Semua Bab Suami Tak Ada Akhlak: Bab 41 - Bab 50

79 Bab

40. Gali Lubang Tutup Lubang

 40. Gali Lubang Tutup Lubang***Reta mengirimkan pesan pada seseorang dan mengatakan di mana kosannya yang baru saat ini. Sesekali melirik ke arah pintu takut-takut Hadi selesai mandi dan memasuki kamar. Ya. Kali ini kosan Reta memiliki kamar mandi di luar di mana ia harus bergantian dengan penghuni kosan lainnya.Ia memasukkan ponselnya kembali pada tas setelah pesan berhasil terkirim. Mencoba berpura-pura sedang menyiapkan baju untuk Hadi kenakan nanti.Tepat setelah ia memegang kaus Hadi, pria itu memasuki kamar. "Aduh. Ramai banget antrenya. Capek di antre buat mandi aja. " Hadi mengeluh, ia menyampirkan handuk pada gantungan baju yang ada di belakang pintu.Reta yang mendengar segera menoleh. "Tuh. Abang aja yang baru antre sekali pas mandi ngeluh. Apalagi Reta, Bang? Abang tahu sendiri kalau Reta juga lama mandinya."Hadi mengenakan celananya, ia melirik Reta yang saat ini tengah merajuk dengan melipat tangan di depan dada, jang
Baca selengkapnya

41. Bukti

41. Bukti***Hadi memarkirkan sepeda motornya di depan sebuah rumah yang terbuat dari anyaman bambu. Meski dari depan ada bata yang menghiasi, tetapi bangunan keseluruhan sampai ke belakang adalah bambu.Hadi mendekati rumah itu dengan tatapan penuh kemarahan. Mengingat siapa sosok si pemilik membuat pria itu ingin menghancurkan bangunan di depannya. Berjalan tergesa-gesa ia mendekati pintu. Tangan Hadi terangkat, menggedor pintu kayu yang sudah tampak miring."Munik. Munik keluar kau." Suara menggelegar Hadi tentu saja mengundang perhatian beberapa orang yang tinggal di samping rumah Munik."Munik. Keluar." Tidak lama kemudian pintu terbuka. Namun, bukan Munik yang terlihat, melainkan seorang laki-laki dengan kaus singlet dan mata yang memerah."Mana Munik?" tanya Hadi tanpa basa-basi. Tidak peduli seseorang di depannya ini terkejut atau tidak.Mata pria itu melotot seketika. Tangan yang sebelumnya mengucek mata kini menunjuk
Baca selengkapnya

42. Kumpulkan Bukti Lagi

42. Kumpulkan Bukti Lagi***Sugi keluar dari rumah setelah ia melakukan sholat subuh, bertepatan dengan Fiddun yang baru saja pulang dari masjid. "Mas," sapanya. Ia ikut duduk di samping sang suami saat melihat wajah Fiddun yang tampak jengkel."Kenapa, Mas?" tanya Sugi.Pria itu menarik napas dalam. "Ke mana si Hadi itu? Tidak berani kah dia datang ke sini? Sampai saat ini kok nggak ada batang hidungnya yang muncul.""Mungkin belum berani, Mas. Memangnya kenapa. Kemarin-kemarin, kan Mas juga sudah bodo amat sama urusan Hadi. Yang kita fokuskan saat ini ya Matun saja dulu sama anak-anaknya." Sugi menoleh sedikit di balik bahu, menata rumah Matun yang masih tertutup rapat."Tadi, di masjid Mas sedikit mencuri dengar—""Mas nguping?" tanya Sugi yang terkejut."Sedikit. Itu pun karena nggak sengaja," jawab Fiddun dengan melirik sang istri. "Ternyata dugaan Eko benar. Sepertinya Munik memang tidak benar-benar menghapus vidio
Baca selengkapnya

43. Bonus

43. Bonus***Sugi membawa Pendi yang menangis dengan sesenggukan ke teras rumahnya, wajah bocah itu masih menunduk tidak mau menatapnya. Sugi memegang kedua pundak Pendi, perempuan itu berjongkok di hadapan putra Matun yang pertama."Pendi," panggilnya lembut. "Pendi kenapa?" Masih. Bocah itu masih saja menangis sesenggukan.Sugi bangkit, ia memasuki rumah mengambilkan minuman untuk Pendi. "Minum dulu, Nak"Pendi berusaha menekan kesedihannya. Ia menerima uluran gelas dari Sugi lalu meneguknya sedikit. Sugi mengambil alih gelas itu setelah keponakannya selesai meminumnya. "Katakan sama Budha. Kenapa Pendi menangis."Pendi sedikit melirik pada Sugi, melihat Sugi mengangguk, ia pun menceritakannya. "Tadi ... di sekolah temen-temen bilangin Pendi kalau ayah Pendi seperti monster."Kening Sugi terlipat mendengar ucapan dari Pendi. "Maksudnya?""Iya. Katanya pidio Ayah pakai kolor ada di mana-mana. Makanya temen-temen Pendi bilang
Baca selengkapnya

44. Kecelakaan

44. Kecelakaan***"Ibu?" panggil Matun dengan terkejut. Ia menatap perempuan yang telah menjadi mertuanya itu. Terkejut? Tentu saja. Mengapa tiba-tiba sang mertua datang ke sini?Bukan. Bukan maksud Matun tidak menyukai kedatangan mertuanya, ia hanya terkejut saja mengingat jarak antara Tuban dan Gresik yang lumayan jauh. Apalagi kecamatan Matun tinggal terletak pada Gresik paling ujung.Pandangan Matun mengedar ke belakang tubuh perempuan di hadapannya. Mencari seseorang yang mendampingi sang mertua datang kemari. Tidak ada. Apakah mertuanya ini datang sendiri?Kembali menatap mertuanya, Matun pun segera menyalami tangan perempuan yang berumur setengah abad lebih itu. "Masuk, Bu," ajaknya dengan menuntun pelan sang mertua.Tikar ia raih di bagian pojokan ruangan, ia gelar agar bisa menjadi tempat duduk mertuanya. Ia melirik perempuan itu yang tengah memandangi sekitar, seperti menelisik ruang tamu rumahnya."Mari, Bu. Duduk." Pelan, M
Baca selengkapnya

45. Digrebek

45. Digrebek***"Assalamualaikum." Suara beberapa orang mengucapkan salam terdengar dari luar. Matun segera menjawab dan mencari tahu siapa yang bertamu ke rumahnya.Ah, rupanya sang bapak dan abang-abangnya beserta ipar-iparnya. "Pak, Mas, Mbak?" sapa Matun."Katanya ibu mertuamu datang, Tun?" tanya Mbah Makijan."Iya, Pak. Duduk dulu. Saya panggilkan. Tadi Matun lihat Ibu baru aja selesai makan." Matun menggelar karpet untuk tempat duduk keluarganya.Ia memasuki rumah dan mencari keberadaan sang mertua. Dilihatnya perempuan setengah abad yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Bu," panggilnya."Yo?""Ada Pak sama Masnya Matun di luar. Mau ketemu Ibu." Mak Katijah hanya mengangguk. Ia kembali melanjutkan langkah tetapi Matun mencegahnya. "Bu. Bapak Matun nggak tahu kalau Bang Hadi nggak pernah pulang. Dia juga nggak tahu masalah Matun sama Bang Hadi. Matun bilang Bang Hadi lembur makanya nggak sempet bantu Bapak ke sawah. Ma
Baca selengkapnya

46. Lebih Bermartabat

46. Lebih Bermartabat *** Seorang laki-laki berkumis membuka tudung saji di atas meja makan. Tatapannya membulat kala tidak mendapati apa oun di baliknya. Suaranya menggeram, menandakan bahwa dia tengah jengkel. Menoleh ia menatap arah luar rumah. "Munik!" teriaknya. Ya. Dialah wayan—suami Munik. "Kau tidak masak ala? Mana makanannya? Kok nggak ada?"  Ia bertanya dengan nada berteriak. Munik yang sedang duduk selonjoran di atas matras dengan ponsel yang dimainkan pada tangan menjawab tanpa menoleh, "Nggak ada uang. Aku nggak masak." Sontak saja jawaban itu membuat Wayan marah. Ia membanting tudung saji begitu saja, berjalan cepat mendekati istrinya. Pria itu berdiri menjulang tepat di hadapan Munik. "Nggak ada uang? Jangan berlagak nggak ada uang, semalam aku sudah memberikanmu uang lagi." Munik yang masih memandangi ponselnya memutar bola mata jengah. Ia menurunkan tangan dengan sedikit kasar dan menatap suaminya jengah.
Baca selengkapnya

47. Cari Kontrakan

47. Cari Kontrakan.  *** Fiddun dan Eko akan mendatangi rumah Matun. Hari ini adalah tepat tiga minggu Hadi tak kunjung pulang ke rumahnya. Fiddun tidak ingin adiknya itu menjalin hubungan yang tidak memiliki kejelasan. Apalagi adik dari Hadi sudah beberapa hari sudah menginap di rumah Matun. Meskipun juga ada mertua Matun di sana, tetap saja hal itu terlihat tidak pantas. Tepat ketika ia dan Eko datang, keduanya melihat Parmin—adik ipar Matun yang tengah merokok di atas gambang dengan segelas kopi dan duduk santai. "Eh, Mas," panggil Parmin pada keduanya. "Matun ada?" tanya Fiddun. "Ada. Di dalam sama Mak dan Rio lagi nonton tivi." Parmin menunjuk ke dalam rumah di mana orang yang dibicarakan ada di sana. "Ada yang ingin kami bicarakan," ucap Fiddun yang mana Parmin langsung mengajak keduanya memasuki rumah. Matun segera menyambut dan mengajak keduanya duduk. "Tun," panggil Fiddun. "Kita mau membahas soal kamu dan
Baca selengkapnya

48. Mendatangi Reta

  Pintu di depan Matun dan keluarganya terbuka, menampilkan sosok perempuan yang selama ini menjadi beban pikirannya. "Reta?" panggil Matun tidak percaya dengan keberadaan seseorang di hadapannya. Berbeda dengan Fiddun dan Eko yang tampak biasa dengan panggilan itu, Mak Katijah dan Parmin menunjukkan raut bingung dalam wajahnya. Reta yang mendapatkan tamu tidak terduga sebenarnya pun terkejut, tetapi perempuan itu berusaha untuk menetralkan mimik wajahnya. Reta melipat tangan di depan dada. "Siapa kalian?" tanyanya. Ia menelisik setiap orang uang berdiri di hadapannya. "Oh. Kalau yang ini saya kenal yang ini." Reta menunjuk keberadaan Matun. Parmin yang sedari tadi merasa penasaran pun mendekati kedua saudara kakak iparnya. "Dia siapa?" Eko menoleh sedikit. "Selingkuhan Hadi." Kening Parmin terlipat. "Oh ini selingkuhan kakakku?" tanya Parmin yang diangguki mantap oleh Fiddun dan Hadi. Sedangkan Matun mengangguk Kaku. Pun
Baca selengkapnya

49. Marah

49. Marah***"Apa mau kalian?" tanya Reta dengan suara mendesis tajam."Seperti yang kami katakan tadi. Kami ingin kamu menjauhi Hadi karena dia masih mempunyai iatri," jelasnya."Iya. Jadi perempuan kok murahan sekali. Laki-laki sudah mempunyai istri kok masih saja didekati." Reta menoleh ke arah Mak Katijah yang baru saja berucap hal demikian, ia memandang perempuan setengah abad yang not have akhlak Itu.Sesaat kemudian Reta tersenyum sinis, ia menyandarkan duduk pada sandaran kursi dengan menautkan kedua telapak tangannya. Reta memandangi satu persatu orang yang ada di hadapannya. "Kalian pikir aku yang merayunya?" tanya Reta santai.Ia menatap Matun yang sedari tadi hanya berdiri dan diam seribu bahasa. "Apa kalian pikir aku tidak bisa hidup tanpa Bang Hadi?" Sesaat kemudian Reta tertawa. "Kalian salah," ucapnya kemudian."Asal kalian tahu, tanpa Bang Hadi pun aku masih bisa menikmati hidupku. Kalian salah kalau memintaku menjau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status