Beranda / Lain / Call Me, Reyn / Sebuah Tim Baru

Share

Sebuah Tim Baru

Penulis: Silfiya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-11 13:44:22

Aku dan Bimo memasuki sebuah gedung bertingkat tinggi. Sekilas aku melihat papan besar yang bertuliskan 'Frent Corporation Indonesia'.

Walaupun aku tidak lulus di sekolah dasar, tetapi aku mampu membaca tulisan yang berhuruf kapital itu.

“Nina, apa tuan besar ada di ruangannya?” tanya Bimo pada salah satu karyawan kantor yang ia jumpai.

“Sepertinya tuan masih ada di ruangannya,” jawab karyawan wanita itu. Lalu Bimo berjalan menuju ruangan yang ada di lantai lima dan aku hanya mengikutinya saja.

Ting.

Bimo dan aku memasuki sebuah ruangan yang ukurannya cukup besar dan mewah. Pandanganku melihat ke seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kerjanya. Ia sepertinya sedang sibuk dengan laptopnya.

“Permisi, Tuan,” ucap Bimo dengan begitu sopannya. Pria tua itu menutup layar laptopnya dan berjalan menghampiri kami berdua.

“Sesuai perintah, aku membawa tuan Reyn padamu.”

“Bisa tinggalkan aku berdua dengannya, Bimo,” perintah pria tua itu. Bimo yang mendapat perintah dari atasannya hanya menurutinya saja. Ia keluar dari ruangan tersebut, meninggalkanku bersama pria tua yang ada di hadapanku saat ini.

“Reyner Zelyoorh.”

Aku mendengus kesal kala ia menyebutkan nama lengkapku. Aku paling tidak suka jika ada orang yang menyebut nama asliku bahkan sampai ke nama lengkapku.

“Ck, namaku Reyn. Cukup panggil aku dengan Reyn. Tak perlu menyebutkan nama lengkapku. Aku tidak suka!”

Ia terdiam sejenak seraya mengernyitkan dahinya, beberapa detik kemudian ia tertawa dengan keras hingga menggema ke seisi ruangan.

“Aneh sekali kau. Mana ada orang yang tidak menyukai namanya sendiri. Dasar manusia aneh.” Aku menatapnya dengan tatapan tajam.

Aku menyadari bahwa ia sedang menertawaiku dan aku sangat membenci itu. Satu detik kemudian aku menarik kerah kemeja birunya dengan amarah yang membara. 

“AKU TIDAK SUKA KAU MENERTAWAIKU!”

Aku membentaknya dengan keras, aku bahkan tak peduli jabatannya sebagai CEO perusahaan terkenal. Yang aku tahu, apapun yang membuatku marah akan aku habisi meskipun itu orang-orang yang berkuasa sekalipun.

Pria itu tak menanggapi amarahku sama sekali, ia masih cukup tenang. “Santai saja, Reyn. Itu kan yang kau mau. Menyebut namamu hanya dengan nama Reyn saja,” ujarnya.

“Aku tidak ingin mencari masalah denganmu, justru aku ingin mengajakmu bekerja untukku. Sepertinya Bimo sudah menjelaskan semuanya padamu, bukan?” Aku hanya menganggukkan kepalaku tanpa berkata-kata apapun lagi.

“Langsung saja. Namaku Jeff, orang biasa memanggilku dengan tuan Jeff. Aku CEO Frent Corporation.”

Aku hanya menyimak setiap perkataan yang dilontarkannya. Aku seperti anak sekolah yang sedang mendengarkan gurunya menjelaskan materi suatu pelajaran.

“Jadi begini, akan ku jelaskan inti permasalahannya. Aku mempunyai musuh dalam bisnisku. Kau tahulah, bukan hanya perusahaan saja yang mempunyai pesaing. Bahkan pedagang soto yang baru saja kau makan pun pasti mempunyai pesaing yang sama.”

Aku mengangkat alisku sebelah mendengar pria itu berbicara tentang soto mie yang baru saja ku makan. Dari mana ia tahu. Aku hampir lupa bahwa pria yang ada di hadapanku ini adalah orang kaya dan dengan mudah mengetahui apapun.

“Aku ingin kau menculik anak kesayangan Coudry Limantara.”

Aku membulatkan mataku tak percaya dengan ucapannya. Apa dia sudah gila menyuruhku menculik anak semata wayang Coudry Limantara.

Coudry Limantara, nama itu tidak asing di telingaku. Aku memang tidak mengenalnya. Namun, aku sering mendengar namanya. Ia adalah CEO perusahaan Limantara Group. Perusahaan terkaya pertama di jajaran perusahaan-perusahaan ternama lainnya.

Pantas saja tuan Jeff memintaku untuk melakukan penculikan, ternyata yang akan aku culik adalah anak konglomerat. Dasar licik, bisa-bisanya tua bangka ini memanfaatkanku.

“Pak tua, kau sudah gila? Coudry Limantara itu bukan orang sembarangan,” protesku.

“Maka dari itulah aku meminta jasamu, Tuan Reyn. Karena aku tahu bahwa kau pun bukan orang yang sembarangan. Aku tahu jejak kerjamu. Aku akui caramu membunuh pejabat tinggi itu cukup fantastis dan aku mengidolakanmu,” celotehnya yang membuatku bosan mendengar kata-kata basa-basinya.

Namun, aku memang banyak tawaran pekerjaan setelah aku bisa membunuh pejabat tinggi itu. Bukan hal yang aneh bagiku membunuh tanpa sepengetahuan hukum. Bahkan hukum pun sudah kebal untukku.

Para konglomerat itu memang sudah berkawan dengan para aparat hukum. Maka tak heran jika pembunuhan yang ku rencanakan berjalan tanpa adanya sangkut paut hukum.

“Baiklah aku menyetujuinya.”

Aku menyukai tantangan dalam hidupku, maka aku akan melakukan penculikan tersebut dan sebagai imbalannya tuan Jeff akan memberikan apapun untukku. Wah, kini aku merasa menjadi seperti sultan. Jarang sekali ada CEO terkaya sepertinya menuruti kemauanku.

Pria tua itu menyunggingkan seulas senyum padaku. “Kalau begitu, ikutlah dengan Bimo. Dia akan memberikanmu sebuah tim kerja untuk menculik anak tersebut. Aku ingin kau melakukannya dengan pintar,” paparnya.

“Percayakan semuanya padaku dan aku tidak akan mengecewakanmu, Tuan.”

Jeff meraih teleponnya yang terletak di atas meja dan menghubungi Bimo. Tak lama Bimo datang menghampiri kami.

“Bimo, kau urus pertemuan Reyn dengan para anak buah yang sudah ku siapkan khusus untuknya,” titah Jeff. Bimo pun hanya mengiyakan perintah tuannya.

**

Satu jam perjalanan, akhirnya kami tiba disebuah rumah bertingkat dua di perumahan mewah yang terletak disalah satu daerah ibukota.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar rumah tersebut. Ini adalah rumah yang Jeff berikan untukku tinggal selama aku dalam misi penculikan ini. Tentunya aku tidak tinggal sendiri melainkan dengan empat anak buahku yang sudah disiapkan matang-matang oleh Bimo.

“Jadi ini rumahnya?” tanyaku.

“Benar, ayo masuk!” seru Bimo.

Kami pun memasuki rumah mewah tersebut. Di dalamnya terdapat banyak sekali barang-barang mewah yang sudah tersedia untukku. Inilah enaknya menjadi kepercayaan orang kaya, apapun yang kita mau akan dituruti.

Bukan hanya benda-benda mewah, bahkan empat anak buahku sudah berdiri didekat ruang tamu yang berukuran besar.

“Perkenalkan ini adalah empat anak buah yang tuan Jeff janjikan,” ucap Bimo. “Hei kalian, perkenalkan nama kalian satu persatu,” lanjutnya.

Seorang berbaju hijau tua dan celana hitam melangkah mendekatiku. “Perkenalkan namaku Ganan Simatupang, aku asli Medan,” ucap Ganan dengan logat Batak yang khas.

Ganan Simatupang, pemuda yang usianya lebih tua dua tahun dariku. Ia asli keturunan Medan. Ia adalah ketua geng motor jalanan yang sangat pintar dalam motor dan sangat ahli dalam mesin. Ia biasa melakukan balapan liar bersama teman-temannya. Maka tak heran jika Ganan bisa mengendarai motor secepat kilat.

“Aku Umar Ferdiansyah, aku pembunuh bayaran juga sepertimu tapi aku masih pembunuh junior,” jelas pria kedua yang berbadan gendut dan pendek.

Umar Ferdiansyah adalah pria yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran selama 3 tahun terakhir ini. Sudah pernah membunuh lebih dari 50 orang.

Setiap kali ingin membunuh seseorang atau sedang melancarkan pekerjaannya ia harus makan dengan porsi yang banyak dahulu, harus ada ayam dan daging. Itu adalah makanan kesukaannya. Pantas saja badannya sangat gemuk dan besar.

“Namaku Niky Septiano, preman pasar yang sudah menjaga pasar dengan aman selama tiga tahun lebih,” ucap pria ketiga yang tampak seperti aktor Korea.

Pria berbadan tegap, berkulit putih dan bermata sipit itu bernama Niky Septiano, ketua preman pasar yang sangat pandai dalam bela diri. Meskipun preman, ia banyak sekali pengagum dan pengikut di sosial medianya yang tak lain dirinya adalah selebgram.

“Kalau namaku Marco Raditya, profesiku memang penculik jadi aku sudah banyak strategi untuk menculik anak Coudry Limantara,” jelas pria terakhir.

Pria berbadan kurus dan berambut gondrong bernama Marco Raditya, seorang penculik handal yang sudah aktif menjalani pekerjaannya selama 5 tahun, dari berbagai pekerjaan culik-menculik sudah ia tekuni baik menculik anak kecil, perempuan, laki-laki maupun nenek-nenek.

Tanpa mereka menjelaskan dengan detail pun aku sudah mengetahuinya terlebih dahulu karena Bimo baru saja memberikan sebuah kertas yang menceritakan asal usul dan jati diri mereka. Aku juga tahu siapa orang tuanya dan kehidupannya.

Aku saja sampai heran dari mana Bimo mendapatkan informasi selengkap itu. Bimo memang tangan kanan yang bisa diandalkan. Beruntung Jeff memiliki orang kepercayaan sepertinya.

“Kalian akan tinggal di sini selama dalam misi penculikan anak Coudry Limantara, semua yang kalian butuhkan sudah ku siapkan. Jika ada yang ingin ditanyakan bisa menghubungiku. Aku masih banyak pekerjaan di kantor, aku tinggal dulu. Selamat beristirahat,” jelas Bimo pada kami dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan kami berlima.

“Wah, besar sekali rumahnya. Seluruh keluargaku di Medan pasti muat di dalam rumah ini,” celoteh Ganan dengan logat Batak yang selalu melekat dalam dirinya.

“Memangnya keluargamu banyak sekali ya?” tanya Marco. “Banyak sekali lah, ada dua. Aku serta bibiku.” Ketiga pria di samping Ganan menjadi kesal dengan kata-kata Ganan. Sementara aku tidak menanggapinya sama sekali.

“Ku kira keluargamu segudang, ternyata hanya dua,” protes Niky.

“Tuan Reyn, apa langkah pertama kita untuk menculik anak itu?” tanya Umar yang terlihat serius daripada yang lainnya. Justru sepertinya hanya Umar yang sangat serius bekerja.

“Nanti akan aku buat strategi yang tepat agar tidak terjadi kesalahan,” jawabku.

“Kalau begitu harus menyediakan banyak ayam goreng di rumah ini, Tuan,”

“Ayam goreng?” tanya ketiga pria lainnya yang ikut dalam pembicaraan. “Kalau kita mau mengerjakan sesuatu dengan baik itu harus ada asupan makanan yang baik juga, salah satunya persediaan ayam goreng.”

Marco, Niky dan Ganan dibuat kesal oleh Umar. Aku pun juga. Aku salah mengira dia akan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya ternyata sama saja seperti yang lainnya.

“Oh iya satu lagi, jangan memanggilku tuan. Panggil aku Reyn, tapi jangan sekali-kali kalian memanggil nama lengkapku,” ujarku yang hanya dijawab anggukkan kepala oleh mereka berempat.

Aku melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih memperdebatkan tentang hubungan ayam goreng dan misi penculikan.

Bab terkait

  • Call Me, Reyn   Melancarkan Aksi

    12 Oktober 2021.Hari ini hari dimana aku dan keempat anak buahku yang tidak bisa diandalkan itu akan melancarkan aksi kami, yaitu menculik anak semata wayang Coudry Limantara.Aku sudah mempersiapkan matang-matang rencana dan strategi yang bagus serta rencana pengganti jikalau ada kendala atau masalah yang tak terduga.Umar sudah berada di depan sekolah dasar tempat anak Coudry Limantara menempuh pendidikannya. Umar menyamar sebagai pedagang sempol ayam lengkap dengan gerobak dan pakaiannya yang sudah sangat mirip seperti para pedagang jajanan sekolah lainnya.Aku memilih Umar karena dia sangat cocok dengan pekerjaan yang ku berikan untuknya. Umar sangat mendalami perannya bahkan banyak anak lain yang membeli barang dagangannya.Sementara Ganan dan Niky yang akan menghadang para bodyguard khusus anak Coudry Limantara. Kemampuan bela diri Niky yang tak diragukan lagi serta kemamp

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Call Me, Reyn   Anak Aneh

    “Kakaakkk!”Baru saja aku memejamkan mataku dan merebahkan tubuhku di sofa. Anak itu kembali berteriak kencang hingga membuatku terbangun untuk yang kesekian kalinya.Jika bukan karena perjanjianku dengan tuan Jeff, sudah ku kembalikan anak itu ke tempat asalnya.“Ganan! Niky! Umar! Marco!” teriakku memanggil seluruh anak buahku. Mereka pun bergegas menemuiku dengan tergopoh-gopoh.“Ada apa, Reyn?”“Urus anak menyebalkan itu, aku ingin tidur!” titahku.“Siap, Reyn. Serahkan semuanya kepada kami.”Entah dengan cara apa, mereka mampu membuat anak itu bermain dengan tenang tanpa suara gaduh sedikitpun.Aku mengurungkan niatku untuk merebahkan tubuhku kembali, aku meraih ponselku di meja dan mencari kontak Bimo lalu menghubunginya.“Hal

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Call Me, Reyn   Tingkah Yang Aneh

    Setelah pusing memikirkan tingkah-tingkah aneh manusia-manusia yang ada di rumah ini, aku memilih merebahkan tubuhku lagi di sofa.“KAKAK BANJIR!”Aku terperanjat dari tidurku mendengar teriakkan Rafael yang mengatakan bahwa ada banjir. Dan ternyata aku ditipu mentah-mentah oleh anak bau kencur ini.“APA KAU SUDAH GILA?”Rafael hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat seraya tersenyum padaku.“Kau ini sedang diculik, seharusnya kau takut bukan malah berkeliaran seperti di rumahmu sendiri apalagi sampai berbelanja segala,” celotehku yang tak didengar olehnya.Ia sibuk menghitungi kemasan es krim yang baru saja ia makan. Percuma aku berbicara panjang lebar jika yang sedang ku ajak berbicara justru mengacuhkanku.“Kak, hari ini aku sudah makan es krim empat.”Dengan seena

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Call Me, Reyn   Dania Amanda

    Aku mengambil pakaian kotor yang tergeletak begitu saja di kamarku. Senin pagi ini, aku habiskan untuk mencuci pakaianku yang sudah bertumpuk dan hampir menjulang tinggi.Aku lebih suka mencuci pakaianku sendiri daripada harus pergi ke laundry kiloan yang ada di dekat rumah. Aku sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah seperti ini.Jika pria seusiaku di luar sana mungkin sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, ada yang bekerja di kantor, ada yang berwirausaha dan ada juga yang bekerja serabutan.Berbeda denganku, aku ini pengangguran yang kaya raya. Meskipun tak punya pekerjaan tetap, tetapi aku bisa merasakan hidup mewah dari kekayaan tuan Jeff.Setelah selesai mencuci pakaian yang sebanyak gunung karena hampir seminggu lebih tidak ku cuci, aku melanjutkan memasak untuk orang-orang malas yang ada di rumah ini.Satupun dari mereka tidak ada yang bisa memasak, hingga akhirnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • Call Me, Reyn   Matinya Si Pecundang

    “Ayam goreng sudah matang, ayo makan, makan, makan ... ”Aku menutup telingaku mendengar suara nyaring Umar yang sedang bernyanyi di meja makan seraya memukul-mukul meja menggunakan sendok dan garpunya.“Berisik sekali kau!” bentak Niky.Ternyata bukan aku saja yang merasakannya, ketiga teman-teman Umar pun juga merasakan hal yang sama. Mungkin hanya Rafael yang tidak menghiraukannya karena ia sedang sibuk dengan robot yang baru saja ia beli.“Bisa diam tidak! Atau kau mau aku goreng di dalam minyak panas ini!” ancamku agar Umar menghentikan nyanyiannya itu.Umar segera membekap mulutnya sendiri, karena mungkin ia takut aku benar-benar melakukannya. Padahal aku hanya menggertaknya saja.Aku kembali melanjutkan acara memasakku yang sempat terganggu oleh suara berisik Umar. Sementara mereka sedang menunggu m

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • Call Me, Reyn   Luka Apa?

    Aku dapat membunuh dua dari mereka dengan parang panjang yang berhasil aku rebut dari mereka. Namun, ada empat orang lagi yang masih sanggup melawanku.Salah satu dari mereka mengarahkan pistol kearah kepalaku. Kini aku terdiam tak bisa melawan, satu langkah saja peluru itu bisa menembus ke otakku.“Bagaimana? Apa kau menyerah?” tanyanya.Aku tidak menjawab pertanyaan konyolnya itu sama sekali. “Satu detik lagi akan ku bunuh kau seperti kau yang telah membunuh Aryo,” ancamnya.Ctakk!Ketika ia akan menembakkan peluru itu kearahku, tiba-tiba ada kaki jenjang yang menendang pistol itu hingga melayang diudara dan jatuh ke lantai.Aku menoleh kearah pemilik kaki jenjang itu yang ternyata adalah Marco. Tidak hanya ia sendiri, bahkan seluruh anak buahku datang untuk menolongku. Ternyata ada gunanya juga mereka, selain hanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14
  • Call Me, Reyn   Kenangan Yang Hilang

    Ternyata yang sedang mereka bicarakan semenjak tadi adalah Rafael.“Rafael? Ada apa dengan anak itu?” tanyaku yang menjadi sangat penasaran.“Kita sering melihat banyak bekas luka ditubuhnya. Ada yang dipunggung, ada yang ditangan dan juga ada yang dikaki. Lukanya mirip seperti luka karena benda tajam, sepertinya Rafael mengalami kekerasan fisik selama ini,” jelas Umar.“Kekerasan fisik? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?” tanyaku.“Tuan bos, kau tidak pernah memandikan anak itu. Selalu kami yang memandikannya. Jelas kami melihat luka-luka itu. Jika kau tak percaya kau bisa memandikan anak itu agar kau percaya,” usul Marco.Aku menjadi semakin penasaran dengan perkataan mereka. Aku ingin sekali menanyakan langsung kepada Rafael sekaligus memastikan apakah benar Rafael mengalami kekerasan fisik selama ini, tetapi bukan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14
  • Call Me, Reyn   Trauma Mendalam

    Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Aku masih belum mengantuk. Seharian aku tidak berbicara dengan Rafael dan keempat anak buahku karena aku masih sangat kesal padanya.Namun, setelah aku pikir kembali. Ternyata semua ini bukan murni kesalahan Rafael. Andaikan saja aku tidak mengambil air minum, mungkin saat ini fotoku masih utuh.Apakah tadi siang aku terlalu keras memarahinya. Aku menjadi merasa bersalah karena telah membentak Rafael hingga ia menangis tersedu-sedu.Aku melangkah menuju kamar Rafael untuk meminta maaf kepadanya. Namun, aku tidak menemukannya di kamar. Aku kembali mencari Rafael di sekeliling rumah.Hingga pandangan mataku mengarah ke kolam renang, aku melihat Rafael yang sedang duduk ditepi kolam renang. Ia tampaknya masih sedih karena kejadian tadi siang.Aku berdiri di tempatku tanpa menghampirinya sama sekali. Aku masih ingin melihatnya da

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14

Bab terbaru

  • Call Me, Reyn   Breaking News

    Satu tamparan keras mendarat tepat di pipiku. Namun, aku hanya bisa terdiam. Karena aku tahu jika aku telah melakukan kesalahan. Aku tahu tuan Jeff pasti sudah mengetahui mengenai aku yang diam-diam mempertemukan Rafael dengan Coudry Limantara.“BODOH! SANGAT BODOH!”Aku tak bergeming saat mendengar pria tua yang ada di hadapanku ini tengah murka dengan amarah yang membara. Berbeda dengan keempat anak buahku yang sudah menundukkan kepalanya sejak tadi.“Apa yang ada di otakmu, Reyn!”“Dia hanya ingin bertemu ayahnya, itu saja,” jawabku dengan penuh pembelaan pada diriku sendiri.“Apa kau lupa? Kau ingin penculik! Tak pantas melakukan hal sekonyol itu!”Tuan Jeff terus saja memarahiku, tetapi aku tak memperdulikannya karena yang terpenting aku sudah mempertemukan ayah dan anaknya.“Lalu

  • Call Me, Reyn   Deg-degan

    Dania sangat terkejut melihatku, memangnya aku kenapa dan apa ada yang salah pada diriku. Aku baru menyadari bahwa aku baru saja bertarung dengan bodyguard-bodyguard menyebalkan itu hingga wajahku luka-luka. Mungkin itu yang membuat Dania terkejut. “Wajahmu kenapa? Kau habis berkelahi ya?” tanyanya yang begitu panik melihat keadaanku. “Iya tadi aku berkelahi dengan orang di jalan,” jawab bohongku. Mana mungkin aku berterus-terang dengan semua yang terjadi padaku. “Oh iya ada apa malam-malam kau ke sini, Dania?” tanyaku. “Tadinya aku mau mengantar makanan untuk makan malam kalian semua, tetapi aku justru melihat kau terluka seperti ini. Kau tunggu di sini sebentar ya, aku akan segera kembali.” Dania berlari memasuki rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumahku. Tak lama Dania kembali menemuiku sembari membawa kotak p3k. “Maaf menunggu lama, apa aku boleh mengobati lukam

  • Call Me, Reyn   Coudry Limantara

    Rafael yang sedang menundukkan kepalanya, seketika mendongak mendengar ada suara yang memanggil namanya. Rafael sangat terkejut melihat mata Coudry Limantara yang terbuka sedikit demi sedikit. Bukan hanya Rafael yang terkejut, para bodyguard-bodyguard ini juga sangat terkejut. Mereka sampai menghentikan langkahnya dan lupa dengan keberadaanku.Tangan Coudry Limantara bergerak dan meraih pucuk kepala Rafael. Rafael memeluk erat tubuh ayahnya dengan tangisan yang semakin pecah.“Ka-kau tidak apa-apa?” tanya Coudry Limantara dengan terbata-bata karena suaranya yang serak. Rafael menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Tangan Coudry Limantara mengusap air mata yang mengalir membasahi pipi Rafael.“Aku selama ini baik-baik saja, Ayah. Ada kakak baik yang selama ini merawatku, memenuhi semua kebutuhanku bahkan sangat menyayangiku sama seperti ayah.”Aku yang mendengar semua penutu

  • Call Me, Reyn   Siapapun, Tolong Reyn

    “Paman! Lepaskan kak Reyn, dia tidak jahat,” ujar Rafael yang memelukku erat. Sementara aku tak bisa membalas pelukannya karena kedua tanganku sibuk dipegangi oleh bodyguard-bodyguard itu.“Tuan muda, ini adalah perintah untuk menangkap siapapun yang menculikmu,” ucap salah satu dari mereka. Bodyguard-bodyguard itu terus saja mencekal tanganku.“Sudahlah tidak apa-apa, bukankah kau ingin melihat ayahmu. Sana masuk! Jangan hiraukan aku,” ujarku kepada Rafael. Namun, anak itu menggelengkan kepalanya cepat. “Aku tidak mau meninggalkanmu, aku takut mereka menyakitimu,” jawabnya.“Ck, cepatlah masuk!”Aku pun akhirnya memberontak dan menghajar para bodyguard-bodyguard itu. Lima melawan satu, tidak masalah bagiku. Aku pikir dengan aku menyerahkan diri kepada mereka, lalu Rafael bisa menemui ayahnya. Namun, Rafael justru ingin menemui

  • Call Me, Reyn   Mengabulkan Permintaan

    Aku dan Ganan sedang menonton pertandingan sepak bola di ruang tengah karena ada tim kesukaan kami. Tak sengaja aku dan Ganan mendengar suara rintihan Rafael yang cukup keras hingga terdengar sampai ruang tengah.Aku buru-buru ke kamar Rafael yang diikuti oleh Ganan di belakangku. Aku takut terjadi apa-apa dengannya. Ternyata Rafael sedang tidur, sepertinya ia sedang bermimpi buruk tentang ayahnya.Aku dan Ganan menghampiri Rafael dan menggoyangkan tubuhnya agar terbangun.“Rafa, bangun.”Rafael terus meronta-ronta dalam tidurnya dan menyebut-nyebut ayahnya. Aku dan Ganan menjadi bingung. Ganan terus menggoyangkan tubuh Rafael.“Jangan tinggalkan aku, Ayahhhhhh ... ”Rafael tersentak dari tidurnya. Napasnya memburu tak beraturan. Aku menyuruhnya duduk agar menetralkan suasana hatinya. Ku lihat keringat yang m

  • Call Me, Reyn   Partner Satu Hari

    Selama di perjalanan pulang, kami sama-sama terdiam. Suasana di dalam mobil sangat sunyi tanpa satu patah kata yang terucap, yang terdengar hanya bisingnya kemacetan di ibukota karena hari yang semakin gelap.Aku mengedarkan pandanganku ke mereka yang sedang berjalan kaki beramai-ramai di bahu jalan. Mereka adalah para pekerja yang ingin segera pulang ke rumah masing-masing untuk berkumpul kembali bersama keluarga tercinta mereka.Aku kembali fokus mengendarai mobilku yang terjebak diantara mobil-mobil lainnya. Aku hanya bisa melajukan mobilku perlahan-lahan dan hanya bergerak beberapa meter dalam lima menit. Kemacetan sore ini semakin parah dan biasanya akan lebih ramai bila menjelang petang.Sementara aku masih bingung harus mengatakan apa pada Dania untuk membuka pembicaraan diantara kita dan sepertinya Dania juga begitu.“Reyn.”Akhirnya Dania-lah yang memulai per

  • Call Me, Reyn   Menjelma Menjadi Nyamuk

    Uhuk! Uhuk!Aku sangat terkejut sampai-sampai aku tersedak air yang sedang ku minum ketika mendengar pekerjaan baru yang tuan Jeff berikan. Aku tahu profesiku dulu memang pembunuh bayaran dan untuk membunuh Coudry Limantara itu sangatlah mudah, tetapi aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sedihnya Rafael jika mengetahuinya.Sedangkan tadi pagi Rafael baru saja mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangi ayahnya. Aku benar-benar tidak tega melakukannya.“Aku tidak mau melakukannya!”Bimo menautkan kedua alisnya heran mendengar jawabanku. “Kenapa tidak mau? Bukankah itu pekerjaanmu? Bahkan dikalangan para penjahat-penjahat dan mafia, kau terkenal sebagai pembunuh bayaran yang paling berbahaya, bukan?”“Iya, tapi kali ini aku tidak bisa.”“Kenapa tidak bisa? Ini adalah perintah tuan Jeff dan kau sud

  • Call Me, Reyn   Pertanyaan Yang Mudah, Jawaban Yang Sulit

    “Hei! Anak kecil! Kau sedang apa?” tanyaku pada Rafael yang terlihat sangat sibuk dengan buku gambar yang baru dibelikan Marco kemarin. Rafael hanya menoleh kearahku lalu ia kembali melanjutkan kegiatannya tanpa menjawab pertanyaanku. Aku menjadi penasaran dengan apa yang sedang ia lukis. Aku diam-diam mengambil buku gambar tersebut saat ia sedang sibuk memilih pensil warna yang menurutnya cocok. Ternyata ia sedang menggambarkan diriku bersama Dania serta keempat anak buahku. Aku tahu itu aku dan yang lainnya karena Rafael menuliskan nama-nama kami di atas gambarnya. “Kemarikan gambarku!” Rafael merebut kembali buku gambar yang ada ditanganku. “Ck, jelek sekali gambarmu, apalagi mukaku terlihat bulat sekali di sini. Kepala Umar yang bulat justru terlihat lonjong. Kau ini memang tak pandai menggambar ya,” ledekku padanya. Sementara Rafael mendengus kesal mendengar gambarnya aku katakan jelek, pada kenyataannya tidak

  • Call Me, Reyn   Restu Yang Menjauh

    “Ja-jadi kau tetangga baruku,” ucapku seraya menetralkan suasana hatiku yang benar-benar terkejut melihat Dania kini telah menjadi tetanggaku. “Iya sesuai yang aku katakan waktu itu kalau sebentar lagi aku akan pindah, tapi aku tidak menyangka jika kau adalah tetanggaku. Maaf ya kalau aku jadi mengganggu istirahat kalian karena baru sempat hari ini,” jelas panjangnya. Aku menjadi merasa tidak enak hati karena telah meneriaki Dania seperti tadi. Jika dari awal aku tahu tetangga baruku adalah Dania, sudah pasti aku membantunya bukan justru memarahinya. “Tidak apa-apa kok, aku yang harusnya minta maaf. Aku kira kau ini tetangga-tetangga menyebalkan yang selalu berjoget dangdut di depan rumahku,” jawabku sembari menggaruk tengkukku. Keempat anak buahku menatap lekat kearahku, sepertinya mereka merasa tersindir atas ucapanku tadi. “Asyik, ada kak Dania sekarang, yeah nanti beli es krim lagi,” ujar

DMCA.com Protection Status