Home / Fiksi Remaja / Dia-lo-gue / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dia-lo-gue: Chapter 1 - Chapter 10

78 Chapters

PART I

Kuis kimia baru saja berakhir. Aku mendesah panjang sambil melepas semua kepenatan karena harus belajar berbagai unsur dan reaksi yang menjadi topik kuis hari ini. Rencananya, aku akan segera pulang jika saja temanku tidak menahanku. Dari semenjak masuk kelas, dia selalu mengatakan ada hal yang ingin dia sampaikan padaku. “Ada apa sih, Sheryl?” tanyaku padanya. Tanganku masih sibuk memasukan buku-buku dan alat tulis ke dalam tas punggungku. “Gue enggak tahan harus bilang ini sama lo.” Dia tersenyum lebar sambil menyatukan kedua telapak tangannya di dada. “Bilang apa?” Sheryl tidak langsung bicara. Dia menghentikan kegiatanku yang masih sibuk membereskan meja dan memintaku menghandap ke arahnya. “Katy, gue jadian sama Jace.” Aku terdiam, lalu mencoba mengkonfirmasi kembali apa yang sudah aku dengar tadi. “Apa? Jadian?” Sheryl mengangguk dengan sangat bersemangat. Matanya berbinar dengan senyum yang mengembang di wajahnya
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more

PART II

“Ada yang mau gue sampaikan.” Kalimat yang keluar dari mulut Jace membuatku bersikap waspada. Dengan segala kecanggungan yang selalu aku perlihatkan padanya, harusnya dia tahu bahwa berbicara berdua saja denganku tanpa kehadiran pacarnya di sini merupakan hal yang tidak wajar. Aku berdeham sambil menenangkan apa pun yang sedang berkecamuk di kepalaku. “Ada apa?” Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah amplop putih. “Nih, nitip buat wali kelas lo. Surat sakitnya Sheryl.” Aku menaikan kedua alisku. Menyadari kalau aku sudah terlalu jauh menduga hal-hal yang mustahil terjadi. Dasar bodoh! Aku kembali menghadap Jace dan mengerjap dengan cepat. “Sakit? Kok, gue enggak tahu?” Merasa heran mendengar Sheryl sakit. Semalam dia habis dari rumahku untuk mengerjakan tugas. Dan dia tidak terlihat sedang sakit. Aku tidak mengambil amplop yang menggantung di tangan Jace. Aku sibuk merogoh tas untuk mengambil handphone-ku.
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more

PART III

“Kenapa, Kat?” Suara Sheryl menyadarkanku. Aku menoleh ke arahnya tanpa mampu menjelaskan apa yang baru saja aku lihat. Sheryl seperti sudah menduga bahwa ada hal buruk yang telah aku ketahui. Dia merebut handphone di tanganku dan segera memekik histeris. Beberapa detik kami saling tatap dan tidak berani mengambil kesimpulan atas apa yang sedang kami perkirakan. Bisa saja itu orang lain. Ada puluhan orang yang terlibat dalam tawuran sore tadi. Kemungkinan Jace yang menjadi korbannya adalah sangat kecil. “Katy, ada apa? Sheryl kenapa?” tanya ibuku ketika masuk ke dalam kamar dengan wajah khawatir. Sepertinya dia mendengar suara Sheryl saat tadi histeris. Aku menjawab pertanyaan ibuku dengan memperlihatkan gambar buram korban tawuran yang mengenaskan tadi padanya. “Astaga! Ini siswa dari SMA kamu?” Aku dan Sheryl mengangguk berbarengan. “Anak jaman sekarang semakin brutal. Kalian pintar-pintar jaga diri ya. Jangan sampai
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more

PART IV

Zoey menyambutku dengan senyuman yang mengembang ketika aku menghampirinya. Aku menyempatkan diri menoleh ke belakang untuk memastikan cowok ini tidak melihat apa pun yang terjadi antara aku dan Jace tadi. Posisiku memang sedikit terhalang oleh tembok pos jaga di samping gerbang. Itu membuatku bisa bernapas lega karena tidak perlu mencari alasan untuk menjelaskan pada Zoey tentang kejadian aneh yang baru saja aku alami. Bagaimana tidak aneh. Jace berbisik dengan cara yang vulgar di telingaku. Mengucapkan kalimat yang sangat tidak masuk akal. Kalimat yang membuatku mengambil langkah untuk segera pergi meninggalkannya. Bahkan aku masih merinding jika harus mengingat kalimat yang diucapkan oleh pacar sahabatku ini. “Maaf lama,” ucapku ketika masuk ke dalam mobil milik Zoey. Zoey tersenyum sambil menyalakan mesin mobilnya. “Santai aja. Memang habis apa tadi di pos?” “Aku ada urusan dulu sama pacarnya Sheryl,” jawabku mencoba tetap jujur. “Ada apa
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more

PART V

Hujan tidak pernah berhenti sampai kami tiba di rumahku. Gigiku gemerutuk, lututku bergetar dan mataku perih. Aku sampai tidak bisa merasakan jari-jari kakiku karena kedinginan.Aku dibimbing Jace menuruni motornya. “T-thanks,” kataku terbata karena terlalu menggigil kedinginan.Aku kemudian buru-buru berlari memasuki pelataran rumah seraya mendekap tubuhku sendiri. Sungguh, rasanya aku ingin segera berganti pakaian dan memeluk selimut yang hangat. Dengan buru-buru, aku pun menggedor pintu rumah dengan kencang agar segera bisa masuk.“Ma!” teriakku.Aku menoleh ke belakang. Jace ikut turun dari motor dan berdiri di teras melihat ke arah langit. Dia menggosok-gosok tangannya yang berkerut. Dia juga pasti sangat kedinginan.“Kat? Hujan-hujanan?” Ibuku keluar dari ambang pintu dengan wajah terkejut.Aku tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam rumah. Namun, aku kembali lagi ke luar dan berseru pada
last updateLast Updated : 2021-10-29
Read more

PART VI

“Katy!” Aku menoleh ke arah suara orang yang memanggilku berasal. Ada Sheryl yang sedang melambaikan tangannya dan mengejarku dengan langkah cepat. Aku berhenti melangkah demi menunggunya menyusulku. “Tumben enggak telat.” Aku menyambut tangannya yang lebih dahulu melingkari pundak. Sheryl mengerucutkan bibirnya. “Gue enggak pernah telat. Lo aja yang kepagian. Orang normal tuh, dateng ke sekolah saat detik-detik gerbang akan di tutup.” Aku tertawa kecil sambil kembali melangkah menuju ruang kelasku. “Eh, Semalem Zoey jadi jemput lo kan?” tanya Sheryl tiba-tiba. Seketika jantungku berhenti berdetak. Ingatanku kembali pada kejadian malam tadi yang membuatku tidak bisa tidur. Pada tatapan mata Jace yang mengurungku di bawah kendalinya. Pada sentuhannya yang menarik semua oksigen di sekitarku. Lalu pada kalimatnya yang memporak-porandakan keyakinanku bahwa aku sudah bisa melupakan perasaanku pada kekasih sahabatku ini. Aku mengambi
last updateLast Updated : 2021-12-25
Read more

PART VII

Aku melenguh pelan. Rasa sakit yang tidak tertahankan segera menyerang kepalaku. Rasanya seperti habis dibenturkan dengan kencang. Aku mengerang dan mencoba untuk membuka mataku perlahan. Beberapa detik kemudian akhinya aku bisa menangkap beberapa cahaya yang menulusup masuk lewat bulu-bulu mataku. “Argh.” Suaraku terdengar serak. Mataku mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka dengan sempurna. Tunggu, aku tidak kenal ruangan ini. Mataku menyapu sekeliling ruangan tanpa jendela yang berukuran empat kali tiga meter ini. Dua buah lemari buku usang. Beberapa vas bunga retak. Bahkan ada yang hancur sama sekali. Lalu ada sebuah grand piano penuh debu. Lengkap dengan tumpukan partitur yang sudah menguning. Aku terbatuk beberapa kali. Rasanya, tenggorokanku kering dan sakit. Aku juga merasa nyeri di pergelangan kakiku. Aku raba dan melihat di tempat sakit itu berasal. Ada lebam dan guratan bekas tali yang mengikat kakiku. Jelas sekali kakiku
last updateLast Updated : 2021-12-26
Read more

PART VIII

“Bisa ceritakan kembali apa yang anda lihat di sana?” sudah ke sekian kalinya polisi di depanku ini bertanya padaku. Aku ingin ceritakan semua. Namun, lidahku tiba-tiba terasa kelu. Tanganku masih gemetar dan fokusku masih belum kembali. Aku masih bingung harus memulai cerita mengerikan tadi malam itu dari mana. Seorang perawat mendekatiku dan berbisik dengan ramah. “Tarik napas dalam-dalam dan keluarkan perlahan. Ceritakan saja apa yang kamu ingat. Selebihnya bisa menyusul nanti.” Aku melirik ibuku yang duduk di sampingku. Dia menggenggam tanganku erat dan mengangguk pelan. “Enggak apa-apa. Pelan-pelan aja ceritanya. Yang penting kamu bikin laporan dulu. Supaya kasus ini bisa cepat diproses.” Ibu memelukku sedikit lebih erat. Ternyata, hanya pelukannya lah yang aku butuhkan. Pelukan yang bisa meredakan ketakutanku saat ini. “Temanku gimana, Sus?” tanyaku dengan suara parau. “Kondisinya sudah stabil. Sudah masuk ruang rawat. Tinggal me
last updateLast Updated : 2021-12-27
Read more

PART IX

“Kalian pernah pulang bersama saat malam?” Sheryl mengulangi pertanyaan yang sempat aku alihkan tadi. Dia memicingkan matanya padaku dan Jace secara bergantian. Membuatku tidak mampu berkilah atau membuat alasan yang bagus dalam waktu singkat. “Jace?” panggil Sheryl, karena si tersangka utama ini malah terlihat tidak peduli. “Itu udah lama. Enggak perlu dibahas lagi,” jawabnya santai. Lalu memejamkan mata seolah keadaan ini tidak terlalu penting untuk dibahas. Seiring dengan itu, Zoey masuk ke dalam ruangan. Memotong ketegangan yang sedang berlangsung di ruangan ini. “Sher, lama banget cuma bawa handphone doang,” celetuk Zoey sebelum menyadari ada yang tidak beres dari ekspresi kami bertiga. “Ada apa nih?” Sheryl membuang wajahnya ke arah Zoey. “Lo tahu mereka pernah pulang bersama malam-malam?” Wajah Zoey seketika berubah. Dia menatap lurus padaku, seolah ingin mengatakan bahwa aku seharusnya sudah membereskan hal ini
last updateLast Updated : 2021-12-28
Read more

PART X

Zoey mendesak, dan mendorong badanku ke belakang. Ini membuatku tidak lagi menyukai apa yang sedang Zoey perbuat padaku. Aku tidak nyaman dan merasa terancam. Zoey sudah melewati batasnya Aku tidak membuka bibir ketika Zoey terus mendesaku. Dia mencari kesempatan dan sedikit memaksa. Sampai akhirnya aku mampu mendorongnya dan menyudahi apapun kegiatan kami itu. “Zoey stop,” erangku dengan suara serak. Zoey menghentikan ciumannya ketika sadar aku menekan dadanya dengan tanganku. Dia menatapku penuh tanya. Kemudian menarik napas dan mengembuskan dengan kasar. “Maaf, aku enggak bisa ...” “No, It’s on me. Aku yang minta maaf.” Zoey memotong ucapanku. Suaranya masih terdengar bergetar. Lalu kami saling diam. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Ada sesuatu yang mengganjal hatiku atas perlakuan Zoey tadi. Apa aku belum siap? Atau memang aku tidak terlalu menyukai Zoey? Oh, Tuhan. Ide yang kedua terdengar san
last updateLast Updated : 2021-12-29
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status