Home / Urban / Lelaki yang Terbuang / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Lelaki yang Terbuang: Chapter 121 - Chapter 130

448 Chapters

Bab 121

Seharian berkutat dan terkurung dalam ruangan tanpa cahaya matahari langsung, sungguh sangat melelahkan.Jam pulang kerja menjadi momen terindah yang dinanti para pekerja, tak terkecuali Gallen.Namun, Gallen harus merelakan kesempatan pertama untuk meninggalkan gedung kepada para karyawan lain.Ia mengalah dan pulang belakangan. Semua itu demi menghindari tatapan curiga atau rentetan pertanyaan dari mulut-mulut ember bila mereka melihat kantong keresek yang dibawanya pulang.Kinerja Sitompul memang patut diacungi jempol. Lelaki itu telaten memilah berkas sampah yang mengandung data penting.Selesai menyimpan barang bawaannya ke bagasi, Gallen menyalakan mesin.Menikmati belaian sepoi-sepoi angin petang, Gallen membelah jalanan dengan kecepatan rendah.Keningnya mengerut menyadari dua buah mobil tampak mencurigakan.Kecepatan mobil tersebut selalu menyesuaikan dengan laju motor bututnya.'Baiklah. Sepertinya ada yang ingin bermain-main denganku,'
Read more

Bab 122

Jemari Nyonya Gustav mengalami tremor ketika dia mendorong pelan kotak perhiasan menjauh darinya."Lo, tidak jadi dilihat, Nyonya?" Jessy bertanya dengan sebelah alis terangkat."Em ... anu ... permatanya ada warna lain, tidak? Jangan yang biru seperti ini."Padahal yang sesungguhnya, Nyonya Gustav berkeringat dingin setelah Jessy menyebutkan harga satu set perhiasan tersebut.Ia tidak mengira akan semahal itu. Ia pikir ia hanya perlu merogoh kocek beberapa ratus juta saja.Lagi pula, ia berencana membeli perhiasan bukan untuk diri sendiri, melainkan akan dijadikan hadiah untuk Arabelle—wanita yang akan menjadi calon menantunya."Ini bagus lo, Nyonya. Warna birunya seperti kedalaman laut. Langka ini. Yakin Nyonya tidak jadi beli?""Em ... lain kali saja. Kebetulan kami ke sini hari ini sekadar mencari hadiah kecil untuk seseorang. Ada?""Oh, saya pikir untuk Nyonya pakai sendiri."Nyonya Gustav tersenyum mesem. Ia meneguk ludah.Hati kecilnya sangat men
Read more

Bab 123

"Oh, Anda mau melaporkan saya?"Jessy bertanya mengejek ketika Gallen terlihat sibuk menggulir layar ponselnya. "Silakan! Manajer saya terlalu sibuk untuk melayani keluhan pelanggan seperti Anda.""Dia akan datang," sahut Gallen dengan nada datar."Cih! Apa Anda pikir Anda begitu penting?""Hahaha ... kau lucu sekali, Anak Muda!" Gustav tak mampu menahan tawa. "Kau masih juga tak menyadari siapa dirimu.""Betul! Dia tidak tahu malu!""Apa dia pikir barang yang diinginkannya itu imitasi?"Gustav hanya mengomentari sekali, tetapi orang-orang menyahut dengan antusias. Semuanya mengecam kebulatan tekad Gallen dalam mempertahankan keinginannya."Maaf, Tuan-Tuan ... Nyonya-Nyonya ... ada yang bisa saya bantu?"Jasmin—salah satu penjaga toko yang dikucilkan teman sejawatnya karena selalu bersikap jujur—baru saja kembali dari toilet.Ia mengira para pelanggan bertengkar karena tidak sabar menunggu pelayanan. Senja itu, entah kenapa pelanggan yang berkunjung leb
Read more

Bab 124

"Apa yang Anda inginkan, Tuan? Katakan saja! Anda dapat membawa pulang apa pun yang Anda mau tanpa perlu membayar."Duar!Perkataan Bobby laksana gelegar halilintar yang mengejutkan semua orang. Mereka terdiam mematung."Terima kasih. Aku sudah memilih," tegas Gallen, memperlihatkan perhiasan yang dipilihnya kepada Bobby."Anda punya selera yang bagus, Tuan! Baiklah. Saya akan membungkusnya untuk Anda.""Tidak usah repot-repot! Biarkan Nona yang manis ini menyelesaikan bagiannya," tolak Gallen, tersenyum samar pada Jasmin."Ah, tentu, Tuan! Dengan senang hati!" Jantung Jasmin seakan mau meledak saking senangnya karena berhasil menjual satu set perhiasan termahal di toko itu."Cepat!" tukas Bobby, memperingatkan Jasmin.Jasmin mengangguk. Tangannya gemetar saat menata satu per satu item perhiasan yang dibeli Gallen ke dalam kotak."Ini, Tuan!" Jasmin menyerahkan belanjaan Gallen. "Terima kasih telah berbelanja di toko kami!"Jasmin masih belum mengetahui
Read more

Bab 125

Mentari telah terlelap di peraduannya. Menyisakan layung nan kian memudar, bertabirkan gelapnya malam.Mata elang Gallen terus mengawasi pergerakan mobil di belakangnya.Mereka tidak menyerah, meskipun Gallen telah menghabiskan banyak waktu di toko perhiasan.'Kalian sangat keras kepala! Mari sedikit bermain-main!'Seringai licik terbit di wajah Gallen. Ia membelokkan motor butut ke jalan kecil, menghindari keramaian di jalan utama.Melintasi jalan sunyi, di mana perumahan warga tak terlihat dan lahan kosong terbentang luas, salah satu dari mobil itu menikung laju kendaraan Gallen. Menggunting tepat di depannya.Gallen sudah menebak hal ini akan terjadi. Dia mengerem, dan pura-pura hendak memutar haluan.Mobil di belakangnya memepet maju. Memblokir akses Gallen untuk melarikan diri.Enam orang lelaki berbadan kekar keluar dari mobil. Melangkah tegap mendekati Gallen.Tampang mereka sangat tidak bersahabat dengan bibir tersenyum sinis dan tatap
Read more

Bab 126

Tangan Cakra terentang lurus ke depan. Tinjunya terkepal erat. Menyasar ulu hati Gallen.Gallen tegak bergeming. Tersenyum samar saat gebrakan kaki Cakra semakin memangkas jarak di antara mereka.Nafsu membunuh Cakra kian bergelora. Gallen menolak untuk ikut secara sukarela, maka satu-satunya cara yang tersisa untuk membawanya hanyalah dengan melumpuhkannya.Seringai kejam mencebik dari bibir Cakra, "Jangan salahkan aku! Kau sendiri yang meminta semua ini!"Kekuatan Cakra naik menjadi enam puluh persen. Ia yakin Gallen tidak akan selamat dari serangannya.Gallen menatap tak berkedip pada kepalan tinju Cakra. Di matanya, jurus yang ditampilkan pimpinan Tombak Emas itu tampak seperti gerakan bocah lima tahun sedang menirukan aksi pahlawan idolanya dari tayangan televisi.Begitu jarak bertambah dekat, Gallen mengangkat tangannya.Duk!Dua tangan beradu.Gallen tetap bergeming di tempatnya, seolah-olah dia baru saja menepis angin.Berbeda dengan Gallen,
Read more

Bab 127

Sibuk menghindari serangan balik jarum beracun miliknya sendiri, Cakra tak lagi memiliki kesempatan untuk melepaskan koleksi jarum yang bersembunyi di dalam tombak emasnya.Napasnya tersengal-sengal. Sebelah lengannya yang layuh mengganggu kelincahannya."Aaakh!"Cakra merintih kesakitan begitu salah satu jarum emas tersebut berhasil menembus kulit lengan kirinya.Gerakan Cakra semakin lamban. Sebelum dia mampu menguasai diri sepenuhnya, jarum lain bersarang di paha kanannya.Sekali lagi Cakra menjerit, lalu jatuh bergedebuk ke tanah dengan posisi tertelungkup setelah punggungnya menghantam pintu mobil.Dia kalah! Jarum-jarum pelumpuh saraf itu telah bekerja. Lengan kiri dan kaki kanan Cakra mati rasa. Kesadarannya mulai berkurang.Penglihatan Cakra berkunang-kunang. Di matanya, Gallen membelah diri menjadi dua dengan tubuh yang meliuk-liuk.Melihat lawan tak lagi bertenaga, Gallen menyeringai.Ia merontokkan lusinan jarum yang melekat pada cakram bers
Read more

Bab 128

Pagi menjelang, membawa rintik kecil dari langit. Mentari mengintip malu-malu dari balik awan kelabu.Gallen berdiri di teras rumah, menadahkan tangan pada cucuran atap. Sesekali ia menengadah, mengamati perubahan warna langit.Sepertinya rinai pagi ini tidak akan mudah berlalu. Gallen memutuskan untuk tetap berangkat kerja. Menerobos gerimis dengan jas hujan yang sudah sobek di beberapa tempat.Sebelum ke kantor, ia menyempatkan diri untuk mampir, menjenguk Erina."Halo, Nek! Bagaimana kabar Nenek pagi ini?" sapanya dengan wajah ceria."Tulang rentaku serasa beku, tapi kau tidak perlu khawatir. Aku cukup puas karena telah diberi kesempatan menikmati hidup hingga setua ini."Erina menarik selimut hingga ke dada. "Cuaca sedang tidak bagus. Kau tidak perlu repot-repot mampir kemari!"Gallen tertawa kecil, "Aku merindukanmu, Nek!"Sebelah alis Erina terangkat, "Kenapa? Apa kau tidak dapat tidur semalaman karena terus memikirkan cucuku?"Ya Tuhan! Mulut Er
Read more

Bab 129

"Ck! Kenapa kau harus bicara berputar-putar?" "Ya sudah. Kalau Nenek tidak mau makan, aku pamit ya." Gallen bangkit.Lebih cepat hengkang dari ruang perawatan Erina, lebih baik. Gallen pikir ia harus menyelamatkan diri dari rasa malu.Mulut wanita tua itu sangat tajam. Ia sepertinya sengaja mengorek-ngorek isi hatinya. Mengerikan!Sesaat Gallen bengong, menatap kosong ke luar jendela.Semesta tak merestui niatnya. Air bah seakan tumpah dari langit. Menghasilkan bunyi deru yang memekakkan telinga."Hujan deras begini, bagaimana kau akan pergi?" Erina mencibir. Matanya tersenyum mengejek.Erina benar! Kalau tetap nekat menerobos hujan, Gallen yakin ia akan basah kuyup tiba di kantor. Namun, ia terlanjur pamit.Lelaki sejati pantang menarik mundur kata-katanya. Gengsi, apalagi Grizelle memperhatikan dirinya.Ia tidak mau kehilangan muka di hadapan gadis itu dan dicap sebagai lelaki plin-plan."Aku bawa jas hujan, Nek. Tidak apa. Ini cuma hujan air, bu
Read more

Bab 130

Grizelle melemaskan otot-otot lehernya yang terasa tegang. Berjam-jam sudah ia berkutat dengan berbagai macam berkas.Matanya terasa perih karena terlalu lama melototi layar monitor tanpa kedip.Tatapannya tiba-tiba tertumbuk pada payung bermotif bunga yang tersandar di pojok ruangan.Senyum tipis terbit di wajahnya. Terbayang betapa romantisnya perhatian kecil yang diterimanya dari Gallen.Ia sempat merasa kecewa lantaran lelaki itu tak mengejarnya. Siapa sangka Gallen menyiapkan sesuatu yang indah untuknya.Entah dari mana Gallen mendapatkan payung itu. Yang pasti, hatinya berbunga-bunga mendapatkan perlakuan istimewa.'Hem ... dia tidak terlalu buruk!'Tanpa sadar Grizelle bangkit, meninggalkan tempat duduknya. Ia meraih payung yang tersandar di dinding. Mengelus payung itu seperti memanjakan seekor anak kucing.Senyum simpul tak luput dari bibir mungilnya. Namun, seketika senyum itu lenyap. Matanya tak sengaja menemukan serangkaian aksara yan
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
45
DMCA.com Protection Status