Home / Urban / Lelaki yang Terbuang / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Lelaki yang Terbuang: Chapter 91 - Chapter 100

448 Chapters

Bab 91

Berdiri di tengah pintu, muka Joe merah padam menyaksikan Ara melepas kepergian Gallen. Ia benci dikalahkan oleh gembel.Meninggalkan kediaman Guntur dengan hati rasa terbakar, Joe tidak langsung pulang ke rumah. Ia memacu kuda besinya menuju rumah Laura.Ia mengenyakkan pantat dengan keras di atas sofa begitu masuk ke ruang tamu."Mau tante ambilkan minum?" tawar Mama Laura sebelum beranjak memanggil anak gadisnya."Nggak usah, Tante.""Ya sudah. Tunggu saja! Laura sebentar lagi turun."Tidak lama kemudian, Laura berdiri dengan kening mengerut, menatap heran pada Joe yang bersandar lesu dengan mata tertutup rapat."Tumben tampangmu kusut begitu. Habis diterjang badai?"Joe membuka mata dengan malas. "Dihantam tsunami!" sahut Joe asal."Wah, kamu anak ajaib dong, masih bisa bertahan hidup.""Aku sedang tidak ingin bercanda, Laura!""Cih! Sensitif sekali! Kayak cewek lagi dapat, tahu?!"Joe memperbaiki posisi duduknya. "Aku lagi kesal! Tebak si
Read more

Bab 92

Harapan laksana setitik cahaya di ujung lorong nan gulita. Ke sanalah jiwa yang terperangkap putus asa akan melangkah.Begitulah seumpama Gallen saat ini. Jantungnya berdegup riang mengetahui sesaat lagi ia akan bertemu dengan Bellona—salah satu sumber titik terang yang akan membantu mata batinnya untuk melihat fakta di balik kematian Nick.Tiba di tempat tujuan, Gallen terkejut dengan restoran yang dipilih Bellona. Terakhir kali bertemu, mereka berseteru di sana. Tak disangka dia masih menjadi pelanggan setia.Kalau saja Bellona tahu bahwa restoran itu sebenarnya telah diserahkan Willy kepada Gallen, mungkin dia tidak akan memilih tempat itu."Di sini?" tanya Gallen, meyakinkan diri."Yep. Dia sendiri yang memutuskan."Sepertinya kemampuan dan koneksi Bellona tak cukup kuat untuk dapat menyelidiki latar belakang perusahaan yang diincarnya.Begitu memasuki ruang privat, Gallen dan Kenzie disambut oleh pemandangan sesosok tubuh wanita yang membelakan
Read more

Bab 93

Di sisi jalan sebuah gang, berdiri rumah tunggal dua lantai bercat putih, dengan penampakan wajah terlihat suram.Rerumputan di halaman yang luas tumbuh liar, tak terurus. Beraneka ragam bunga telah kehilangan pesona indah.Kecantikan yang sedap dipandang mata tak lagi terlihat. Berganti pemandangan bunga layu bak di musim kemarau. Tangkai dan dedaunan didominasi oleh warna kuning kecokelatan, tanpa mahkota.Seluruh penghuni taman rumah itu seakan sangat menderita oleh jeratan pita berwarna kuning. Ya! Garis polisi masih setia memagari rumah tak berpenghuni itu."Ini ...." Kalimat Gallen menggantung di ujung lidah. "Ya. Ini tempat tinggal almarhum Nick," tegas Regan, seakan dapat membaca tebakan Gallen. "Ayo masuk!"Kriiet!Derit pintu merintih pilu saat Regan mendorong daunnya perlahan. Sekumpulan debu bagai terjaga dari lelap. Kocar-kacir melarikan diri tanpa arah akibat sepakan sepatu.Sebagian menyerang balik Regan dan Gallen dengan menyerbu hidung m
Read more

Bab 94

Nick menyalakan senter dan mengarahkan cahayanya ke dalam sumur. Dia beruntung. Sumur itu kering dan tidak terlalu dalam.Dengan gerakan hati-hati, Nick menurunkan karung setelah melepaskan tali pengikat di bagian kepala.Air matanya meluruh begitu telinganya menangkap bunyi bergedebuk."Maafkan, Paman, Tuan Muda. Paman terpaksa melakukan ini."Nick tergugu. Dadanya berguncang hebat. Jemarinya mencengkeram bibir sumur penuh amarah.Dia marah pada ketidakmampuannya menyelamatkan sang bocah."Tetaplah bertahan, Tuan Muda! Tumbuhlah dengan sehat hingga dewasa. Balaskan dendam kedua orang tuamu!"Selesai menyemangati bocah yang entah sudah sadar atau malah mati, Nick melempar sebungkus roti ke dalam sumur. Sisa sarapannya pagi tadi saat buru-buru meninggalkan rumah.Separuh jiwanya seakan mati ketika ia kembali ke mobil.Begitu tiba di rumah, ia menumpahkan seluruh beban hati dan perasaannya dalam sebuah buku diary. Tak lupa ia juga menuliskan pes
Read more

Bab 95

"Gallen!"Regan yang tegak bersandar pada dinding dengan sebelah kaki terlipat terperanjat mendengar teriakan Gallen dari dalam kamar.Ia berlari mendua katak untuk masuk, menyusul Gallen.Beruntung dia datang tepat waktu. Terlambat sedetik saja, tubuh kekar Gallen akan jatuh menghantam lantai.Gallen pingsan!Regan balik badan dan berjuang membawa Gallen keluar dari kamar itu di atas punggungnya.'Apa yang terjadi pada Gallen?' Regan bertanya dalam diam, sembari melirik Gallen melalui kaca spion tengah.Demi menyelamatkan nyawa rekan kerjanya, Regan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tujuannya adalah rumah sakit terdekat.Saat Gallen dibawa ke ruang perawatan, waktu sudah satu jam berlalu.Regan menatap iba pada wajah pias Gallen yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang."Bagaimana kondisi teman saya, Dok?""Dia akan baik-baik saja," hibur sang dokter, "Dia hanya syok.""Syok?""Iya. Sepertinya pasien pernah mengalami
Read more

Bab 96

Gallen menetralisir tampilan wajah tegangnya sebelum berbalik.Seorang perawat berwajah imut tersenyum ramah kepadanya. Bola mata hitam milik gadis itu berpijar senang."Apa kita saling kenal?" tanya Gallen tanpa basa-basi.Dia tidak memiliki banyak teman wanita, apalagi yang berprofesi sebagai perawat."Ah, saya Melly. Saya yang menyimpan ponsel Anda saat Anda dirawat karena koma."Melly memperkenalkan diri dengan nada tenang. "Saat itu ponsel Anda basah. Jadi, saya menyimpannya dalam timbunan beras supaya kering."Gallen mengernyit."Ah, Anda tidak perlu khawatir. Saya tidak mengaktifkannya kecuali untuk menghubungi keluarga Anda."Melly keliru memahami ekspresi wajah Gallen. Ia pikir lelaki itu menuduhnya mengambil keuntungan pribadi."Anda salah sangka, Nona!" tukas Gallen, "Saya tidak mencurigai Anda.""Huh?""Saya hanya merasa aneh dengan teknik yang Anda gunakan untuk mengeringkan ponsel saya."Wajah Melly memerah karena malu. Ia menjat
Read more

Bab 97

Sesosok bayangan hitam bergerak pelan di ruang makan. Wara-wiri mencari sesuatu. Meraba-raba dengan bantuan cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah ventilasi.Falisha berjingkat dalam senyap. Kedua tangannya mencengkeram erat sebatang toya. Siap siaga dalam mode menyerang.Detak jantung Falisha bertalu-talu. Namun, ia mencoba untuk tetap bersikap tenang.Ketika bayangan hitam itu sudah berada dalam jangkauannya, Falisha melompat. Toya di tangannya teracung tinggi."Hiyaaa ...."Serangan Falisha terjeda lantaran lampu tiba-tiba menyala."Kakak?" lirihnya, tak percaya.Dua langkah di depannya, Gallen mematri pandangan heran. Ujung jarinya masih menempel pada saklar.Sebelah tangan lainnya menggenggam segelas air putih yang menggantung di ujung bibir."Apa yang kau lakukan dengan tongkat itu?" tanya Gallen, menaruh gelas di atas meja makan."Aku yang seharusnya bertanya, apa yang Kakak lakukan tengah malam begini seperti seorang pencuri?"F
Read more

Bab 98

"Bisa dibilang begitu." Gallen tak terlalu yakin dengan apa yang dilihatnya. "Tapi, saya masih harus memastikannya."Gallen melempar pandangan menyelidik pada Harris sebelum melanjutkan perkataannya. Tangannya menyelinap ke balik jaket, kemudian membentangkan selembar gulungan kertas. "Menurut Bapak, apakah wanita ini layak untuk diperhitungkan sebagai tersangka?"Harris mengamati sketsa wajah perempuan di hadapannya. Matanya menyipit disertai alis yang mengeriting."Bellona Hopkins? tanyanya dengan nada berbisik. Tubuhnya condong ke depan.Gallen membanting punggung ke sandaran kursi. "Saya juga tidak ingin memercayai apa yang saya lihat."Harris menghela napas panjang. "Sepertinya kasus ini akan semakin sulit untuk diselesaikan," keluhnya, terlihat seperti seseorang yang kehilangan harapan, "Selain karena tidak adanya bukti kuat, dengan status keluarganya saat ini, siapa yang akan percaya dia dalang di balik sebuah tindak kriminal?""Dia juga dikenal sebagai
Read more

Bab 99

Pertanyaan Harris adalah sebuah jebakan yang mematikan. Kalau sampai ia masuk ke dalam perangkap itu, sia-sia perjuangannya menyembunyikan identitas selama ini."Hahaha ...." Gallen membalut resah dengan tawa. "Anda menilai saya terlalu tinggi, Pak! Saya hanyalah salah satu dari orang kebanyakan."Harris menarik kepalanya menjauh dari wajah Gallen. Meskipun kecewa dengan jawaban Gallen, ia tidak ingin mendesak lelaki itu untuk mengaku.Dia tidak bodoh. Dia juga punya jabatan dan koneksi yang memungkinkan dirinya untuk mengakses data penting.Anehnya, dia tidak dapat menemukan data lengkap Gallen, seolah-olah data diri lelaki itu sengaja dilindungi."Baiklah. Aku tidak akan menyita waktumu lebih lama," putus Harris.Keduanya kemudian menyudahi diskusi mereka. Sebelum berpisah, Gallen sedikit kaget dengan uluran tangan Harris.Seorang petinggi kepolisian hendak menjabat tangan rakyat jelata seperti dirinya? Gallen merasa dirinya seakan berada di dunia fantasi,
Read more

Bab 100

Dua hari Gallen melupakan dunia psikometri. Dari pagi hingga sore, dia fokus bekerja di bengkel. Malam hari, ia bergelut dengan kumpulan data yang diterimanya dari Kenzie.Pagi ini, Gallen merasa badannya lebih segar dan penuh semangat. Tak henti-henti bibirnya mengukir senyum selama mematut diri di depan cermin.Tubuh kekarnya terbalut kemeja lusuh berwarna beige, dipadu dengan celana berwarna mocca. Terlihat sangat sederhana, tetapi tak membuat aura maskulin dan ketampanannya menjadi berkurang.Sosok Gallen justru terlihat sangat tenang dan berwibawa dalam penampilan bercorak hangat dan lembut itu.Saat dia memberikan sentuhan terakhir pada rambut, ponselnya memanggil lantang.Gallen menjangkau gawai di atas nakas. "Ada apa?" cerocosnya, begitu menyadari bahwa itu adalah panggilan dari Kenzie."Hanya ingin memastikan bahwa kau tidak kesiangan di hari pertamamu masuk kerja," sahut Kenzie dari seberang telepon, disertai kekehan pelan."Aku sangat menantikan
Read more
PREV
1
...
89101112
...
45
DMCA.com Protection Status