Home / Lain / Call Me, Reyn / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Call Me, Reyn: Chapter 1 - Chapter 10

23 Chapters

Tentangku

“Reyn! Ada yang mencarimu!” Aku menghembuskan napas dengan kasar mendengar ada seseorang yang mencariku. Aku tahu siapa yang dimaksudkan oleh temanku. Para mafia-mafia itu memang selalu saja mengganggu istirahat siangku. Aku sama sekali tak beranjak dari tempatku. Aku masih asyik memejamkan mataku seraya merebahkan tubuhku di sebuah sofa usang, tak peduli dengan perkataan teman-temanku. “Tuan Reyner, bisakah berbicara dengan anda sebentar?” Aku membuka mataku dan melihat seseorang yang mengenakan setelan jas hitam sedang berdiri tepat di sebelah kananku. Aku kembali menghela napas kasarku melihat pria yang terus saja menatapku itu. “Reyn! Cukup panggil Reyn, tak perlu nama asliku,” kesalku pada pria tersebut. “Baiklah, Tuan Reyn.” “Mau apa?” tanyaku dengan memalingkan wajah keara
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Sebuah Tim Baru

Aku dan Bimo memasuki sebuah gedung bertingkat tinggi. Sekilas aku melihat papan besar yang bertuliskan 'Frent Corporation Indonesia'. Walaupun aku tidak lulus di sekolah dasar, tetapi aku mampu membaca tulisan yang berhuruf kapital itu. “Nina, apa tuan besar ada di ruangannya?” tanya Bimo pada salah satu karyawan kantor yang ia jumpai. “Sepertinya tuan masih ada di ruangannya,” jawab karyawan wanita itu. Lalu Bimo berjalan menuju ruangan yang ada di lantai lima dan aku hanya mengikutinya saja. Ting. Bimo dan aku memasuki sebuah ruangan yang ukurannya cukup besar dan mewah. Pandanganku melihat ke seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kerjanya. Ia sepertinya sedang sibuk dengan laptopnya. “Permisi, Tuan,” ucap Bimo dengan begitu sopannya. Pria tua itu menutup layar laptopnya dan berjalan menghampiri kami berdua.
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Melancarkan Aksi

12 Oktober 2021. Hari ini hari dimana aku dan keempat anak buahku yang tidak bisa diandalkan itu akan melancarkan aksi kami, yaitu menculik anak semata wayang Coudry Limantara. Aku sudah mempersiapkan matang-matang rencana dan strategi yang bagus serta rencana pengganti jikalau ada kendala atau masalah yang tak terduga. Umar sudah berada di depan sekolah dasar tempat anak Coudry Limantara menempuh pendidikannya. Umar menyamar sebagai pedagang sempol ayam lengkap dengan gerobak dan pakaiannya yang sudah sangat mirip seperti para pedagang jajanan sekolah lainnya. Aku memilih Umar karena dia sangat cocok dengan pekerjaan yang ku berikan untuknya. Umar sangat mendalami perannya bahkan banyak anak lain yang membeli barang dagangannya. Sementara Ganan dan Niky yang akan menghadang para bodyguard khusus anak Coudry Limantara. Kemampuan bela diri Niky yang tak diragukan lagi serta kemamp
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Anak Aneh

“Kakaakkk!” Baru saja aku memejamkan mataku dan merebahkan tubuhku di sofa. Anak itu kembali berteriak kencang hingga membuatku terbangun untuk yang kesekian kalinya. Jika bukan karena perjanjianku dengan tuan Jeff, sudah ku kembalikan anak itu ke tempat asalnya. “Ganan! Niky! Umar! Marco!” teriakku memanggil seluruh anak buahku. Mereka pun bergegas menemuiku dengan tergopoh-gopoh. “Ada apa, Reyn?” “Urus anak menyebalkan itu, aku ingin tidur!” titahku. “Siap, Reyn. Serahkan semuanya kepada kami.” Entah dengan cara apa, mereka mampu membuat anak itu bermain dengan tenang tanpa suara gaduh sedikitpun. Aku mengurungkan niatku untuk merebahkan tubuhku kembali, aku meraih ponselku di meja dan mencari kontak Bimo lalu menghubunginya. “Hal
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Tingkah Yang Aneh

Setelah pusing memikirkan tingkah-tingkah aneh manusia-manusia yang ada di rumah ini, aku memilih merebahkan tubuhku lagi di sofa. “KAKAK BANJIR!” Aku terperanjat dari tidurku mendengar teriakkan Rafael yang mengatakan bahwa ada banjir. Dan ternyata aku ditipu mentah-mentah oleh anak bau kencur ini. “APA KAU SUDAH GILA?” Rafael hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat seraya tersenyum padaku. “Kau ini sedang diculik, seharusnya kau takut bukan malah berkeliaran seperti di rumahmu sendiri apalagi sampai berbelanja segala,” celotehku yang tak didengar olehnya. Ia sibuk menghitungi kemasan es krim yang baru saja ia makan. Percuma aku berbicara panjang lebar jika yang sedang ku ajak berbicara justru mengacuhkanku. “Kak, hari ini aku sudah makan es krim empat.” Dengan seena
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Dania Amanda

Aku mengambil pakaian kotor yang tergeletak begitu saja di kamarku. Senin pagi ini, aku habiskan untuk mencuci pakaianku yang sudah bertumpuk dan hampir menjulang tinggi. Aku lebih suka mencuci pakaianku sendiri daripada harus pergi ke laundry kiloan yang ada di dekat rumah. Aku sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah seperti ini. Jika pria seusiaku di luar sana mungkin sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, ada yang bekerja di kantor, ada yang berwirausaha dan ada juga yang bekerja serabutan. Berbeda denganku, aku ini pengangguran yang kaya raya. Meskipun tak punya pekerjaan tetap, tetapi aku bisa merasakan hidup mewah dari kekayaan tuan Jeff. Setelah selesai mencuci pakaian yang sebanyak gunung karena hampir seminggu lebih tidak ku cuci, aku melanjutkan memasak untuk orang-orang malas yang ada di rumah ini. Satupun dari mereka tidak ada yang bisa memasak, hingga akhirnya
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more

Matinya Si Pecundang

“Ayam goreng sudah matang, ayo makan, makan, makan ... ” Aku menutup telingaku mendengar suara nyaring Umar yang sedang bernyanyi di meja makan seraya memukul-mukul meja menggunakan sendok dan garpunya. “Berisik sekali kau!” bentak Niky. Ternyata bukan aku saja yang merasakannya, ketiga teman-teman Umar pun juga merasakan hal yang sama. Mungkin hanya Rafael yang tidak menghiraukannya karena ia sedang sibuk dengan robot yang baru saja ia beli. “Bisa diam tidak! Atau kau mau aku goreng di dalam minyak panas ini!” ancamku agar Umar menghentikan nyanyiannya itu. Umar segera membekap mulutnya sendiri, karena mungkin ia takut aku benar-benar melakukannya. Padahal aku hanya menggertaknya saja. Aku kembali melanjutkan acara memasakku yang sempat terganggu oleh suara berisik Umar. Sementara mereka sedang menunggu m
last updateLast Updated : 2021-11-13
Read more

Luka Apa?

Aku dapat membunuh dua dari mereka dengan parang panjang yang berhasil aku rebut dari mereka. Namun, ada empat orang lagi yang masih sanggup melawanku. Salah satu dari mereka mengarahkan pistol kearah kepalaku. Kini aku terdiam tak bisa melawan, satu langkah saja peluru itu bisa menembus ke otakku. “Bagaimana? Apa kau menyerah?” tanyanya. Aku tidak menjawab pertanyaan konyolnya itu sama sekali. “Satu detik lagi akan ku bunuh kau seperti kau yang telah membunuh Aryo,” ancamnya. Ctakk! Ketika ia akan menembakkan peluru itu kearahku, tiba-tiba ada kaki jenjang yang menendang pistol itu hingga melayang diudara dan jatuh ke lantai. Aku menoleh kearah pemilik kaki jenjang itu yang ternyata adalah Marco. Tidak hanya ia sendiri, bahkan seluruh anak buahku datang untuk menolongku. Ternyata ada gunanya juga mereka, selain hanya
last updateLast Updated : 2021-11-14
Read more

Kenangan Yang Hilang

 Ternyata yang sedang mereka bicarakan semenjak tadi adalah Rafael. “Rafael? Ada apa dengan anak itu?” tanyaku yang menjadi sangat penasaran. “Kita sering melihat banyak bekas luka ditubuhnya. Ada yang dipunggung, ada yang ditangan dan juga ada yang dikaki. Lukanya mirip seperti luka karena benda tajam, sepertinya Rafael mengalami kekerasan fisik selama ini,” jelas Umar. “Kekerasan fisik? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?” tanyaku. “Tuan bos, kau tidak pernah memandikan anak itu. Selalu kami yang memandikannya. Jelas kami melihat luka-luka itu. Jika kau tak percaya kau bisa memandikan anak itu agar kau percaya,” usul Marco. Aku menjadi semakin penasaran dengan perkataan mereka. Aku ingin sekali menanyakan langsung kepada Rafael sekaligus memastikan apakah benar Rafael mengalami kekerasan fisik selama ini, tetapi bukan
last updateLast Updated : 2021-11-14
Read more

Trauma Mendalam

 Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Aku masih belum mengantuk. Seharian aku tidak berbicara dengan Rafael dan keempat anak buahku karena aku masih sangat kesal padanya. Namun, setelah aku pikir kembali. Ternyata semua ini bukan murni kesalahan Rafael. Andaikan saja aku tidak mengambil air minum, mungkin saat ini fotoku masih utuh. Apakah tadi siang aku terlalu keras memarahinya. Aku menjadi merasa bersalah karena telah membentak Rafael hingga ia menangis tersedu-sedu. Aku melangkah menuju kamar Rafael untuk meminta maaf kepadanya. Namun, aku tidak menemukannya di kamar. Aku kembali mencari Rafael di sekeliling rumah. Hingga pandangan mataku mengarah ke kolam renang, aku melihat Rafael yang sedang duduk ditepi kolam renang. Ia tampaknya masih sedih karena kejadian tadi siang. Aku berdiri di tempatku tanpa menghampirinya sama sekali. Aku masih ingin melihatnya da
last updateLast Updated : 2021-11-14
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status