Semua Bab Bimantara Pendekar Kaki Satu: Bab 281 - Bab 290

582 Bab

281. Sekawanan Burung Garuda

Elang Putih itu pun telah berhasil menjatuhkan surat-surat dari Bimantara ke tanah tiga kerajaan Nusantara. Para Raja membaca surat itu dengan terkejut. Setelah berdiskusi dengan para pejabat istana, dan mengingat kejadian serupa sebelum utusan kerajaan dari Tala lebih dulu datang ke Nusantara, mereka pun menugaskan para prajurit untuk menjaga ketat garis pantai Nusantara di wilayah masing-masing. Mereka khawatir bukan saja dari kerajaan Suwarnadwipa yang akan datang ke Nusantara dan mengajak perang, tapi dari kerajaan lainnya di luar Nusnatara mengingat masalah tentang ramalan Candaka Uddhiharta sudah cukup membuat semua kerjaan di luar Nusantara ketakutan dan ketar-ketir.Elang Putih itupun akhirnya kembali ke padepokan Perguruan Elang Putih di atas bukit, bekas padepokan Perguruan Tengkorak dahulu. Seorang pendekar berteriak memanggil Kakek Kepala Perguruan yang sedang istirahat di dalam bangunan setelah melihat Elang Putih berputar di atas langit sana.“Tuan Guru! Tuan Guru!” teri
Baca selengkapnya

282. Berlabuh di Dermaga Perguruan

Kapal layar yang dinaiki Bimantara berlabuh di dermaga Perguruan Matahari. Kepala Perguruan dan penghuni Perguruan Matahari tampak berdiri menyambut kedatangannya. Semua tampak lega melihat Bimantara membawa setangkai bunga raksasa merah dan langsung diserahkannya pada Kepala Perguruan. Dahayu tampak senang dan tak percaya melihat kekasihnya akhirnya kembali juga ke perguruan.Datuk Margi beserta awak kapalnya dan Panglima Adhira beserta pasukannya diajak Kepala Perguruan untuk berisitirahat di dalam perguruan. Mereka akan menghabiskan waktu semalam di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan masing-masing esok paginya.Bimantara dan Kepala Perguruan memasuki ruangan Tabib Perguruan sambil membawa setangkai bunga mawar merah. Pendekar Pedang Emas tampak terbaring pingsan di atas ranjang. Bimantara sedih melihat kondisi Tuan Guru Besarnya itu semakin lemah tak berdaya.“Untung saja Bimantara sudah datang, jika tidak mungkin dia tak akan bisa diselamatkan lagi,” ucap Tabib Pergurua
Baca selengkapnya

283. Kembali Bersua

Bimantara dan Dahayu pun tiba di bawah pohon rambutan di pinggir pantai. Senja sudah mulai datang. Mereka duduk berdua di bawah pohon rambutan yang belum berbuah itu. Mereka menatap laut di hadapannya.Bimantara menoleh pada Dahayu. “Kau percaya dengan ramalan Candaka Uddhiharta?” tanya Bimantara kemudian.“Semasa kecil ayah sering menceritakannya padaku. Aku tidak tahu kebenarannya seperti apa, tapi mendengar apa yang dikatakan guru besarku, sepertinya Candaka Uddhiharta benar adanya,” jawab Dahayu.“Gara-gara peramal melukis wajah Candaka Uddhiharta yang mirip denganku, itu jadi masalah besarku di Suwarnadwipa,” ujar Bimantara.Dahayu tampak terkejut mendengarnya.“Berarti benar yang dikatakan Kancil padaku bahwa lukisan wajah Candaka Uddhiharta itu memang mirip denganmu.”“Aku tidak mempercayainya dan aku tidak yakin akulah yang dimaksud Candaka Uddhiharta oleh orang-orang itu!”“Kalau Candaka Uddhiharta itu memang dirimu, bukan kah itu bagus?” ucap Dahayu.“Aku takut dan aku tidak
Baca selengkapnya

284. Perang Besar Akan Terjadi

Tak lama kemudian Bimantara mendarat di hadapan kediaman Tabib perguruan sambil menurunkan Dahayu. Kancil dan yang lainnya mendarat di belakang Bimantara dengan napas terengah-engah. Mereka baru sadar rupanya Bimantara hendak membawa mereka ke sana.Pintu kediaman terbuka. Pangeran Sakai keluar dan terkejut menatap Bimantara dan teman-teman lainnya berada di sana.“Bagaimana keadaan Tuan Guru Besar Pendekar Pedang Emas sekarang, Pangeran?” tanya Bimantara.“Tuan Guru Besar sudah mulai membaik, kata Tabib beberapa hari lagi dia akan kembali seperti sedia kala lagi,” jawab Pangeran Sakai.Bimantara senang mendengarnya, berarti bunga raksasa merah itu memang ampuh sebagai obatnya. Pangeran Sakai pun mendekat ke Bimantara dengan tatapan leganya.“Terima kasih telah menyelamatkan Tuan Guru Besarku,” ucap Pangeran Sakai.“Ini sudah menjadi tugasku, kau tak perlu berterima kasih padaku,” jawab Bimantara.Tak lama kemudian suara derak pintu terbuka tedengar. Bimantara terbelalak mendapati Pen
Baca selengkapnya

285. Kepulangan Panglima Adhira

Panglima Adhira datang bersama prajuritnya menghadap Raja Dawuh. Raja Dawuh berdiri dengan lega melihat panglimanya sudah kembali ke istana. Panglima itu langsung berlutut hormat pada sang raja diikuti oleh prajuritnya. Wajah-wajah mereka tampak lelah. Pejabat istana yang berada di ruangan itu juga tampak lega melihat mereka sudah kembali ke istana.“Ampun yang mulia, hamba dan prajurit hamba telah melakukan tugas sesuai dengan yang mulia pinta. Saat ini Bimantara sudah kembali ke Perguruan Matahari dan apa yang dicarinya di Suwarnadwipa sudah didapatkannya,” ucap Panglima Adhira pernuh hormat.Raja Dawuh lega mendengarnya. Namun kelegaannya itu secepat kilat menghilang karena saat ini dia memikirkan kedatangan para kerajaan di luar Nusantara yang siap menyerang seluruh kerajaan Nusantara.“Terima kasih telah melakukan tugasmu dengan baik, Panglimaku.” Raja Dawuh terdiam sesaat, dia memandangi wajah-wajah lelah prajuritnya. “Harusnya aku membiarkan kalian untuk istirahat sejenak, namu
Baca selengkapnya

286. Permintaan dari Leluhur

Kepala Perguruan berdiri di hadapan seluruh penghuni Perguruan Matahari. Bimantara sudah berbaris rapih di hadapan Tuan Guru Besarnya dengan tongkat bersama murid-murid lainnya.“Kedatangan para kerajaan asing yang akan menyerang Nusantara bukan hanya sebatas penerawangan atau isapan jempol semata lagi! Para pengintai istana sudah melaporkan tiap kerajaan bahwa mereka benar-benar sedang berlayar menuju Nusantara. Bukan hanya datang dari satu penjuru lautan saja, tapi mereka berdatangan ditiap penjuru lautan kerajaan Nusantara!”Semua terdiam mendengar itu.Kepala Perguruan kembali melanjutkan kata-katanya. “Karena saat ini Nusantara tengah menyiapkan pertahanan terhadap serangan mereka, maka ikrar kelulusan murid-murid baru akan ditunda. Untuk tahun ini, pemilihan murid terbaik mungkin tidak akan dilakukan lagi. Semuanya nanti akan mendapatkan tanda kelulusan murid terbaik dariku!”Semuanya saling menatap mendengar itu. Mereka tidak dapat protes hanya bisa mengikutinya karena sadar ke
Baca selengkapnya

287. Ombak Besar

Bimantara melepas kepergian Pangeran Sakai, Kancil, Dahayu, Welas dan murid-murid perempuan lainnya yang sudah siap berlayar ke pulau seberang untuk kembali ke tempat asal masing-masing. Utusan dari kerajaan Nusantara Timur dan Barat sudah siap membawa dua pangeran itu ke kerajaan masing-masing. Dahayu akan berangkat bersama Pangeran Sakai ke istana Kerajaan Nusantara Timur. Bimantara berdiri di hadapan teman-temannya itu dengan sedih. “Semoga kita bertemu kembali,” ucap Bimantara. “Jaga dirimu baik-baik,” pinta Kancil. Bimantara mengangguk. “Kami pergi dulu,” ucap Pangeran Sakai padanya. Bimantara mengangguk. Sementara Dahayu diam saja. Dia tak tahu harus bicara apa ke Bimantara. Dia khawatir air matanya akan tumpah kita mengucap kata perpisahan sementara padanya. Dia pun tidak tahu bagaimana nasib Nusantara ke depannya. “Hati-hati di jalan, Dahayu,” pinta Bimantara. Dahayu mengangguk. Mereka semua pun menaiki kapal layar yang sudah menunggu mereka. Bimantara berdiri menatap m
Baca selengkapnya

288. Tak Ada yang Bisa Melawan Penguasa Iblis

Kepala Perguruan tampak bingung mendengar itu. Bimantara juga tampak bingung. Semua guru utama yang berada di sana tampak berpikir bagaimana caranya untuk menenangkan lautan agar Bimantara dan Kepala Perguruan bisa segera berlayar ke pulau seberang.“Sepertinya penguasa Iblis sengaja menghalangi kita agar para kerajaan asing itu bisa dengan mudah menemukan Bimantara di pulau matahari ini,” ucap Kepala Perguruan.“Berati gelomng laut tak akan berhenti sampai para pasukan dari kerajaan asing itu tiba ke nusantara?” tanya Pendekar Pedang Emas dengan bingung.Kepala perguruan mengangguk mendengarnya.“Apakah kita harus melawannya, Tuan Guru?” tanya Bimantara.“Melawan mereka dengan menggunakan sukma bukan cara terbaik untuk menenangkan lautan ini dari pengaruh energi hitam,” jawab Kepala Perguruan.Bimantara terdiam mendengar itu. Pendekar Pedang Emas menatap Kepala Perguruan dengan semangat seolah sudah mendapatkan solusi.“Bagaimana kalau kita semua bersatu menggunakan ajian meraga sukm
Baca selengkapnya

289. Pendekar Itu Bernama Walat

Kepala Perguruan dan Bimantara berjalan melewati perkampungan. Mereka benar-benar tidak menemukan satu manusia pun di sana.“Kemana mereka semua, Tuan Guru?” tanya Bimantara pada akhirnya.“Mungkin mereka semua bersembunyi ke dalam hutan dan ke bukit-bukit untuk menghindari serangan kerajaan asing. Mungkin mereka khawatir kerajaan asing itu akan mengalahkan para prajurit nusantara dan memasuki semua wilayah nusantara. Karena dengan bersembunyi di dalam hutan dan di atas bukit, itu tempat teraman dari perang. Para leluhur dahulu juga begitu jika terjadi perang di kerajaan,” jawab Kepala Perguruan.Bimantara terdiam mendengarnya. Tak lama kemudian Kepala Perguruan tampak mencari-cari sesuatu. Dia berharap bisa menemukan kuda yang tertinggal di perkampungan itu. Kuda dari perguruan matahari tak bisa dibawa karena kapal layar tak bisa melewati lautan yang bergelombang.“Tuan Guru besar mencari apa?” tanya Bimantara.“Kita harus mendapatkan kuda agar bisa cepat sampai ke tempat persembunyi
Baca selengkapnya

290. Prajurit-Prajurit di Atas Perahu

Bimantara dan Kepala Perguruan masih memacukan kudanya dengan kencang beriringan. Mereka sudah melewati hutan. Sudah beberapa kampung mereka lewati. Semua kampung tampak sepi tanpa penghuni. Mungkin Kepala Perguruan benar bahwa semua penduduk sudah bersembunyi untuk menghindari perang. Tiba-tiba Bimantara kembali teringat akan nasib kakek Sangkala saat ini. Dia sudah lama tidak berkabar pada kakeknya melalui merpati. Dia tidak tahu apakah kakeknya masih menjadi guru ilmu bela diri di kediaman Tuan kepala wilayah. Dia berpikir apakah kakeknya bersama penduduk di sekitar kediaman Tuan Kepala Wilayah juga bersembunyi ke dalam hutan atau ke atas perbukitan seperti para penduduk lainnya? Entahlan, jika murid-murid kakeknya di sana sudah mumpuni, mereka pasti ditarik pihak kerajaan untuk diajak bergabung dalam peperangan. “Apakah perjalanan kita masih jauh, Tuan Guru Besar?” tanya Bimantara. “Kau ikuti saja aku! Para leluhuru sedang memberikan petunjuk padaku agar kita segera menemukan te
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2728293031
...
59
DMCA.com Protection Status