"Nggak ikut gabung sama yang lain, Mas Gee?" tegur Saripah—penjaga kantin yang berdarah Jawa. Tangannya sibuk menata dagangannya.Wanita berusia awal empat puluhan itu merasa heran melihat sikap santai Gallen."Memangnya ada apa, Mbak?""Lo, Mas Gee nggak tahu ya?"Gallen menggeleng."Ealaah. Itu lo ... katanya hari ini Bos Besar bakal datang ke perusahaan.""Bos Besar?""Iya. Tuan Stephen Kyler," jelas Saripah, "Karena sudah tua, Bos Besar jarang ke sini. Sesekali datang, ya ... begitu sambutannya.""Semua karyawan bakal berbaris jadi pagar betis," imbuh Saripah, diiringi tawa kecil. "Enak ya jadi orang kaya. Dihormati di mana-mana. Nggak kayak kita, diremehin terus."Gallen tak lagi tertarik mendengar ocehan Saripah. Mendengar nama Stephen Kyler meluncur dari bibir penjaga kantin itu, jemarinya gesit mengetik pesan, lalu melesat menyusul rekan sekantornya.Menyadari kantinnya telah kosong ketika ia menoleh pada posisi Gallen berdiri, Saripah mende
Di atas singgasana kebanggaannya, Stephen tersenyum semringah. Sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di perusahaan miliknya.Animo para karyawan dalam menyambut kedatangannya memberikan sensasi tersendiri. Ia merasa seolah-olah dirinya adalah seorang eksekutif muda yang digilai para wanita."Apa ini?" tanya Stephen, menyadari sebuah kado teronggok di atas meja kerjanya.Jack yang selama ini menjabat sebagai Manajer Umum terbeliak, tetapi hanya sepersekian detik.Ia segera menguasai diri. Namun, otaknya mereka-reka.Ia tidak memberi perintah kepada sekretarisnya untuk menyiapkan hadiah kejutan. Lalu, siapa yang berinisiatif untuk menjilat Stephen?Jack membungkuk, "Maaf, Tuan. Saya tidak tahu siapa yang begitu baik hati mengirimkan hadiah untuk menyambut kedatangan Anda.""Kau benar-benar tidak tahu?" Stephen memindai roman muka Jack dengan tatapan penuh selidik."Benar, Tuan."Jawaban Jack menumbuhkan rasa keingintahuan yang lebih besar dalam diri Step
Tragedi kambuhnya serangan jantung Stephen akibat teror dari orang tak dikenal gegas diblokir penyebarannya oleh Jack.Jangan sampai kuli tinta mencium keganjilan tersebut. Jika rumor itu tersebar, reputasi perusahaan Kyler akan terpengaruh.Oknum polisi—penyelidik kasus yang menimpa Stephen—datang dengan menyamar seperti pebisnis muda.Jack memandu Regan ke ruangan Stephen. Dia berdiri di dekat pintu, mengawasi polisi muda itu bekerja.Raut muka Regan tampak masam dan lesu ketika menyadari ruangan Stephen telah dibersihkan sebelum dia datang."Tidak banyak yang bisa dijadikan petunjuk mengingat ruangan ini sudah dibersihkan," keluh Regan. Sorot matanya memandang rumit pada Jack."Ah, itu ... maaf sekali. Karena panik dan suasana sedikit tak terkendali, Tuan Muda Kyler meminta saya menyingkirkan paket itu."Bahu Regan jatuh melunglai."Apa Anda membutuhkannya? Saya akan meminta staf OB untuk mencarikan kotak itu untuk Anda." Jack baru menyadari kelalaiann
"Maaf, Pak Regan! Saya terpaksa meninggalkan Anda. Ada hal mendesak yang harus saya selesaikan."Jack merasa tak enak hati karena harus membiarkan Regan ditemani oleh Gallen."Tidak apa-apa, Pak. Saya mengerti."Dalam hati, Regan malah bersyukur Jack tidak bisa ikut bersamanya. Dengan begitu, dia punya lebih banyak kesempatan untuk berdiskusi dengan Gallen.Gallen dapat membaca niat terselubung yang memancar jelas lewat binar mata Regan saat lelaki muda itu menatapnya sembari mengumbar senyum simpul."Jangan libatkan aku dalam kasus ini!" tegas Gallen setelah mereka hanya berdua, berjalan menyusuri koridor, "Aku bisu dan tuli. Aku hanya mengantarmu ke sana, selanjutnya terserah padamu!""Aku bahkan belum mengatakan apa-apa!" Regan mati kutu.Aura misterius Gallen makin kuat dan terlalu menakutkan untuk dilawan.Bunga harapan yang bersemi di hatinya, layu sebelum berkembang!Memasuki ruangan pusat kontrol kamera CCTV, Gallen berniat hendak kabur. Namun,
Di atas telapak tangan kiri Gallen, seekor patung burung hantu bertengger di tepian asbak yang terbuat dari kayu.Matanya yang bulat sempurna tampak hidup dan berkilau ketika tertimpa cahaya."Kau punya mata yang sangat jeli!"Regan mengambil alih asbak karakter itu dari tangan Gallen.Jauh di lubuk hati, ia merasa minder dengan kemampuan Gallen. Sebenarnya, siapa yang berprofesi sebagai polisi di sini?Gallen mengedikkan bahu, "Aku suka bentuknya, terutama bagian mata. Ukirannya sangat halus dan benar-benar tampak hidup."Regan mengerti, "Baiklah. Aku akan membawanya bersamaku."Kerling Regan tertuju pada Amin, "Anda tidak keberatan kan, Pak?"Amin yang tak begitu paham dengan obrolan Regan dan Gallen menjawab santai, "Ah, sama sekali tidak, Pak. Silakan!"Jack berulang kali mewanti-wanti dirinya agar tidak mempersulit penyelidikan Regan. Jadi, dia tidak berani menolak apa pun permintaan polisi muda itu."Ngomong-ngomong, sejak kapan asbak itu bera
Gallen melakukan aksi bak aktor Hollywood. Tubuhnya mengambang di atas motor saat kakinya melayangkan tendangan berkekuatan tinggi pada punggung bagian atas si pencopet.Begitu jemari Gallen lepas dari setang, motor Gallen berputar, menggunting langkah si pencopet, lalu rebah.Tangan Gallen bergerak sigap, mengunci gerakan lawan sebelum pencopet itu berhasil bangkit."Berengsek! Jangan ikut campur urusanku!" maki si pencopet, berjuang membebaskan diri dari kuncian Gallen. Wajahnya meringis kesakitan."Aku hanya ingin mengembalikan tas ini kepada pemiliknya."Gallen menarik keluar sebuah tas perempuan berwarna hitam dari balik baju si pencopet."Ini bukan milikmu!"Berhasil mendapatkan barang yang diincar, Gallen bangkit. Sebelah kakinya menahan badan si pencopet tetap rebah."Enyah! Kalau aku bertemu lagi denganmu dalam keadaan seperti ini, kupastikan kau akan berakhir di penjara!"Si pencopet terhuyung-huyung menjaga keseimbangan. Tendangan dan kuncia
"Anda Tuan Gallen, bukan?" ulang suara itu.Ia pikir Gallen diam karena tak mendengar jelas panggilannya."Betul!"Lelaki berperawakan tinggi dengan kulit eksotis itu tersenyum. Sebuah cekungan lesung pipi yang sangat dalam menghiasi bagian kiri wajahnya."Senang bertemu dengan Anda, Tuan!" Lelaki itu mengulurkan tangan, bermaksud menyalami Gallen.Gallen menyambut uluran tangan lelaki tersebut dengan semburat tanya memancar jelas pada iris mata birunya.Dia datang ke Rumah Sakit untuk meninjau kondisi wanita tua yang ia tolong, bukan mencari kenalan baru."Kenalkan, saya Erlan, asisten pribadi Nyonya Besar Dayyan.""Dia ... wanita yang Anda tolong," imbuh Erlan.Tautan alis Gallen mengharuskan dirinya untuk memaparkan identitas Erina."Apa dia baik-baik saja?" tanya Gallen sedetik setelah perasaan lega menyapa hatinya.Wanita renta itu tidak menghilang, melainkan telah berada di tangan yang tepat."Nyonya Besar sudah sadar, dan dia ingin bert
"Bagian mana yang sakit, Nek? Biar aku lihat!"Grizelle mengalihkan topik pembicaraan untuk menghindari perasaan jengah terhadap Gallen."Aku cuma syok. Selebihnya baik-baik saja."Grizelle tak percaya begitu saja dengan pernyataan neneknya. Diperiksanya setiap jengkal tubuh Erina. Baru kemudian ia mengembuskan napas lega."Aku sudah bilang sama Nenek, tunggu aku pulang kalau Nenek ingin pergi keluar!"Erina merasa tersentuh dengan perhatian Grizelle. Ia nekat pergi sendiri lantaran ingin membelikan sesuatu sebagai hadiah kejutan untuk ulang tahun Grizelle.Akan tetapi, ia tidak bisa mengemukakan alasan itu. Grizelle akan semakin dilingkupi perasaan bersalah."Aku hanya ingin mencari udara segar. Lagi pula, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kupikir tak masalah jika aku pergi sendiri."Erina melempar pandang pada langit-langit ruangan. Serabut jaring laba-laba tampak membentang di beberapa sudut. Memberi kesan suram dan tak terawat. Begitu pula denga
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada