All Chapters of PURA-PURA BAHAGIA: Chapter 41 - Chapter 50

116 Chapters

Kembali pulang

Hani berniat membuang sampah setelah makan siang. Hari ini ia off kerja, perut yang sudah terlihat membuncit membuatnya tidak lagi leluasa bergerak.  Wanita itu mengangkat keranjang sampah dan hendak menuang isinya ke dalam tong sampah besar di luar gerbang tempat kost-nya. Saat matanya menangkap sosok yang tidak asing berdiri di luar sana. Sosok yang sangat dirindukannya selama ini, tapi tak ada keberanian sedikit pun bahkan untuk sekadar menghubunginya.  "Ibu," gumamnya pelan dengan suara bergetar. Keranjang sampah di tangannya sampai terlepas dan jatuh di tanah begitu saja. Mata Hani memanas, apalagi melihat sosok itu begitu kurus dan terlihat lebih tua dari usiannya. Mata tuanya sudah basah menatapnya.  
Read more

Bos aneh

Di sini Hani sekarang. Di dalam taxi online yang membawanya ke tempat kerja. Di pangkuannya ada map berisi surat pengunduran diri yang akan ia serahkan ke bos-nya.  Percakapan dengan orang tuanya semalam yang meminta Hani resign membawanya pada keputusan untuk keluar kerja.  "Ayah dan ibu ada sedikit tabungan, Han. Bagaimana kalau kita buka usaha saja di rumah. Kami tidak tega melihatmu terus bekerja dengan perut yang sudah besar, mana perjalanan jauh pula. Kita kelola bersama, ya. Kalau libur kerja ayah juga bisa bantuin kalian. Dengan begitu kami tidak terlalu khawatir sama kamu juga calon cucu kami." Kalimat yang keluar dari mulut ayahnya itu membuat hatinya meleleh dan segera memeluk sang ayah.  Tak terasa Hani menyeka kedua sudut matanya. Ternyata sudah s
Read more

Ketahuan

Hani menoleh tanpa membalikkan badan, kedua tangannya masih sibuk menarik rapat sweater dengan menyilangkan kedua tangannya. Entahlah, ia tidak mau Aiman mengetahui kehamilannya. Hani tidak mau dikasihani, apalagi kalau benar kabar Aiman akan segera menikah dalam waktu dekat.  "Apa kabar, Mas?" tanya Hani canggung untuk memecahkan kekakuan. Posisinya masih menghadap rak, yang berarti menyamping dari Aiman. Hanya wajahnya yang menghadap lelaki itu.  Sekejap mata Hani terpaku melihat penampilannya, lelaki itu terlihat lebih gagah dengan tubuh lebih berisi dan atletis. Sangat jauh dengan penampilannya saat masih berstatus suaminya dulu dengan tubuh tinggi kurusnya. Sungguh dulu, Aiman bukan selera Hani yang hobi berolahraga. Namun, sekarang lihatlah! Lelaki itu terlihat lebih gagah dan maskulin.  
Read more

Bos kafe atau dokter?

"Aku mau kita rujuk. Aku mau kita menikah lagi!"  Hani tersenyum miring seraya membetulkan rambutnya yang berantakan diacak angin, dengan menyelipkannya ke belakang telinga. Sungguh di mata Aiman wanita yang sudah menjadi mantan istrinya itu terlihat sangat cantik dan keibuan. Sangat kontras dengan penampilannya dulu yang tomboy dan urakan. Hani sekarang terlihat sangat lembut dan keibuan.  "Apa kamu lupa kalau kamu akan segera menikah lagi?" tanya Hani datar setelah menguasai lagi dirinya.  Wajah Aiman memucat, bagaimana kabar itu bisa sampai ke telinga Hani.  "Dengar! Tidak akan ada pernikahan. Aku tidak pernah menyetujui pernikahan itu. Hanya ibu…." 
Read more

Kepedean

Hari masih terlalu pagi, Hani bahkan  baru menjemur cuciannya pagi ini, saat suara deru mesin mobil terdengar masuk halaman. Pekerjaannya di kafe sekarang tidak menuntutnya berangkat terlalu pagi, seperti saat masih jadi waitress yang kerjanya sif. Sekarang ia bisa lebih santai.  Hani melongokkan kepala di antara kain-kain jemurannya. Wanita itu langsung memutar bola mata malas saat melihat mantan suaminya turun dari mobil. Sepagi ini laki-laki itu sudah datang dengan banyak tentengan di tangannya. Padahal ia sudah minta agar lelaki itu jangan terlalu sering berkunjung, mengingat Aiman akan segera menikah.  Aiman langsung menuju halaman samping saat melihat wanita yang akan dikunjunginya ada di sana.  "Selamat pagi Han, ibu hamil rajin banget jam segini u
Read more

Orang-orang aneh

Jam istirahat. Hani membuka bekal buatan sang ibu yang biasa ia bawa semenjak kembali tinggal di rumah orang tuanya.  Malas rasanya kalau harus ke sana ke mari mencari makan. Rencananya, setelah makan dan solat, ia akan rebahan saja di ruangannya. Ya. Pak Reynaldi memang memberinya ruangan khusus, walau tidak besar, tetapi cukup nyaman.  Hani baru akan menyuap saat seseorang mengetuk pintu. Terpaksa ia menundanya.  Seseorang mendorong pintu setelah Hani mempersilahkan masuk, dan tubuh menjulang sang bos terlihat di sana setelah pintu terbuka.  "Boleh saya masuk?" tanya lelaki itu seraya berjalan menuju meja Hani.  Hani tidak menjawa
Read more

Dia istriku

Matahari belum begitu tinggi, karena jam di ponsel Hani baru menunjukkan pukul 07.15, tapi tubuh wanita itu sudah bermandi keringat.  Ini hari liburnya, ia sengaja jalan pagi agak jauh hari ini, sampai ke taman komplek dekat gerbang perumahan.  Walaupun sudah hamil sebesar itu, tapi kebiasaan olah raganya memang tak berubah, tetap menyempatkan diri pagi-pagi sebelum berangkat kerja, walaupun hanya dengan jalan kaki keliling komplek.  Tangannya terangkat menyeka keringat di keningnya dengan punggung tangan. Langkahnya pasti menuju salah satu bangku dekat tukang bubur kacang ijo. Bokongnya baru saja akan mendarat di sana, saat seseorang juga mengambil tempat duduk di tempat yang sama.  Mata Hani me
Read more

Bertemu di rumah sakit

"Maksud kamu apa, Mas?" "Pasti kakimu pegal kan, membawa bayi dalam perutmu ke sana ke mari setiap hari?" Hani membuang muka.  "Pasti kamu sangat menderita selama ini menjalani kehamilan seorang diri di tempat kos, apalagi di awal-awal kehamilan. Maafkan aku, Han. Maaf selama ini…." "Sudah, Mas. Jangan lebay!" potong Hani cepat dengan suara tertahan. Ia tak ingin suasana menjadi sendu. Hani sudah kebal. Sudah ikhlas menerima semuanya. Walaupun rasa nelangsa itu kerap hadir menyadari nasibnya tidak seperti wanita hamil pada umumnya yang mendapat limpahan kasih sayang dan perhatian dari suami juga keluarga.  Dokter sudah datang, pasien pun su
Read more

Penolakan

"Jangan bodoh kamu, Ai! Wanita itu pasti hanya memanfaatkan kamu!" teriak Yuli dengan marah.  "Ibu!" Aiman berusaha mengendalikan ibunya, sungguh ia tak enak hati dengan Hani. Sang ibu sungguh keterlaluan.  Sementara Hani menatap nanar mantan ibu mertuanya, sungguh picik pikiran wanita itu. Wanita yang dulu begitu menyayanginya, tetapi kini sangat membencinya.  "Ibu, sebaiknya Ibu pulang, ya. Mbak, ibu udah selesai terapinya? Bawa pulang, ya!" Aiman beralih ke arah Arum yang berdiri di belakang kursi roda ibunya. Berharap semua bisa dikendalikan.  "Tidak, Ai! Ibu maunya pulang sama kamu. Anterin Ibu pulang sekarang! Empet rasanya lihat wajah perempuan itu!" Lagi-lagi suara ketus dan menyakitkan k
Read more

Berita hangat

Kedua bola mata Hani membulat sempurna saat malam ini membuka pesan dari Marta. Poto dirinya dan Pak Reynaldi duduk sebelahan di taman komplek tadi pagi terpampang di sana. Sekilas lihat, mereka tampak sangat dekat dan mesra. Layaknya sepasang suami istri. Dengan sang istri perutnya membuncit karena hamil.  [Dapat dari mana foto itu?] Hani buru-buru mengirim pesan, dengan tangan gemetar.  [Coba deh buka WAG, udah rame di sana!] Hanya itu balasan Marta.  WAG? Gawat semua orang bisa salah paham. Bisa-bisa mereka mengira Hani menjilat agar bisa dipindahkan ke posisi bagus.  Bukanny
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status