Beranda / Romansa / Misteri Bulan / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Misteri Bulan: Bab 1 - Bab 10

101 Bab

Chapter 1. Penolong Misterius

“Anda penipu! Bukankah kemarin Anda menelpon saya, dan bilang bahwa saya telah diterima bekerja di sini. Kenapa sekarang tidak?!!” Suara Agil gemetar menahan amarah. Otot dadanya menyempit hingga lelaki kerempeng itu susah bernapas.“Maaf, itu perintah atasan kami. Saya tidak bisa berkutik.” Lelaki botak itu lantas memberikan map merah pada Agil dengan wajah membantu. “Ini keterlaluan! Anda telah mempermainkan hidup saya,” ujar Agil. Dia berusaha membela diri dan memperoleh haknya.Pria selaku Manager HRD itu melipat tangannya di depan dada. “Anda tahu jalan keluar kan? Maaf, saya masih banyak urusan,” ucapnya tanpa setitik simpati.Agil mendengkus kesal, ingin sekali ia meraih gelas yang berisi kopi di atas meja tersebut lalu melemparkannya pada lelaki di hadapannya itu. Tapi… nyalinya ciut. Pria itu hanya bisa menunduk dan keluar kantor dengan raut merana.Menyusuri trotoar, langkah Agi
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-10
Baca selengkapnya

Chapter 2. Ciuman Pertama

Rumah Agil tampak sunyi. Meski mentari telah menumpahkan sisa panas melalui daun-daun jambu air. Pohon jambu kesayangan Ibu, yang telah merekam sejuta memori di rumah sederhana itu. Bapak yang menanam pohon jambu, sebagai hadiah ulang tahun perkawinan mereka yang pertama. Mungkin karena dirawat dengan cinta, pohon ini selalu berbuah lebat.            Ibu suka membaginya ke tetangga. Tapi, ada pula tetangga yang masih kurang dan tidak malu mengambilnya tanpa permisi lalu menjualnya ke pasar. Agil pernah menegur mereka. Parahnya mereka tidak merasa bersalah. “Halah, wong cuma jambu air kok pelitnya minta ampun.”Setelah itu, ia dan Ibu males menghadapi. “Biarin aja, mungkin mereka sedang butuh uang,” ujar Ibu gusar. Padahal saat itu Ibu sedang butuh uang untuk biaya berobat almarhum Bapak.            Sama seperti sore ini, ada 3 o
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-10
Baca selengkapnya

Chapter 3. Teror

Pemuda itu menggeliat, menggulingkan badannya ke samping dan mulutnya menguap lebar. Matanya masih mengantuk tapi masih sempat melirik jam weker di atas mejanya. Jam 4 pagi.  Pemuda itu melompat dari pembaringannya, menyiapkan peralatan. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Dia tak mau datang terlambat.Perutnya mules, bergegas ia pergi ke kamar mandi yang berada di luar rumah. “Aduh!” Pria itu mengaduh. Kaki kirinya terantuk lumpang batu yang biasa Ibu pakai untuk menumbuk kopi. Di luar gelap gulita karena lampu penerangan di sana mati.“Hihihi… makanya kalau jalan jangan meleng dong.”            Suara tawa perempuan membuat bulu kuduk pria itu berdiri tegak. “Kuntilanak sialan,” sungutnya dongkol. Tangan lelaki itu mencari kerikil di sekitar kakinya lalu melemparkannya pada bayangan putih di dekat pohon pisang. Bayangan itu masih di sana, diam.&n
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-10
Baca selengkapnya

Chapter 4. Terpikat

“Sial!” rutuk Agil, saat mengetahui ban motor belakangnya kempes. Ada paku besar menancap disitu. Matahari sudah mulai turun, sebentar lagi gelap dan posisinya berada di tengah persawahan. jauh dari pemukiman penduduk.Ini sepenuhnya kesalahannya. Waktu berangkat tadi. Ia sudah tahu bannya agak kempes tapi ia tak peduli dan malas untuk mengecek. Agil memegang lehernya gelisah, sambil berpikir bagaimana membawa motor Yamahanya. Situasi begini, ia sangat mengharapkan kehadiran seseorang.            “Perlu bantuan?”            Pertanyaan yang entah darimana datangnya. Sepertinya datang dari arah belakang. Ia terperanjat hingga membuatnya hilang keseimbangan dan jatuh terperosok ke parit. Sepatu ketsnya basah.  Pria itu geram, merasakan air merembes di celana dalam dan blue jeans yang ia pakai. Konyolnya sekarang ia kelihatan s
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-10
Baca selengkapnya

Chapter 5. Sebuah Permintaan Berat

            Rumor teror hantu, rupanya telah menyebar di kantor iNiRice. Desas-desus miring adanya permintaan tumbal, membuat suasana mencekam. Produktivitas kerja menjadi lebih lamban, karena ada beberapa staff wanita yang kerasukan. Setelah itu mereka bersama-sama mengundurkan diri dengan alasan takut.            Kejadian yang bertubi-tubi membuat emosi Arif naik. Kesalahan sepele bisa membuat amarah pria itu meledak.Sore itu, Agil hendak masuk ke ruangannya setelah seharian keliling melihat proyek pertanian yang mereka garap. Di depan pintu dia tercekat ketika mendengar suara tinggi Arif sedang memarahi seseorang.            “Kenapa kopinya pahit? You punya telinga nggak?”            Belum hilang kekagetannya. Dia menden
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-10
Baca selengkapnya

Chapter 6. Kerangka di Gorong-Gorong

             “Di sini pengap, aku kedinginan dan ketakutan, Gil.” Gadis itu menangis dan berjalan tertatih-tatih berusaha meraih Agil. Wajahnya kesi, sebagian daging pipinya terkelupas memperlihatkan tulang di dalamnya.“Tidak! Tidak! Aku tak bisa membantumu, Bulan!” teriak Agil histeris. Teriakannya membangunkan Ibu,            Ibu menggoncang-goncangkan tubuh Agil. “Bangun Gil!”            Keringat dingin membasahi tubuhnya,  mimpinya tadi seperti nyata. Beberapa kali pria itu menarik napas dalam-dalam,            Ibu mengambilkan segelas air dan memberikannya pada Agil. “Maukah kamu menceritakan mimpimu pada Ibu?” kata Ibu. Dia bisa merasakan keresahan hati anaknya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-13
Baca selengkapnya

Chapter 7. Pria Bertopeng

Agil merasakan perutnya melilit ketika melihat Arif berdiri di samping Ibu. Penampilan pria itu amat payah, baju kumal, muka brewok, mata kuyu serta rambut acak-acakan seperti zombie. Pemuda itu enggan bertemu Arif yang telah melecehkannya. Kakinya gelenyar, ia hendak menghindar, tapi tak enak dengan tatapan Ibu. Ketegangan mulai menyusup mengaliri darahnya. Tetapi dia paksakan untuk bersikap biasa saja. “Hi… apa kabar?” tanyanya basa basi. Agil menarik mulutnya ke atas membentuk senyum palsu. Arif tampak canggung, badannya kaku. Pria itu lebih banyak menunduk, seperti pesakitan menunggu vonis mati. “Maafkan kesalahanku Gil.  Tolong kembalilah bekerja denganku, aku tak sanggup menangani iNiRice sendirian,” jawab pemuda itu terbata-bata, egonya runtuh berceceran. Kemudian dia menceritakan semua masalahnya. Lelaki itu tertegun, dia tak menyangka problem iNiRice separah itu sejak kepergiannya. Ada 200 orang lebih yang menyandarkan hidupnya di sana.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-13
Baca selengkapnya

Chapter 8. Harga Sebuah Keperawanan

“Kamu sudah jadi milikku, cantik, tak usah malu-malu ayo lepaskan pakaianmu!” bujuk Ronald penuh nafsu. Matanya liar menelusuri tiap jengkal tubuh montok di hadapannya.            “Sabar dulu, Om, bukankah kita baru sampai, bagaimana kalau kita melakukan permainan dulu,” ucap Chandra menolak membuka bajunya. “Em, misalnya foreplay.” Bah! Memangnya permainan foreplay seperti apa? Apakah semacam permainan kartu, tebak-tebakan atau gundu… entahlah! Ia tidak tahu. Gadis itu menguping dan meniru apa yang di katakan Mba Sri dengan teman lelakinya.             Mba Sri adalah saudara jauhnya yang mengajaknya mencari pekerjaan di kota. Sebagai gadis dusun, Chandra mengagumi penampilan Mba Sri yang wah. Ia seperti artis, kulit Mba Sri terawat dan selalu memakai bedak, make up tebal serta bulu mata lentik yang membuat mata
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-13
Baca selengkapnya

Chapter 9. Perempuan Berselendang Biru

            Mata Chandra lelah setelah memainkan hape pemberian Agil. Gadis itu menoleh ke samping ke ranjang teman sekamarnya.            “Halo Tante,” sapa Chandra ramah ketika melihat tangan perempuan itu merapikan selendang biru yang dipakainya.            Perempuan itu menoleh, wajahnya amat pucat dan badannya kurus.            Mata mereka bertemu.  Tanpa di duga wanita itu histeris saat melihat Chandra. Dalam hitungan detik perempuan itu sudah berada di sampingnya dan merengkuh kepala Chandra, lalu mendekapnya erat hingga membuat gadis itu susah bernapas.Jantung Chandta terkesiap.            Perempuan itu menciumi Chandra dengan terus meratap. “
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-14
Baca selengkapnya

Chapter 10. Cemburu

Sepulangnya dari rumah sakit, Agil melepas dan menendang sepatunya ke sudut kamar. Romannya murung, kedua alisnya menyatu menandakan ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Dia lantas membaringkan tubuhnya ke pembaringan di atas tumpukan koran yang baru dibelinya tadi pagi.            Ingatannya melayang-layang tak tentu arah, pertemuan yang tak sengaja dengan Chandra, Mirna, dan kemunculan Bulan di samping ranjang Mirna membuat otaknya berpacu keras. “Apakah antara mereka memiliki ikatan keluarga?” gumamnya lirih. Lelaki itu menghembuskan napas berat ke udara.            Adalah Bulan, hantu cantik yang diam-diam mencuri hatinya dan menyiksanya dengan kerinduan. Ini pertama kalinya dalam hidupnya ia menyayangi seorang wanita selain ibunya.             Kebalikan dari sifat Agil, Bu
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status