Beranda / Fantasi / Sang Bangsawan / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Sang Bangsawan: Bab 1 - Bab 10

15 Bab

Chapt 1 : Kerajaan Wealton

Suara rintihan kesakitan terdengar jelas di sebuah ruangan berdiameter panjang terisi penuh oleh sosok-sosok kaum bangsawan yang tengah menyaksikan sebuah pertunjukkan malam itu. Seorang pria yang dituduh sebagai penghianat kerajaan sedang merintih kesakitan sebab Ksatria melayangkan beberapa tusukan pedang pada tubuh pria itu. Seorang Duke—kaum bangsawan bergelar tinggi dalam kerjaan itu sedang duduk di sebuah tempat duduk khusus yang telah dipersiapkan untuknya dan juga untuk Duchess—istri seorang Duke. “Berani-beraninya mengkhianati Duke!” teriak seorang Baron—atau yang sering disebut ‘Orang bebas’ dalam kerjaan itu, berdiri menyaksikan pemandangan menyegarkan di depannya. “Usir saja dia dari Kerajaan! Kalau bisa, suruh dia tinggal dengan manusia kalangan bawah. Jangan sampai dia merusak reputasi Kerajaan Wealton!” imbuh seorang Baroness—pasangan dari beberapa Baron. Al
Baca selengkapnya

Chapt 2 : Jangan Tatap Mata Merahku!

Seorang pria dengan memakai sebuah baju putih dengan kerah yang terpasang sebuah pita warna senada itu berjalan seorang diri menyusuri wilayah kerajaan. Lebih tepatnya, saat ini pria itu tengah menatap para Ksatria sedang berlatih kekuatan pedang mereka.Edgar, seorang Duke itu mengamati beberapa Ksatria dari pinggir ruangan dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada. Di tengah-tengah Ksatria itu, terdapat Aslan yang juga ikut berlatih dengan pedang kerajaan. Aslan memang tidak mempunyai pedang seperti halnya Ksatria lainnya. Ya, Aslan, entah apa posisi yang tepat untuk dirinya di kerjaan Wealton. “Bukankah putra Armor sangat hebat memainkan pedang itu, Edgar?” celetuk seorang pria yang tengah mensejajarkan diri di samping Edgar. Pria itu menatap Aslan yang sedang berlatih di tengah sana bersama dengan Ksatria lainnya. Edgar menolehkan kepalanya, menatap seseorang yang berdiri tepat di samping kanannya. Ia kemudian mendengus kecil, l
Baca selengkapnya

Chapt 3 : Kedahsyatan Kekuatan Tersembunyi

“Apa yang kau lakukan di sini, Aslan?” Ternyata Damian yang membuka pintu ruangan itu. Pria itu menunjukkan raut wajah bingung ketika tiga pria yang tak dikenalnya hilang dalam sekejap mata saat ia membuka pintu dan bersuara. Aslan berdehem, ia kemudian turun dari sana dan berjalan di karpet merah seperti yang dilakukannya tadi. Ia berjalan mendekati Damian. “Siapa pria tadi Aslan? Apa dia penyusup? Lalu... “ Damian memicingkan matanya, menatap selidik ke arah Aslan. “Aku tidak tahu siapa mereka. Namun, mereka tadi ingin mengambil pedang Artois milik Duke terdahulu,” ujar Aslan sebelum Damian melanjutkan ucapannya. Damian membuka mulutnya karena terkejut. Bola matanya pun sedikit melebar setelah mendengar penuturan Aslan. “L-lalu... Apa kamu yang sudah menghalangi mereka? Apa kamu yang sudah menyelamatkan pedang Artois ini?” Aslan hanya diam tak menjawab. Diamnya Aslan itu dapat Damian mengerti. Damian tahu, Aslan memang bukan pria yang dapat diremehkan. Meskipun banyak sekali kal
Baca selengkapnya

Chapt 4 : Sebuah Kedengkian

"Kemana saja kau, Mariana? Aku hampir tidak menemukanmu malam ini. Apa saja yang sudah kau lakukan?" Mariana hanya menatap malas ke arah Albert yang sedang menunjukkan sedikit kilatan amarah padanya. "Ck, aku hanya berjalan-jalan mencari udara segar, Albert. Bukankah cara bicaramu padaku terlalu berlebihan?" Mariana berdecak malas menanggapi suaminya. Albert menghela napasnya lalu memposisikan dirinya duduk di samping istrinya itu, "Maaf, aku hanya mengkhawatirkan mu." Mariana pun mengangguk pelan setelah mendapat permintaan maaf dari Albert. "Bagaimana acara tadi? Apakah berjalan lancar sesuai rencana?" tanya Mariana. "Ya, tentu. Sesuai rencana sebab Aslan juga tidak ikut merayakannya," ucap Albert disertai senyum kebanggaannya. "Aish, mau sampai berapa lama kamu akan membenci Aslan, Albert? Apakah selama ini dia pernah berbuat kesalahan pada kita? Tidak, bukan?" Ucapan Mariana sontak membuat Albert menatapnya dengan tajam, "Bisa-bisanya kamu membela anak pengkhianat s
Baca selengkapnya

Chapt 5 : Mau Bertarung Denganku?

Suara gemuruh para bangsawan menggema di seluruh ruangan kerajaan. Sebuah perjamuan besar dilakukan—untuk memperingati kemenangan usai mengalahkan Kerajaan Jovanka. Semua bangsawan terlihat bersuka cita, namun tidak dengan Mariana yang sedang memperhatikan Albert dikelilingi oleh para Baroness yang sedikit kecentilan pada suaminya. Mariana terlihat tak suka, ia hendak berlalu dari ruangan besar khusus perjamuan itu, namun sebuah suara menghentikannya. "Duchess Mariana," panggil Edgar membuat Mariana memutar tubuhnya. "Ya, Edgar? Kenapa?" Mariana berbicara santai dengan Edgar, pasalnya Edgar memang lebih muda dari dirinya. "Tidak apa-apa. Kenapa Duchess tidak ke kursi tahta bersama Duke?" tanya Edgar penasaran. Mariana yang ditanyai seperti itu hanya menyunggingkan senyum palsu lantas menggelengkan kepalanya, "Tak apa. Aku sedang malas saja." Edgar hanya mengangguk paham usai mendengar penjelasan Mariana. Pria itu akhirnya pamit untuk berlalu, ia hendak duduk di samping Win
Baca selengkapnya

Chapt 6 : Gadis Aneh

Aslan membulatkan mata—terkejut mendengar penuturan Damian. Wajahnya yang semula tak berekspresi sama sekali, kini tengah mengeluarkan keringat dingin hingga tercetak jelas di tepian keningnya. "T-tidak. Bukan aku yang melakukannya," elak Aslan. Damian menggelengkan kepalanya berulang kali sembari melipat tangannya di depan dada. Bangsawan pria itu perlahan mendekati Aslan, lalu membisikkan sesuatu tepat di samping telinga kanan Aslan, "Aku telah menaruh curiga padamu, Aslan." "Curiga?" ulang Aslan tak paham akan maksud perkataan Damian. Damian hanya menghendikkan bahu acuh, lalu dirinya pergi begitu saja meninggalkan Aslan yang masih bergulat dalam pemikirannya. Hingga pada akhirnya, Aslan memutuskan untuk ikut melenggang pergi. Ia ingin keluar kerajaan dan akan menelusuri hutan seperti halnya para Ksatria yang terkadang berlatih di tengah-tengah tempat penuh pepohonan itu. Pria itu pun melesat cepat, dan hanya membutuhkan beberapa menit saja ia telah sampai di tengah hutan
Baca selengkapnya

Chapt 7 : Sayembara Pertandingan

Sepulang dari kegiatan berburunya, Aslan tidak menyadari bahwa sedari tadi Edgar menunggu dirinya dengan raut wajah yang tak bersahabat. Pedang yang telah keluar dari tempatnya semula itu mulai menodong ke depan, dan hal itu sontak membuat Aslan menghentikan laju lariannya. "Sini kau, Aslan! Aku tidak menyangka kalau dirimu malah keluar dan menggoda Mariana di hutan!" Bukan Edgar yang berteriak, melainkan Albert tengah mengambil paksa pedang yang tadi dibawa oleh Edgar. Aslan yang tak paham akan maksudnya pun menaikkan satu alis terheran. "Maksud Duke?" "Jangan pura-pura tidak tau, dasar pria rendahan! Mau berlagak dengan wajah sok tampanmu itu? Cih," kata Albert diimbuhi sebuah decihan kecil pada kalimat terakhir yang diucapkannya. "Maaf, tapi aku tak pernah menggoda Duchess. Sekali pun tak pernah," elak Aslan apa adanya. "Tidak usah banyak alasan, Aslan. Aku menantangmu bertarung hari ini!" Kegiatan mereka di aula itu disaksikan oleh banyak saksi mata. Ada banyak yang terkej
Baca selengkapnya

Chapt 8 : Naik Tahta?

Semenjak adanya pengumuman yang disampaikan langsung oleh Albert itu, para Ksatria mulai berlatih lebih giat lagi agar mereka bisa naik tahta satu tingkat menjadi seorang Count dan mencapai puncak untuk memakai pakaian yang melambangkan seorang bangsawan. Aslan hanya duduk di pojok aula ruang latihan para Ksatria sembari mengusap pedangnya dengan kain lap agar lebih mengkilap. Seorang Ksatria menjumpai Aslan, ia menghentikan aktivitas berlatih nya lantas mendekati Aslan yang masih sibuk dengan dunianya sendiri. "Kau tak berlatih?" tanyanya tiba-tiba yang telah berdiri di hadapan Aslan. Aslan yang masih duduk pun mendongak, menatap sosok pria dengan keringat yang membanjiri pelipisnya. "Aku?" ulang Aslan lagi sebab tak percaya ada yang bertanya demikian padanya. Ksatria itu mengangguk, ia kemudian ikut duduk dan menyelonjorkan kakinya di samping Aslan. Sementara Aslan malah mengerutkan kening, pria tak dikenalnya itu tiba-tiba membuat Aslan terheran akan sikapnya. "Kalau kam
Baca selengkapnya

Chapt 9 : Bangsawan Yang Terpilih

"Yang namanya disebut, silahkan maju ke depan!" Albert mulai mengarahkan sihir ke arah bola merah tersebut, dan keluarkan secarik kertas yang kemungkinan besar berisi nama-nama bangsawan yang terpilih. Sang Duke itu berdeham singkat, "Bola ini sudah menyeleksi tiap bangsawan yang terpilih. Jadi, mungkin tak kan ada yang namanya pertandingan lagi. Kalian yang namanya tercantum di sini, akan langsung masuk kategori untuk melawan kerajaan Jovanka nanti, dan seperti janji kemarin akan aku nobatkan kalian naik tahta." Lagi-lagi Albert mengatakan kalimat yang cukup untuk membuat sebagian bangsawan syok. Ini bukanlah jalan alur cerita yang di ekspektasikan oleh bangsawan, seperti Ksatria, yang ingin naik tahta. Ini seperti sulap yang kebetulan beradu dengan nasib. Dan Aslan tak tahu, apakah nasibnya akan baik atau buruk hari ini. "Di sini hanya tercantum nama dua puluh bangsawan yang sudah terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama..... " Tak bisa dipungkiri, Aslan sungguh tak te
Baca selengkapnya

Chapt 10 : Menjadi Bagian Kelompok

"Aslan?!?" Semua pasang mata tertuju pada Aslan yang mematung di tempat. Pasalnya, ia sama sekali tak pernah melempar namanya ke bola magis itu. Namun, dengan anehnya bola itu memilih namanya. Dengan ragu Aslan melangkahkan kakinya perlahan. Bisik-bisik yang mereka katakan di samping kanan kirinya, dapat ia dengar dengan sangat jelas. Akan tetapi, bukan Aslan namanya kalau dirinya mengindahkan seluruh bisikan itu. Kini pria itu telah berdiri di samping Baron yang bernama Johnny. Tubuhnya hampir setara dengan Aslan. Yang membedakan ialah, warna kulit Johnny sedikit lebih cerahan dibanding Aslan yang pucat. Albert dan Edgar menatap penuh benci pada Aslan yang berdiri tak jauh dari mereka. Terutama Edgar, tangannya mengepal kuat, sorot kebencian pun tercetak jelas di kedua matanya. Sementara Aslan masih bersikap dingin dan mencoba untuk tetap tenang. Dari tempatnya berdiri, ia menangkap sosok Damian di tangga aula yang tengah tersenyum misterius ke arahnya. Aslan mengernyit, tak b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status