Home / Romansa / Istri Badas VS Pelakor Keji / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Istri Badas VS Pelakor Keji: Chapter 61 - Chapter 70

140 Chapters

61

Seluruh amarah yang sejak tadi kutahan akhirnya meledak. Tanpa berpikir panjang, kuambil cangkir kopi di depan meja dan menyiramkan isinya langsung ke arah Wendy. Cangkir itu hampir kosong, tapi cukup untuk membasahi wajah dan bajunya. Cplassss...!!!"Aaww!!! Panas! Panas!!" jerit Wendy, terlonjak sambil menyeka wajahnya yang tersiram kopi panas suamiku.Aku menatapnya tajam dengan tatapan penuh kebencian. "Itu buat kucingku yang kamu tendang barusan, Wendy," ucapku dingin, menahan desakan amarah yang sudah tak bisa kubendung.Wendy yang masih tersulut emosi memutar badannya ke arah Aiden, seolah-olah minta perlindungan. "Sayang! Lihat apa yang wanita gila ini lakukan padaku!" jeritnya pada suamiku. Ia berusaha menarik perhatian semua orang yang ada di sini. Bahkan beberapa pelayan tampak terkejut dengan kegaduhan di pagi ini. Semua orang tampak terdiam, tak seorang pun yang berani berkutik, termasuk suamiku. Bahkan Aiden pun tampak terkejut melihat kemarahanku yang meluap tanpa kend
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

62

Wendy meronta, berusaha menghindari air yang terus membasahi tubuhnya. “Aiden! Aiden! Lakukan sesuatu!”Aiden berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh ketegangan. Namun, tangannya masih mengepal, dan dia tampak tak mampu melangkah maju untuk menyelamatkan Wendy.Aku menatapnya dengan penuh kemenangan, lalu berkata, “Kamu masih mau diam, Aiden? Atau kamu akhirnya akan membela istrimu, wanita yang kamu ikrarkan akan kamu lindungi?”Aiden terdiam, rahangnya mengeras, tapi tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan."Bagus," kataku sinis. "Akhirnya, kamu tahu siapa yang layak untuk dihormati di sini." Aku sangat puas melihat ketidakberdayaan suamiku. Kekasihnya kini sedang kusi ksa dengan air shower. Bahkan saat menghantamkan tubuh wanita itu ke dinding, aku melakukannya dengan sangat kuat. Emosiku sedang berada di puncak, tak ada siapapung bisa menghentikanku. Bahkan Titik dan beberapa penghuni rumah ini tampak puas dengan adegan pembalasa
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

63

Begitu Wendy dan Elvaro meninggalkan kamar mandi, aku berdiri di sana, masih terdiam dengan perasaan campur aduk. Di ambang pintu, Aiden menatapku sejenak, seolah hendak mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya menghela napas dan keluar tanpa kata. Amarah, kepuasan, dan perasaan lega bercampur jadi satu di dalam hatiku.Saat aku berjalan menuju ruang makan, suasana terasa canggung. Zac, Devano, Airon, dan Kenzo tampak duduk dengan ekspresi penuh kebingungan, jelas merasa tidak nyaman dengan semua yang baru saja terjadi. Begitu aku memasuki ruangan, mereka langsung berdiri, bersiap untuk berpamitan.“Dea, Aiden sepertinya kami harus pergi dulu,” kata Zac dengan nada sopan, mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya. “Kelihatannya situasinya sedang nggak kondusif, dan mungkin kalian butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya.”Aku tersenyum tipis, sedikit menyesal karena membuat mereka terlibat dalam ketegangan ini. “Maaf kalau kalian merasa tidak nyaman. Terima kasih sudah datang, Zac, D
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

64

Selepas peristiwa dengan Wendy, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Tak ada percakapan antara aku dan Aiden, seolah masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia terlihat sibuk menatap layar laptopnya, jarinya mengetik cepat seakan berusaha keras menenggelamkan diri dalam pekerjaannya. Sementara aku hanya duduk di sofa dengan ponsel di tangan, berpura-pura bermain game untuk mengusir kebosanan dan kekosongan yang menghantui.Di sudut ruangan, Titik berdiri, tampak ingin mendekat dan mengajakku bicara, tetapi aku menggeleng, memberinya tanda untuk tidak menggangguku. Aku tahu dia cemas, tapi sekarang bukan waktu yang tepat.Pikiranku berputar-putar, kembali ke kejadian kemarin, ke wajah Wendy yang basah kuyup dan panik di bawah aliran shower, ke ekspresi bingung Aiden, dan pada akhirnya ke keputusanku sendiri. Mungkin aku yang terlalu keras, atau mungkin ini semua memang sudah saatnya terjadi.Beberapa menit berlalu dalam diam, hingga Aiden akhirnya berbicara, suaranya pelan d
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

65

Aku memasuki rumah Oma dengan perasaan yang campur aduk. Setelah semua yang terjadi di rumah Aiden, rasanya tempat ini adalah satu-satunya tempat di mana aku bisa merasa tenang. Aroma kayu cendana menyelimuti ruangan, membuatku sedikit lebih rileks, mengurangi beban yang menekan pikiranku.Oma sudah duduk di ruang tengah, seakan menungguku datang. Begitu melihatku, senyum lembutnya muncul. Dia berdiri dan membukakan tangannya, mengisyaratkanku untuk mendekat.“Dea, cucuku tersayang. Akhirnya kamu datang juga,” ucapnya, memelukku dengan penuh kehangatan.Aku membalas pelukannya erat. Rasanya seperti menemukan tempat bernaung di tengah badai yang telah menghantam hidupku. “Oma, aku butuh waktu untuk menenangkan diri,” ucapku pelan, mencoba menahan emosiku.Oma mengangguk, lalu menuntunku duduk di sofa di hadapannya. “Kamu sudah melewati banyak hal, Dea. Tidak apa-apa kalau kamu merasa perlu waktu untuk menenangkan diri. Di sini kamu aman.” Oma sudah tau apa yang terjadi tadi pagi. Aku s
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

66

Oma tersenyum mendengar pertanyaanku. “Tidak ada cara instan, Dea. Pusaka ini adalah bagian dari dirimu. Kekuatan yang ada di dalamnya harus kamu pahami seiring waktu. Namun, kamu harus menerima dan percaya bahwa pusaka ini akan melindungimu di saat yang paling dibutuhkan.”Aku berusaha mencerna kata-katanya. “Jadi, aku harus menerima semua ini? Semua rasa sakit, semua beban?”Oma mengangguk lembut. “Ya, Dea, tapi ingat, kamu tidak sendirian. Aku, mertuamu, dan leluhur kita semua ada di sisimu. Kamu selalu punya tempat untuk pulang.”Titik menyentuh pundakku dengan lembut. “Raden Ayu, kekuatan pusaka ini bukan hanya untuk melindungi, tapi juga membimbing Anda. Pusaka ini akan memberi tanda ketika Anda berada dalam bahaya atau membutuhkan bantuan.”Aku menatap pusaka itu dengan perasaan campur aduk. Segala peristiwa di rumah Aiden, rasa sakit yang tak terhingga karena kematian Kak Aeros, serangan dari Wendy, seolah-olah menjadi bagian dari ujian yang harus kuhadapi untuk memahami makna
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

67

Setibanya Aiden di rumah Oma, aku melihat dari teras belakang. Wajahnya terlihat tegang, gerakannya tergesa-gesa. Aku tahu dia mencariku, tapi aku enggan bertemu dengannya sekarang. Aku duduk bersama Oma, mencoba menikmati suasana tenang di tengah taman yang asri ini, jauh dari segala ketegangan rumah.“Dea,” panggil Aiden dengan suara yang nyaris berbisik. Aku hanya menoleh sekilas, lalu mengalihkan pandanganku kembali ke taman. Oma, yang sedari tadi duduk tenang di sampingku, menatap Aiden dengan lembut namun penuh makna. "Kalau ingin bicara, bicaralah dengan hati yang terbuka, Nak," ucap Oma, memberinya isyarat untuk duduk.Aiden pun menuruti, lalu duduk di kursi di sampingku. Ia menatapku dalam diam, seolah mencari kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, dia akhirnya bersuara, suaranya terdengar pelan dan ragu."Dea, aku tahu aku sudah mengecewakanmu. Aku tahu kamu sangat terluka." Dia menghela napas, tampak penuh penyesalan. "Aku minta maaf."Aku menatapnya dengan dingin. Su
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

68

Degup jantungku langsung melonjak saat sebuah mobil Panther hitam pekat berhenti di hadapanku, menutup jalan dengan kasar. Kaca gelapnya menutupi pandangan, membuatku tak bisa melihat siapa yang ada di dalam. Baru saja aku mencoba menginjak rem, dua pria keluar dari mobil itu dengan langkah tergesa, wajah mereka tersembunyi di balik masker hitam. Salah satu dari mereka memegang senjata tajam yang berkilauan di bawah cahaya, mengacung-acungkannya ke arahku."Keluar!" teriak salah satu dari mereka, suaranya tegas dan penuh ancaman.Pikiranku langsung berputar, menimbang apa yang harus kulakukan. Aku tak akan keluar dan menyerahkan diriku begitu saja. Segera kurapatkan sabuk pengaman dan kupelintir setir ke arah berlawanan. Aku menginjak pedal gas dalam-dalam, melesat mundur dengan cepat, tapi salah satu pria itu segera berlari mengejar, melayangkan senjata di tangannya ke arah kaca samping mobilku.Brak! Kaca samping bergetar akibat hantamannya, retakan kecil mulai terlihat, membuatku p
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

69

Wajah Aiden tampak tegang. Ia melihat kedua orang tuanya yang kini saling berpandangan, rona kekhawatiran tak bisa disembunyikan.“Aiden,” suara Papa Gito bernada jelas dan ketegasan. “Cari Dea sekarang juga!”Mama Rita menggenggam erat lengan suaminya, wajahnya tampak pias, seolah telah membayangkan hal-hal buruk yang menimpa menantunya. "Seharusnya kamu tidak membiarkannya pergi sendiri. Kenapa bisa begini?"Aiden mengepalkan tangan, pikirannya mulai menimbang-nimbang langkah apa yang harus ia ambil. Tanpa berkata apa-apa, ia melangkah ke luar rumah, mengeluarkan ponselnya, dan segera menelpon seseorang.“Hallo?” suara Andre yang merasa aneh menerima panggilan darurat dari adiknya di malam seperti ini.“Dea hilang,” jawab Aiden dengan nada yang putus asa. “Dia belum pulang, dan aku takut ada yang terjadi padanya. Butuh bantuanmu untuk melacak ponselnya atau apapun yang bisa kita pakai untuk menemukannya.”"Oke." Andre segera mematikan telepon dan mulai membuka laptopnya. Gishelle ya
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

70

Titik hanya menatapku, wajahnya tampak tenang meski matanya menyala dalam kegelapan. "Raden, jangan takut. Aku di sini," bisiknya lembut.Namun, ketenangan Titik tak mampu meredakan detak jantungku yang makin cepat. Aku berbalik, menatap kegelapan di belakangku—cahaya senter itu semakin mendekat, dan suara langkah kaki mereka makin jelas di telingaku.“Cepat, jangan sampai dia kabur lagi!” seruan salah satu pria itu terdengar nyaring, membuat bulu kudukku berdiri.Aku menggigit bibir, menyeka peluh di dahi. Tidak ada pilihan lagi, aku harus lari. Kugenggam erat tas kecilku dan berlari lebih jauh ke dalam hutan, langkahku terhuyung-huyung karena tanah yang basah dan licin. Ranting-ranting tajam menampar wajah dan tanganku, namun rasa sakit itu tenggelam di balik ketakutan yang kian menghimpit.“Ya Allah, tolong aku,” bisikku dengan suara bergetar.Titik melayang ke depanku, seolah memberi isyarat untuk terus mengikutinya. “Raden, terus maju. Jangan berhenti!” Titik melayang lebih cepat
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status