyaanku."Kenyataannya, Gallen adalah seseorang yang lebih banyak bertanya untuk menggiring alam bawah sadar Sitompul agar bersedia membantunya.Pintar sekali dia memutar balik fakta!Gallen membungkuk, berbisik tepat di telinga Sitompul, "Kau akan mendapat bayaran dua atau tiga kali lipat dari gajimu sebagai OB."Sitompul menatap kosong, seolah hanya raganya yang ada bersama Gallen, sementara jiwanya pergi entah ke mana.Tak mendapat tanggapan atas iming-imingnya, Gallen menepuk pundak Sitompul, "Kalau kau berubah pikiran, beritahu aku secepatnya!"Sitompul kehilangan minat untuk menandaskan sisa kopi, penutup makan siangnya."Alamaaak! mimpi apa aku semalam? Sial kali nasibku hari ini."Teringat janji Gallen, mata Sitompul berked
Read more

Bab 103

Sepanjang malam, Sitompul tak dapat tidur. Tubuhnya berguling ke kiri dan ke kanan bak cacing kepanasan.Keesokan harinya, ia bangun dengan dua lingkaran tebal mata panda.Selama perjalanan menuju ruangan tempat mangkalnya, otaknya terus menimbang-nimbang untung rugi tawaran Gallen."Tak apalah! Demi mamak sama adikku, nyawa pun akan kugadaikan!" putusnya.Mata Sitompul bergerak liar mencari keberadaan Gallen."Dino, kau lihat Gee-kah?" tanyanya, menepuk pelan punggung Dino yang sedang mengeluarkan pakaian dinasnya dari loker."Gee? Si aneh itu sudah mulai gerak, Bang!" beritahu Dino sambil memasang kancing kemeja kerjanya.Lelaki jomlo itu tak malu-malu mengganti pakaian di depan Sitompul."Bah! Rajin kali dia? Mau jadi karyawan teladankah?"Dino mengedikkan bahu. Lalu, berlalu setelah menyambar ember dan alat pel."Din, kau tahu dia di ruang mana?""Cari saja di ruang bos-bos, Bang!""Bah! Baru kerja dua hari sudah berani masuk ke ruang bos?
Read more

Bab 104

Semangat kerja Sitompul merosot drastis. Tulang-tulangnya lemas seperti jelly. Pengajuan kasbon ke perusahaan gagal. Sementara nasib harapannya pada Gallen juga tak tentu.Seharian ini ia tidak bertemu dengan Gallen, padahal ruangan tempat mangkal mereka sama. Saat jam makan siang pun dia tidak melihat Gallen di kantin."Pak Darius, ada lihat Gee, tak?" tanyanya, mengejar Darius yang akan bertolak menuju pos jaga."Aku sibuk. Mana sempat memperhatikan setiap karyawan."Wajah Sitompul bertambah suram. "Ke mana pula aku mesti cari kau, Gee?"Sitompul bertanya seolah-olah Gallen berdiri di hadapannya.Melangkah gontai meninggalkan pintu gerbang kantor, Sitompul meneteskan air mata, tetapi cepat-cepat disekanya.Malu kalau sampai ada orang yang menyaksikan dia menangis. Masa iya badan besar, jiwa seperti anak kecil.Dalam keyakinan masyarakat sudah terpatri bahwa lelaki tidak boleh menangis. Itu cengeng namanya.Stigma yang aneh!Jelas-jelas laki-laki t
Read more

Bab 105

Setelah sepanjang malam dirundung gelisah dan rasa penasaran, pagi ini Sitompul menapaki markas besar para OB dengan perasaan campur aduk.Perasaan penuh syukur, senang, sekaligus ngeri.Jika tebakannya tidak meleset, maka Gallen sungguh sosok yang patut untuk disegani dan ditakuti.Bagaimana tidak? Mereka baru berinteraksi selama dua hari, tetapi lelaki aneh itu telah mengetahui jati diri dan latar belakang keluarganya nun jauh di seberang pulau tanpa perlu menanyakannya secara langsung.Kata apa lagi yang pantas untuk disematkan selain menakutkan?Gallen seakan punya seribu mata di angkasa. Mata yang dapat mengintip dan mengetahui segala hal kapan saja dia mau. Benar-benar menyeramkan!Baru kali ini Sitompul bertemu dengan seseorang semisterius Gallen.Tercacak di tengah pintu masuk, sejenak Sitompul ragu. Matanya lekat menatap ke depan.Di sudut ruangan, Gallen berkonsentrasi mengganti pakaian.Namun, Sitompul menyadari bahwa ia tidak akan mengetahu
Read more

Bab 106

"Bah! Cepat kali langkah kau, Bos!" Ngos-ngosan Sitompul menyusul Gallen.Butiran keringat menyembul dari setiap pori di keningnya, padahal mentari pagi baru sepenggalah naik."Tak ada yang memintamu mengejarku." Gallen menyahut acuh tak acuh. Tapak kakinya menderap tegap, mendekati ruangan yang menjadi tujuan."Memanglah, tapi ...." Sitompul merapatkan bibir ke telinga Gallen, "Aku masih penasaran sama tugas aku untuk kau. Bilanglah!"Ayunan langkah Gallen melambat, lalu berhenti. Begitu pun dengan Sitompul.Gallen berbisik di telinga Sitompul. Untaian kalimatnya sukses membuat mata Sitompul membeliak, nyaris keluar dari cangkangnya.'Alamak! Aneh kali tugasku! Masa aku diminta mengumpulkan sampah dari ruangan bos-bos?' Sitompul membatin dalam ketidakpercayaan.Dia pikir Gallen akan menginstruksikan dirinya untuk melakukan tindak kekerasan pada seseorang. Tak disangka dia hanya disuruh mengumpulkan semua sampah kertas dari ruangan para petinggi per
Read more

Bab 107

Gallen menarik napas dalam-dalam sebelum mengukir senyuman palsu. Embusan napas leganya mengudara, mengetahui bukan Lukman yang berdiri di depannya, melainkan Rasyid."Ya, Pak?""Tolong belikan makanan. Tadi saya tidak sempat sarapan di rumah."Rasyid mengulurkan selembar uang berwarna merah."Jangan yang pedas ya!""Ya, Pak!"Alis Rasyid melengkung naik, memperhatikan punggung Gallen berlalu.Perasaan akrab dengan wajah Gallen mengusik pikirannya. Dia menggeleng, lalu beranjak menuju ruangannya.Di kantin perusahaan, Gallen sedang menerima kembalian uang belanja titipan Rasyid ketika ponselnya berdering.Melihat nama Hanum yang terpampang di layar monitor, cepat-cepat ia menyambar uang dari pemilik kantin.Ia berjalan dengan setengah berlari meninggalkan kantin."Ada apa?""Maaf, Tuan Kyler," sahut Hanum dari seberang telepon. Nada tegas Gallen membuat hatinya sedikit ketar-ketir, "Ada hal penting yang membutuhkan pertimbangan Anda.""Baik
Read more

Bab 108

"Nggak ikut gabung sama yang lain, Mas Gee?" tegur Saripah—penjaga kantin yang berdarah Jawa. Tangannya sibuk menata dagangannya.Wanita berusia awal empat puluhan itu merasa heran melihat sikap santai Gallen."Memangnya ada apa, Mbak?""Lo, Mas Gee nggak tahu ya?"Gallen menggeleng."Ealaah. Itu lo ... katanya hari ini Bos Besar bakal datang ke perusahaan.""Bos Besar?""Iya. Tuan Stephen Kyler," jelas Saripah, "Karena sudah tua, Bos Besar jarang ke sini. Sesekali datang, ya ... begitu sambutannya.""Semua karyawan bakal berbaris jadi pagar betis," imbuh Saripah, diiringi tawa kecil. "Enak ya jadi orang kaya. Dihormati di mana-mana. Nggak kayak kita, diremehin terus."Gallen tak lagi tertarik mendengar ocehan Saripah. Mendengar nama Stephen Kyler meluncur dari bibir penjaga kantin itu, jemarinya gesit mengetik pesan, lalu melesat menyusul rekan sekantornya.Menyadari kantinnya telah kosong ketika ia menoleh pada posisi Gallen berdiri, Saripah mende
Read more

Bab 109

Di atas singgasana kebanggaannya, Stephen tersenyum semringah. Sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di perusahaan miliknya.Animo para karyawan dalam menyambut kedatangannya memberikan sensasi tersendiri. Ia merasa seolah-olah dirinya adalah seorang eksekutif muda yang digilai para wanita."Apa ini?" tanya Stephen, menyadari sebuah kado teronggok di atas meja kerjanya.Jack yang selama ini menjabat sebagai Manajer Umum terbeliak, tetapi hanya sepersekian detik.Ia segera menguasai diri. Namun, otaknya mereka-reka.Ia tidak memberi perintah kepada sekretarisnya untuk menyiapkan hadiah kejutan. Lalu, siapa yang berinisiatif untuk menjilat Stephen?Jack membungkuk, "Maaf, Tuan. Saya tidak tahu siapa yang begitu baik hati mengirimkan hadiah untuk menyambut kedatangan Anda.""Kau benar-benar tidak tahu?" Stephen memindai roman muka Jack dengan tatapan penuh selidik."Benar, Tuan."Jawaban Jack menumbuhkan rasa keingintahuan yang lebih besar dalam diri Step
Read more

Bab 110

Tragedi kambuhnya serangan jantung Stephen akibat teror dari orang tak dikenal gegas diblokir penyebarannya oleh Jack.Jangan sampai kuli tinta mencium keganjilan tersebut. Jika rumor itu tersebar, reputasi perusahaan Kyler akan terpengaruh.Oknum polisi—penyelidik kasus yang menimpa Stephen—datang dengan menyamar seperti pebisnis muda.Jack memandu Regan ke ruangan Stephen. Dia berdiri di dekat pintu, mengawasi polisi muda itu bekerja.Raut muka Regan tampak masam dan lesu ketika menyadari ruangan Stephen telah dibersihkan sebelum dia datang."Tidak banyak yang bisa dijadikan petunjuk mengingat ruangan ini sudah dibersihkan," keluh Regan. Sorot matanya memandang rumit pada Jack."Ah, itu ... maaf sekali. Karena panik dan suasana sedikit tak terkendali, Tuan Muda Kyler meminta saya menyingkirkan paket itu."Bahu Regan jatuh melunglai."Apa Anda membutuhkannya? Saya akan meminta staf OB untuk mencarikan kotak itu untuk Anda." Jack baru menyadari kelalaiann
Read more
PREV
1
...
910111213
...
45
DMCA.com Protection Status