Semua Bab Dibayar Satu Miliar: Bab 41 - Bab 50

93 Bab

41

"Ini apartemennya. Gimana? Suka?" Pak Arik bertanya setelah kami sampai dan masuk ke apartemen yang akan menjadi tempat tinggalku sekarang.  Kuamati seluruh sisi ruangan dalam apartemen yang kumasuki pelan sambil mataku mengitarinya.  "Bagus," jawabku masih mengikuti langkahnya yang menuntunku melihat apa saja isi yang ada di dalamnya.  "Ini kamarnya." Pak Arik membuka sebuah kamar yang berada di sisi kanan. Lagi, aku masuk mengamatinya.  "Suka?" Kuanggukkan kepala.  "Apa ada yang kurang?" tanyanya lagi memastikan kalau aku menyukainya.  Aku menggeleng. Ini bagiku lebih dari cukup. Kuperkirakan luasnya hampir sama seperti apartemennya Pak Arik dan Alisa. Tidak menyangka bakal merasakan tinggal di sebuah apartemen mewah seperti ini.  "Aku tinggal dengan siapa di sin
Baca selengkapnya

42

  Aku mencoba menyangkal kalau wanita yang sedang kuamati seksama fotonya itu adalah ibunya Alisa, tapi sayangnya tidak, semua membuktikan sebaliknya.   Kucoba juga mengingat wajah wanita tersebut setelah melihat video yang disimpan Alisa di ponselnya Pak Arik, dimana Alisa banyak merekam potret ibunya tersebut dari berbagai sudut.   Benar, sekarang aku sangat yakin kalau itu memang ibunya Alisa. Seperti yang dibilang wanita itu kalau kami pernah ketemu dan aku sudah ingat itu terjadi di pesta ulang tahun ibunya Pak Arik. Kami tidak sengaja berpapasan waktu Axel menarikku menghampiri orang tuanya. Mungkin karena penampilan ibunya Alisa yang sedikit berbeda dengan polesan make up dan pakaian yang digunakannya di pesta tersebut, membuatku tidak bisa mengenali wanita yang menegurku di restoran tadi.    Sekarang aku harus bagaimana? Apa aku cerita saja s
Baca selengkapnya

43

 Tidak ada yang mau dijadikan kedua, tapi karena keterpaksaan ada yang rela berada di posisi tersebut. Itu, aku.  ***   Aku mencoba tidur, tapi mata tak mau terpejam. Waktunya juga masih terlalu pagi untuk dibawa tidur. Katanya ibu hamil tidak boleh tidur terlalu pagi. Tidak baik untuk kesehatan. Benar atau tidak, aku pun tak tahu. Itu semua pernah kudengar saat Tante Erni--tetanggaku yang sedang hamil dinasihati oleh ibu mertuanya. Sering sekali kudengar Tante Erni dimarahi mertuanya entah karena masalah apa, aku juga tidak tahu dan tidak ingin ambil pusing, karena waktu itu aku tidak terlalu mengerti urusan orang dewasa. Mengingat hal tersebut, sekarang membuatku jadi penasaran seperti apa ibu mertua memperlakukanku andai ia tahu aku adalah menantunya? Apakah sebaik ia memperlakukan Alisa? Atau malah lebih buruk, karena aku hanyalah istri siri anaknya dan wanita dari kalangan biasa? 
Baca selengkapnya

44

"Aku tidak sengaja bertemu dengan beliau di restoran kemarin waktu kita mau ke sini." Kembali aku bersuara membuka pertemuan tak sengajaku kemarin.  "Di--" jedanya bertanya dengan kening berkerut.  "Iya, di restoran yang kita singgahi waktu itu, dan maaf aku nggak cerita," selaku memberitahukan.  "Terus? Memangnya kamu kenal wajah ibu mertuaku?"    Aku menggeleng. "Awalnya nggak, tapi rasanya memang pernah lihat atau ketemu, nah pas buka galeri foto di ponsel Mas, aku lihat fotonya dan langsung mengenali kalau orang yang kemarin kutemui itu memang ibunya Kak Alisa." Aku berhenti sejenak menghela napas dalam sebelum menceritakan kembali detail pertemuan kemarin dan apa saja yang sempat kami bicarakan waktu itu.  "Oh," ucap Pak Arik. Sesingkat itu balasannya menanggapi ceritaku mengenai ibu mertuanya
Baca selengkapnya

45

"Ponsel?" ulangku memastikan.  "Iya, ponselnya Arik biar aku saja yang pegang. Bukankah sama kamu?" Tangan Alisa masih terulur di depanku.   Dengan berat hati kuserahkan ponsel Pak Arik padanya.  "Terima kasih," ucap Alisa dengan senyum terkembang setelah ponsel itu berada di tangannya. Dibukanya ponsel tersebut sejenak lalu meletakkannya diatas meja.  "Ini alasan kenapa kusita ponselmu waktu itu." Alisa menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.   "Untuk menghindari masalah. Untuk menghindari orang luar tahu siapa kamu di hidup kita. Itu semua sudah aku rencanakan dengan matang, sayangnya karena kesalahanmu, satu orang lagi jadi tahu keberadaanmu di keluarga Bara Wijaya," lanjutnya kemudian.   Aku hanya diam menyimaknya bicara sambil meremas kedua tangan. Padahal yan
Baca selengkapnya

46

"Mas? Mas Arik …." goda Alisa memanggil Pak Arik dengan senyum jahil ke arahnya. Aku dibuat heran.   "Apaan Lis, nggak lucu," delik Pak Arik terlihat tak suka.  "Mas Arik, aku panggil begitu juga ya?" Masih menggoda dengan senyum merekah tak pudar dari kedua sudut bibirnya.  "Lis!" Pak Arik melotot ke arah Alisa dan memanggil namanya penuh penekanan.   Alisa malah tertawa terbahak jadinya. Sedang Pak Arik berjalan lebih dulu meninggalkan aku dan Alisa dengan wajah masam.   Ada apa dengan mereka? Kukira Alisa bakal marah padaku karena panggilan tersebut, ternyata malah sebaliknya. Dia menjadikan itu lelucon dan menggoda Pak Arik yang tampak tak suka dipanggilnya begitu.  "Ayo, Lun." Ditariknya tanganku dan memaksaku melangkah beriringan dengannya. 
Baca selengkapnya

47

"Mas, langsung pergi ke kantor atau ikut kami?" Aku dan Alisa sudah berada di dalam mobil. Lagi-lagi Alisa menggoda suaminya.  "Alisa!" Pak Arik melotot ke arah istri pertamanya itu.   Alisa tertawa. Aku pun ikutan terkekeh kecil. Sorot mata Pak Arik langsung menatapku tajam lewat kaca spion di depannya. Dia pasti mendengar tawaku. Dengan cepat bibir ini mengatup rapat.   Sampai di mall, kami ke pusat perbelanjaan. Alisa tetap menggamit erat lenganku. Banyak barang yang dipilihnya. Katanya untuk persediaan selama di apartemen, tapi menurutku itu terlalu banyak karena baru seminggu yang lalu Pak Arik berbelanja melengkapinya.   "Ini banyak buku parenting juga buat kamu. Dibaca ya." Alisa memberikan banyak buku padaku. Kapan dia membelinya? Apa pas di mall? Dia sempat pergi sendiri dan memintaku duduk untuk istirahat. Dia takut
Baca selengkapnya

48

Astaga, pake acara mau bersin segala lagi. Kenapa di waktu yang tidak tepat. Tidak ingin ketahuan sedang menguping pembicaraan mereka, terpaksa aku menjauh takut suara bersinku terdengar.   Merasa cukup jauh karena sudah berada di ruang tengah, setengah wajah yang sengaja kututup dengan satu tangan akhirnya dapat kulepaskan. Namun rasa gatal ingin bersinnya malah hilang.   Kalau tahu begini jadinya, aku akan memilih tetap berada di sana guna mendengarkan isi lanjutan percakapan mereka.   Satu kursinya milik siapa?    Satu kalimat yang keluar dari bibir Alisa membuatku berpikir keras. Apa maksudnya, mungkinkah satu kursi itu untukku?   Tidak. Aku terlalu percaya diri meyakini kalau Pak Arik juga cinta denganku. Kenyataannya tidak semanis yang kuinginkan, aku hanyalah wanita yang ditiduri
Baca selengkapnya

49

"Luna, kita sudah sampai. ini rumah mertua kita. Ingat seperti yang kusampaikan sebelumnya, katakan yang seperlunya saja sesuai dengan apa yang sudah kuajarkan." Alisa mengingatkanku tentang apa yang harus dan tidak boleh kukatakan saat berada di rumah ini. Pak Arik yang duduk di depan hanya menatap ke arahku sebentar. Sejak kedatangannya ke apartemen untuk menjemput kami, dia tidak banyak bicara.    Kuanggukkan kepala tanda mengerti.   Kami masuk ke dalam secara bersamaan. Alisa menggamit lenganku dan kami berjalan beriringan diikuti Pak Arik yang membawakan koper kami. Rasa gugup kurasakan saat pintu besar terbuka lebar di hadapan.   Tampak seorang wanita dewasa berdiri dengan senyum terkembang menyambut hangat kedatangan kami. Dia tidak sendiri, ada perempuan muda lainnya berdiri di sebelahnya.  "Tolong Ana, bawakan koper ini.
Baca selengkapnya

50

 "Satu lagi. Kalau Axel kemari, pindahlah ke kamar tamu, kamar paling ujung sebelah kanan. Itu kosong. Jangan di sini. Aku tidak tahu sedekat apa kamu dengan Alisa hingga dia memintamu tidur di kamar ini. Setahuku waktu di pesta itu kalian tidak dekat, dan sepintar apa kamu sampai bisa mendekatinya dan menjadikanmu asisten pribadinya."    Aku tersenyum kecut. Nampak jelas kalau ibunya Arik tidak suka padaku. Apalagi tudingannya barusan membuat hatiku sakit. Perih rasanya. Tidak seperti dalam bayanganku.  "Turunlah ke bawah, saat aku ingin ke atas, Alisa memintaku memanggilmu juga sekalian untuk ikut makan malam dengan kami. Lain kali bersikaplah tahu diri dan menyesuaikan diri sebagai apa kamu di sini. Jangan karena menantuku itu terlalu baik, lalu kamu seenaknya aja memanfaatkan kebaikannya itu dengan bersikap di luar batas."  "Maksudnya?" Aku ingin mendengar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status