Home / Lainnya / Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa: Chapter 141 - Chapter 150

217 Chapters

Berpisah

“Hanya sekejap lagi saja, Sati,” jawab Mak Utiah. “Bersabarlah sedikit.” Mantiko Sati tersenyum, ia mengangguk dan kembali mengawasi arah dan kelajuan perahu besar yang mereka tumpangi. Dan ternyata itu memang benar. Sebab, di beberapa titik yang mereka lalui, Mantiko Sati melihat satu dua perahu para pemancing, atau sampan kecil yang mmembawa setumpuk sayuran, rumput pakan ternak. Yaa, sepertinya mereka memang akan segera tiba di satu keramaian. Bukankah balai juga bermakna sesuatu yang ramai? Sang pemuda rupawan tersenyum seorang diri. Orang-orang itu masih saja membicarakan betapa lihainya Mantiko Sati dalam menghajar penyamun-penyamun itu tadi. Hanya saja, Mantiko sati sendiri tak hendak mendengarkan hal tersebut. Selain karena pemuda itu tidak terbiasa dengan kata-kata pujian, ia sendiri pun tak hendak menjadi sombong ataupun angkuh dengan semua pujian itu nantinya. Ia menengadah, sang surya sebentar lagi akan berada di titik sepe
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

Ramai Tapi Menyedihkan

“Di sana banyak penipu,” ucap si Malin sembari tersenyum-senyum memandang kepada Mantiko Sati.“Aah, begitu, ya?” Mantio Sati mengelus kepala bocah 12 tahun tersebut.“Itu benar,” ucap Mak Utiah. “Dengar baik-baik, Sati. Kau pemuda yang baik hati dan tidak tahan untuk tidak turun tangan membantu orang-orang. Tapi kau harus ingat, dunia ini sangat luas yang berarti manusia punya seribu satu muka dan seribu satu kelicikan. Jikalau bisa, hendaklah kau berhati-hati dalam memutuskan satu perkara di sana nanti. Jangan semua hal kau pandang lantas kau inginkan. Kau dengar aku?”Mantiko Sati mengangguk. “Terima kasih, nasihat Mak Utiah akan aku ingat selalu.”Ya, bagaimanapun, ia memang sangat bersyukur bahwa pria setengah baya itu telah memberikan banyak hal padanya. Tumpangan ke Singkarak ini, minuman dan makanan, lalu kepingan-kepingan uang tembaga, dan juga nasihat yang barusan itu.Sudah sepa
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

Kehidupan yang Berbeda

Mantiko Sati merasa kepalanya begitu pusing, ia berhenti di satu titik di antara keramaian itu, terbungkuk-bungkuk dan satu tangan bertumpu pada sebuah pohon di tepian sungai. Ia terengah-engah, setiap kali ia mengangkat wajahnya memandangi orang-orang itu ia kembali tertunduk dengan wajah pucat yang berkeringat.Tidak ada yang bisa ia lihat. Orang-orang itu, perahu-perahu dan kapal yang hilir mudik, atau pula bangunan-bangunan tumpang tindih di sekitarnya, semua terlihat seperti cahaya redup yang bergetar memusingkan mata.Tidak ada suara yang jelas di sana, hanya keheningan yang lambat laun menjadi dengungan halus yang sangat menyiksa gendang telinga.
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

Anak Kemarin Sore

“Cih,” dengus si pria yang berada di selangkangan sang gadis ketika ia melihat sosok yang meneriaki mereka itu. “Hanya anak kemarin sore. Kalian berdua saja yang menangani dia!”“T—tolong!” teriak si gadis mencoba bangkit di bawah tekanan tiga orang pria itu. “Tolong aku!” teriaknya pada Mantiko Sati.Pria di kanan akhirnya berdiri, lalu menunjuk ke arah si pemuda rupawan. “Pergilah, kau tidak ada urusan di sini, orang muda!”“Apakah telinga kalian tuli?” sahut Mantiko Sati dengan waja
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

Tidak Mengenal Rantau

Sambil melangkah, Mantiko Sati tetap menjaga kewaspadaannya sebab sebelumnya dua dari tiga pria yang tadi itu melarikan diri ke arah timur pula.“Sati,” panggil Pandan Arum. “Jangan terlalu cepat melangkah. A—aku, pakaianku…”“Maaf,” Mantiko Sati memperlambat langkahnya. Tepat seperti dugaanku, pikirnya.“Terima kasih.”“Maaf jika aku bertanya,” ujar sang pemuda. “Tapi, kenapa
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

Kawasan Tak Biasa

Semakin mendekati rumah berwarna merah itu, semakin Mantiko Sati merasakan wajahnya begitu tebal sebab pandangan orang-orang tertuju kepada dirinya.‘Kenapa mereka tidak memandang pada Uni Arum yang melangkah di belakangku?’ gumam sang pemuda rupawan di dalam hati. ‘Aku sangat yakin tatapan semua orang justru tertuju kepadaku!’Lagi pula, pakaian macam apa pula yang dipakai orang-orang di kawasan ini? pikir sang pemuda.‘Kenapa pakaian para wanita begitu sangat terbuka?’
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

Lakonan Menjebak

“Bagaimana, Uni?” tanya seorang dengan suara setengah berbisik. “Si Awang kasihan, jarinya remuk, kakinya patah.”“Bukankah sudah kukatakan pada kalian?” tatapan Pandan Arum berubah menjadi sangat-sangat bengis. “Kalian hanya pura-pura saja. Dan kau!” tunjuknya pada pria yang satu lagi. “Kau bahkan benar-benar memasukkan burungmu itu ke liang peranakanku! Dasar sampah!”“Ma—maaf,” ucap pria yang satu lagi itu. “Sa—saya, saya hanya tidak bisa menahan diri.”“Bere
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

Terjerat

“Mari, Anak Muda,” ujar pria setengah baya seraya menghidangkan pelbagai jenis makanan dan minuman di hadapan Mantiko Sati. “Kami sangat bersyukur, kau telah menyelamatkan marwah dan harga diri anak kami.”“Ermm, Apak hanya berlebihan,” Mantiko Sati benar-benar bingung, bagaimana caranya menghabiskan makanan sebanyak ini? pikirnya. “Tapi, bukankah ini terlalu banyak?”“Tenang saja, Sati,” ucap Pandan Arum. “Kami akan menemanimu, kita balanjuang atas keselamatan yang telah dikirimkan dewa pada kami.”“Itu benar,” sahut si wanita paruh baya pula.Dan setelah semua terhidang di meja itu, dua gadis lainnya kembali ke belakang dengan membawa dua talam.“Ermm, mereka?” tunjuk sang pemuda rupawan pada kedua gadis yang berlalu.“Jangan dipikirkan, Sati,” ujar si pria setengah baya. “Mereka berdua itu kemenakanku, mereka tinggal di sini&m
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more

Sensasi Berbeda

“Aah, tumbang juga kau, Sati,” Pandan Arum tersenyum lebar. “Harus aku akui, daya tahan tubuhmu luar biasa.”“Saya akan memanggil dua orang itu,” ujar si pria paruh baya dengan tanggap. Ia bangkit dan segera berlalu ke belakang.“Dan kau,” Pandan Arum mendelik pada wanita paruh baya yang semenjak tadi hanya diam saja. “Kau nyaris saja membuat dia mencurigai kita.”“Ma—maafkan saya, Uni,” wanita paruh baya menelan ludah dengan wajah menunduk.“Sudahlah!” bentak Pandan Arum. “Lebih baik kau kemasi meja ini sekarang juga.”“Ba—baik,” tanpa menunggu perintah untuk yang kedua kalinya, wanita paruh baya itu bergegas membereskan piring-piring makan di atas meja.Dari arah belakang, wanita paruh baya itu kembali bersama dua gadis yang tadi dengan membawa talam. Dengan cepat mereka telah membereskan meja tersebut.Dan tidak l
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more

Untung Tak Dapat Diraih Malang Tak Dapat Ditolak

Mantiko Sati masih mencoba menahan rangsangan demi rangsangan yang diberikan oleh Pandan Arum di selangkangannya, dan ia nyaris saja berputus asa dengan kondisinya yang tidak berdaya itu.Namun, tiba-tiba saja ia teringat ucapan si Malin anak Mak Utiah yang mengatakan bahwa di bandar Batang Ombilin itu banyak penipu. Juga, semua ucapan Mak Utiah sendiri yang memintanya untuk tidak mudah mempercayai apa yang dilihat.‘Dan ternyata, inilah apa yang coba diberi tahu oleh mereka,’ gumam Mantiko Sati di dalam hati. ‘Oh, dewa… aku memang pantas terjebak seperti ini. A—aku, aku tidak mengindahkan amaran mereka.’“Sepertinya kau menikmati apa yang aku lakukan padamu,” Pandan Arum tersenyum manis memandang pada sang pemuda. “Baiklah, saatnya hidangan utama.”Bola mata sang pemuda membesar, seolah baru tersadar, dan kemudian ia mencoba untuk tenang demi membangkitkan empat racun yang ada di dalam tubuhnya
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
22
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status