Beranda / Urban / Lelaki yang Terbuang / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Lelaki yang Terbuang: Bab 111 - Bab 120

448 Bab

Bab 111

"Maaf, Pak Regan! Saya terpaksa meninggalkan Anda. Ada hal mendesak yang harus saya selesaikan."Jack merasa tak enak hati karena harus membiarkan Regan ditemani oleh Gallen."Tidak apa-apa, Pak. Saya mengerti."Dalam hati, Regan malah bersyukur Jack tidak bisa ikut bersamanya. Dengan begitu, dia punya lebih banyak kesempatan untuk berdiskusi dengan Gallen.Gallen dapat membaca niat terselubung yang memancar jelas lewat binar mata Regan saat lelaki muda itu menatapnya sembari mengumbar senyum simpul."Jangan libatkan aku dalam kasus ini!" tegas Gallen setelah mereka hanya berdua, berjalan menyusuri koridor, "Aku bisu dan tuli. Aku hanya mengantarmu ke sana, selanjutnya terserah padamu!""Aku bahkan belum mengatakan apa-apa!" Regan mati kutu.Aura misterius Gallen makin kuat dan terlalu menakutkan untuk dilawan.Bunga harapan yang bersemi di hatinya, layu sebelum berkembang!Memasuki ruangan pusat kontrol kamera CCTV, Gallen berniat hendak kabur. Namun,
Baca selengkapnya

Bab 112

Di atas telapak tangan kiri Gallen, seekor patung burung hantu bertengger di tepian asbak yang terbuat dari kayu.Matanya yang bulat sempurna tampak hidup dan berkilau ketika tertimpa cahaya."Kau punya mata yang sangat jeli!"Regan mengambil alih asbak karakter itu dari tangan Gallen.Jauh di lubuk hati, ia merasa minder dengan kemampuan Gallen. Sebenarnya, siapa yang berprofesi sebagai polisi di sini?Gallen mengedikkan bahu, "Aku suka bentuknya, terutama bagian mata. Ukirannya sangat halus dan benar-benar tampak hidup."Regan mengerti, "Baiklah. Aku akan membawanya bersamaku."Kerling Regan tertuju pada Amin, "Anda tidak keberatan kan, Pak?"Amin yang tak begitu paham dengan obrolan Regan dan Gallen menjawab santai, "Ah, sama sekali tidak, Pak. Silakan!"Jack berulang kali mewanti-wanti dirinya agar tidak mempersulit penyelidikan Regan. Jadi, dia tidak berani menolak apa pun permintaan polisi muda itu."Ngomong-ngomong, sejak kapan asbak itu bera
Baca selengkapnya

Bab 113

Gallen melakukan aksi bak aktor Hollywood. Tubuhnya mengambang di atas motor saat kakinya melayangkan tendangan berkekuatan tinggi pada punggung bagian atas si pencopet.Begitu jemari Gallen lepas dari setang, motor Gallen berputar, menggunting langkah si pencopet, lalu rebah.Tangan Gallen bergerak sigap, mengunci gerakan lawan sebelum pencopet itu berhasil bangkit."Berengsek! Jangan ikut campur urusanku!" maki si pencopet, berjuang membebaskan diri dari kuncian Gallen. Wajahnya meringis kesakitan."Aku hanya ingin mengembalikan tas ini kepada pemiliknya."Gallen menarik keluar sebuah tas perempuan berwarna hitam dari balik baju si pencopet."Ini bukan milikmu!"Berhasil mendapatkan barang yang diincar, Gallen bangkit. Sebelah kakinya menahan badan si pencopet tetap rebah."Enyah! Kalau aku bertemu lagi denganmu dalam keadaan seperti ini, kupastikan kau akan berakhir di penjara!"Si pencopet terhuyung-huyung menjaga keseimbangan. Tendangan dan kuncia
Baca selengkapnya

Bab 114

"Anda Tuan Gallen, bukan?" ulang suara itu.Ia pikir Gallen diam karena tak mendengar jelas panggilannya."Betul!"Lelaki berperawakan tinggi dengan kulit eksotis itu tersenyum. Sebuah cekungan lesung pipi yang sangat dalam menghiasi bagian kiri wajahnya."Senang bertemu dengan Anda, Tuan!" Lelaki itu mengulurkan tangan, bermaksud menyalami Gallen.Gallen menyambut uluran tangan lelaki tersebut dengan semburat tanya memancar jelas pada iris mata birunya.Dia datang ke Rumah Sakit untuk meninjau kondisi wanita tua yang ia tolong, bukan mencari kenalan baru."Kenalkan, saya Erlan, asisten pribadi Nyonya Besar Dayyan.""Dia ... wanita yang Anda tolong," imbuh Erlan.Tautan alis Gallen mengharuskan dirinya untuk memaparkan identitas Erina."Apa dia baik-baik saja?" tanya Gallen sedetik setelah perasaan lega menyapa hatinya.Wanita renta itu tidak menghilang, melainkan telah berada di tangan yang tepat."Nyonya Besar sudah sadar, dan dia ingin bert
Baca selengkapnya

Bab 115

"Bagian mana yang sakit, Nek? Biar aku lihat!"Grizelle mengalihkan topik pembicaraan untuk menghindari perasaan jengah terhadap Gallen."Aku cuma syok. Selebihnya baik-baik saja."Grizelle tak percaya begitu saja dengan pernyataan neneknya. Diperiksanya setiap jengkal tubuh Erina. Baru kemudian ia mengembuskan napas lega."Aku sudah bilang sama Nenek, tunggu aku pulang kalau Nenek ingin pergi keluar!"Erina merasa tersentuh dengan perhatian Grizelle. Ia nekat pergi sendiri lantaran ingin membelikan sesuatu sebagai hadiah kejutan untuk ulang tahun Grizelle.Akan tetapi, ia tidak bisa mengemukakan alasan itu. Grizelle akan semakin dilingkupi perasaan bersalah."Aku hanya ingin mencari udara segar. Lagi pula, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kupikir tak masalah jika aku pergi sendiri."Erina melempar pandang pada langit-langit ruangan. Serabut jaring laba-laba tampak membentang di beberapa sudut. Memberi kesan suram dan tak terawat. Begitu pula denga
Baca selengkapnya

Bab 116

"Kau lelaki yang baik. Aku percaya kau mampu menjaga dan membahagiakan cucuku.""Harta bisa dicari bersama. Lagi pula, kalian tidak akan hidup miskin setelah menikah selama kalian giat berusaha. Aku hanya minta satu hal, cintai dan lindungi cucuku seumur hidupmu!""Tapi, Nek—""Apa lagi yang kau tunggu, Grizelle?" Erina memotong kalimat protes dari Grizelle. "Umurmu sudah lebih dari cukup untuk menikah. Ini permintaan terakhir dariku. Setelah itu, aku tidak akan meminta apa-apa lagi.""Nek—" Grizelle masih mencoba membujuk Erina agar mau menghentikan rencana gila itu."Grizelle, tolong ... kali ini saja, dengarkan kata-kataku. Ini semua demi kebaikanmu."Grizelle menunduk lesu. Matanya tafakur memandangi jemarinya yang saling bertaut dan gemetar. Lagi-lagi Erina tak memberinya kesempatan untuk bicara.Apa ia egois bila keukeh menolak perjodohan itu?Uhuk! Uhuk!Erina terbatuk saat mencoba duduk. Dadanya terasa sesak.Gallen melompat membantu Erina. Diam
Baca selengkapnya

Bab 117

Erina meraih jemari Grizelle. "Bagaimana denganmu? Beri aku satu alasan yang meyakinkan kenapa kau tak tertarik pada Gallen!"Grizelle tercekat. Apa yang harus dia katakan?Dari penampilan, ketampanan Gallen bahkan lebih unggul daripada seorang model.Setiap kata yang meluncur dari bibir lelaki itu seperti disaring dengan sangat hati-hati. Itu saja sudah cukup menjadi bukti bahwa Gallen termasuk orang yang berpendidikan."Aku ... aku ...." Grizelle kehilangan kata-kata.Erina mengumbar senyum simpul. "Kau tidak punya alasan untuk menolak, bukan?""Baiklah. Mungkin kau syok mendengar permintaanku yang tiba-tiba. Aku akan memberimu waktu tiga hari untuk berpikir.""Jika kau mampu memberiku alasan yang masuk akal dan dapat diterima, aku tidak akan memaksa. Mungkin memang takdirku untuk pergi sebelum sempat melihatmu bahagia."Grizelle menjengkit. Kata-kata Erina seperti ribuan jarum yang menusuk hatinya. Menimbulkan perih dan luka, tetapi tak berdarah."Sekar
Baca selengkapnya

Bab 118

Menyambar baju kaus yang tergantung di punggung kursi, Gallen memakainya sambil berjalan menuju pintu. Suara sandal diseret malas terdengar lesu.Gallen pura-pura mengucek mata dan menguap. "Ada apa?" tanyanya, memindai wajah tegang Falisha dengan mata setengah mengantuk."I–itu, Kak. Wa–wanita gila itu datang kemari."Gallen melirik jam dinding di kamarnya, hampir tengah malam.Wanita gila mana yang bertamu tengah malam begini? Dia tidak mungkin Grizelle, bukan?"Kaaak, Ayo keluaar!" Falisha menyeret paksa lengan Gallen. "Dia terus berteriak memanggil Kakak dari tadi."Melangkah seperti seorang pesakitan yang diseret paksa oleh oknum polisi, alis Gallen mengerut."Galleeen ... keluar kamu!" teriak lantang seorang wanita sambil menggedor pintu. "Aku capek menunggu. Buka pintunya, Gallen!"Mendugas Gallen mengintip dari balik tirai. "Laura? Apa dia sudah gila?"Gallen tak habis pikir bagaimana seorang wanita yang selalu menyombongkan harga dirinya berakhir
Baca selengkapnya

Bab 119

"Akh! Sakit sekali!"Laura meringis sembari memijat pelipis. Ia berusaha bangkit dari tempat tidur dengan susah payah, tetapi pantatnya kembali terempas ke atas kasur."Sial! Kenapa kepalaku sakit sekali?"Laura menopang kepalanya dengan dua tangan. Sesekali ia meremas keras rambutnya dengan frustrasi."Kau sudah bangun?"Joe menaruh semangkuk sup penghilang pengar di atas nakas. Asap putihnya menari di udara, meliuk mengikuti semilir angin.Laura terperanjat, menoleh ke sekelilingnya. Saat itulah ia sadar bahwa ruangan itu bukan kamar tidurnya."Kau tidak ingat bagaimana kau bisa berakhir di sini?" Joe mencibir."Kamu ... kamu sengaja menculikku kemari?"Rahang Joe mengeras. Dalam kondisi mabuk pun Laura masih saja berprasangka buruk pada sepupunya sendiri."Cih! Apa untungnya bagiku menculikmu?" Joe menyembunyikan kedua tangannya dalam saku celana. "Aku tak menyangka kau begitu tak tahu malu!""Kamu ... berani mengumpatku?""Kau pantas mendapatk
Baca selengkapnya

Bab 120

Proses pemakaman Nick berjalan khidmat dalam keheningan yang sempurna.Udara terasa hampa, seakan angin berhenti berembus. Tak mengizinkan dedaunan menyenandungkan kidung sedih.Hanya Gallen yang perhatiannya terpecah. Walau matanya tertuju ke liang lahat, pikirannya mengembara pada sosok misterius yang bersembunyi di balik pohon.Begitu gundukan tanah merah telah membukit di depan matanya, diam-diam Gallen melangkah mundur. Ia ingin mendekati sang pengintai.Gallen berjalan mengendap-endap dari sudut yang berlawanan. Sayang, saat dia tiba di tempat tujuan, pohon itu hanya tegak menjulang tanpa penghuni.Sosok mencurigakan itu telah pergi!Melempar pandangan pada jalanan yang membentang, sebuah mobil SUV berwarna hitam baru saja melaju."Sial! Aku terlambat!" Gallen mengepalkan tangan.Regan masih setia duduk di belakang kemudi. Matanya bergerak liar, mencari keberadaan Gallen.Ekor matanya sempat menangkap gerak Gallen meninggalkan kuburan Nick.Sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
45
DMCA.com Protection Status