Home / Fantasi / Siasat Sang Penguasa / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Siasat Sang Penguasa: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

21. Maksud Lain

Tak lama kemudian, ruangan di sebelah menjadi sunyi, suara wanita-wanita tadi sudah tak terdengar, mungkin mereka sudah meninggalkan ruangan.Matahari mulai meninggi, hari semakin siang, namun siluet Kastara belum juga terlihat. Arga mengetuk-ngetukkan jari ke meja, dia mulai khawatir. Tepukan di bahu menyadarkan Arga, segala pemikiran negatif yang sempat terlintas di benaknya telah sirna, lantaran orang yang sedari tadi di tunggu, sudah ada di depan mata. "Maaf ya, tadi sempat tersesat...hehehe" Tawa Kastara canggung. Setelah pemuda itu mendudukan diri, dia kembali berbicara, "sebenarnya kedatanganku kemari ada hubungannya dengan racun antibiotik yang pernah kau suruh untuk diteliti." Kastara mengeluarkan botol kaca kecil, lalu menyodorkannya kepada Arga. "Efek yang di hasilkan obat penawar itu belum maksimal, Kastara masih membutuhkan beberapa komposisi untuk membuatnya rampung, namun sangat sulit untuk membuat penawar itu dengan keter
Read more

22. Tawaran

Lalu hari-hari di istana berlalu dengan damai, hingga beberapa hari kemudian, "Arga!," Kastara berjalan melambai sembari mendekati Arga. "Terima kasih banyak Arga, berkat bantuanmu, Kastara berhasil di terima kerja di istana juga dalam bidang yang sesuai dengan keinginan Kastara, bagaimana menurutmu?," Ucapnya sembari berputar-putar memamerkan setelan jas laboratoriumnya. Sekarang Kastara sudah diterima menjadi bagian dari tim ilmuwan Kerajaan. "Yah itu terlihat cocok untukmu, tapi jangan lupakan tujuan awal kita Kastara." Balas Arga mengingatkan. Kastara spontan mengangguk "tentu saja sobat." Tapi sesaat kemudian Kastara menjauhi Arga, dia menutup hidung, sembari mengipas, "kau habis dari mana Arga?, kenapa baumu sangat menyengat?." karena Kastara dan Arga adalah bagian Orang Darat yang memiliki ketajaman indra layaknya binatang, jadi hanya mereka yang bisa mencium bebauan itu. Sangat berbeda dengan Orang Negeri yang jika di hadapkan dengan ba
Read more

23. Putri Glaciem

"Dia menjadi seperti ini, mungkin karena respons vasovagal yang di hasilkan, sehingga memicu penurunan detak jantung dan tekanan darah." Duga Kastara, mereka sekarang tengah berada di kamar Zea. Arga dengan perlahan menurunkan sang putri ke atas ranjangnya, "Namun kenapa dia menjadi pucat dan gemeteran, padahal luka yang di alaminya tidak cukup parah." Tanya pemuda itu. "Jika dengan semua gejala yang di alaminya tadi, diagnosaku mengatakan, Putri Zea menderita tekanan mental yang berakibat pada kelainan syaraf." Tukas Kastara, sambil dengan telaten membaluti luka sang putri. Dalam tidurnya, Putri Glaciem itu bergerak-gerak gelisah, dahinya mengerut, serta alisnya menekuk dalam. "Sepertinya, Zea sedang bermimpi buruk."  |Flashback On| Enam tahun yang lalu.Di dalam sebuah kamar paling cantik di Istana Glaciem, seorang gadis kecil berusia sembilan tahun sedang duduk di depan jendela ka
Read more

24. Terbangun

Zea mendadak terbangun dari mimpi mengerikan itu, dahinya mengucurkan keringat dingin. Padahal kejadian itu sudah enam tahun berlalu, tapi entah kenapa sangat berbekas diingatannya. Matanya beralih ke lehernya, disana tersemat kalung berbandul sisik pemberian Hans. Di pandanginya kalung berbentuk bunga oval yang kini berkilat begitu indah. Inilah yang tersisa dari semua kenangan yang dia miliki dulu. Suatu benda cantik yang menjadi ganti atas nyawa sahabatnya, ingin rasanya Zea membuang jauh-jauh, dan mengubur dalam-dalam benda mematikan itu. Namun di satu sisi benda itu juga menjadi kenangan terakhir dari Hans. Wujud dari suatu memori termanis juga terburuk dalam hidupnya.Lantas Zea mengedarkan pandangan berusaha mengenali sekitar, Pemandangan pertama yang terlihat oleh sepasang mata hijau itu adalah langit-langit plafon yang terukir dengan sulur-sulur memanjang berwarna keperakan, ini adalah kamarnya. Dan hal yang gadis itu rasakan pertama kali ad
Read more

25. Darurat

Pangeran Wirya menghabiskan sarapan di depannya dengan lahap, entah kenapa setelah kepindahan nya ke istana Arga, juga turut menjadikan nafsu makannya bertambah. Walau meja makan besar itu hanya terisi dengan dirinya dan sang guru. "Masakan di sini, luar biasa enak, apalagi dengan steak setengah matang ini, seakan meleleh di mulut saat di gigit." Ungkap si pangeran. Lalu sang pangeran, memindahkan beberapa makanan, menyusunnya ke atas nampan. "Mau anda apakan makanan itu pangeran?," Tukas Arga. Wirya menyengir, "Ingin di berikan kepada ibu." sahutnya, walau Wirya tahu bahwa para pelayan juga sudah memberikan putri Clamire makanan, namun tetap saja dia masih melakukannya, lantaran sudah menjadi kebiasaan untuk menyisihkan makanan kepada sang ibunda. "Wirya pergi dulu, terima kasih banyak sarapannya guru!." seru Wirya, seraya berlalu pergi menuju kamar Clamire. Melihat anak didiknya menjalani hidup dengan baik, membuat Arga turut sen
Read more

26. Imbalan

Pagi ini, permaisuri sedang berada di paviliun terbuka yang terletak di antara hamparan taman bunga di dekat istananya. Dia sedang menjemurkan diri dengan hangatnya mentari, di temani keindahan bunga-bunga serta semilir angin pagi yang mendamaikan hati. Sesekali wanita paruh baya itu akan menyesap kesegaran dari teh beraroma mawar melalui gelas cawan berukiran burung bangau kesukaannya. "Salam hormat permaisuri." Sapa seorang pelayan wanita yang terlihat sudah berumur. "Saya ingin mengabarkan perkembangan para selir." Permaisuri meliriknya sekilas, mengizinkan pelayan pribadinya itu untuk bersuara, "para selir yang baru memasuki istana sudah diwajibkan untuk mengikuti perjamuan teh mingguan, mulai besok." Sambungnya. "Lantas bagaimana dengan perkembangan selir lama?." Tanya permaisuri, "sesuai rencana kita sebelumnya permaisuri, sejak perjamuan teh mereka di hentikan sebulan lalu. Banyak dari mereka yang jatuh sakit hingga menjadi gila, akibat
Read more

27. Fakta

BRAKK! Suara dobrakan pintu akibat dibuka paksa terdengar nyaring memenuhi ruangan pribadi Arga, setelah membuka kedua matanya yang semula terpejam, dia mendapati sosok sang kawan berdiri di hadapannya dengan berkacak pinggang. "Ada apa Kastara?." Tanya Arga heran.  "Apa kau memiliki katak emas Arga?." Tanya Kastara penuh selidik, kedua mata beriris kelam itu menatap sahabatnya serius. "Aku punya. Katak itu sekarang berada di ruangan lab ku." Jawab Arga jujur. Dia lantas membawa Kastara memasuki lab tersembunyi miliknya. Lalu mengarahkan pemuda itu ke sebuah kotak mini yang terbuat dari kaca transparan.Di dalamnya tampak seekor katak sedang berkamuflase di balik bebatuan spon, katak itu memperhatikan seekor nyamuk, ketika si nyamuk terbang mendekat, katak tadi lantas menjulurkan lidahnya, lalu memangsanya. "Sejak Ling memberikanku katak ini, aku memyimpannya di dalam sini."  "Fiuh... Syukurlah." Tukas Kastara lega
Read more

28. Perpisahan

Keesokan Harinya.  Tak terasa hari mulai semakin larut, tetapi Arga dan Kastara terlihat masih sibuk membuat obat penawar untuk putri Clamire di dalam laboratorium istana. Mereka berpindah tempat kesana, lantaran membutuhkan peralatan yang lebih lengkap agar bisa mencampurkan kedua elemen api dan air, yang berasal bahan dasar obat berupa bulu Garuda Api, dan mutiara dari mineral murni. Dengan kehati-hatian dan penuh perhitungan Kastara menaburkan serpihan mutiara yang sudah dihaluskan, ke atas permukaan Bulu Garuda Api yang sudah direndam dengan cairan khusus semalaman.  Ketegangan terlihat di antara kedua pemuda itu, mereka dengan was-was menunggu hasil dari reaksi kedua bahan berlainan sifat tersebut. Lalu kepulan asap berwarna keunguan terbentuk dari hasil reaksi campuran tadi. Tak lama kemudian, gumpalan asap berukuran kecil itu perlahan memudar dan berangsur-angsur menghilang. "kita berhasil menyatukan mereka!." Seru Kastara sen
Read more

29. Kepergian

BRUKK! BRUKK! Arga menaiki tangga dengan tergesa ketika telinganya menangkap suara tak lazim yang datang dari kamar putri Clamire. Ia membuka pintu kamar dengan tidak sabar, lalu menemukan para pelayan mengitari ranjang di mana putri Clamire biasanya terbaring, dengan Wirya yang berteriak-teriak tak terima, sembari menangis pilu, hingga terjatuh dari kursi dan terduduk di atas karpet. Mata Arga melotot karena itu, dia sadar bahwa telah terlambat. Namun Arga tetap melenggang menghampiri kerumunan. Dia tidak ingin berpikiran buruk sekarang, mungkin saja Clamire hanya tertidur lalu susah di bangunkan, mungkin saja dirinya hanya kelelahan, atau mungkin saja... Pemuda itu masih berharap di setiap langkah kakinya yang kian mendekati kasur. Tetapi sayangnya kenyataan berkata lain, di depannya Jasad Clamire sudah terbujur kaku, wajah damai tersenyumnya bak seorang malaikat yang sedang tertidur, menunjukkan bahwa putri Clamire sudah tak merasakan sakit lagi. Pemuda itu tertegun tak perc
Read more

30. Ambisi

Setelah Wirya terlihat mulai tenang, Arga perlahan mendekat, di tangannya tersemat sepucuk surat, "pangeran Wirya, sebenarnya sebelum kepergiannya, Putri Clamire sempat menitipkan surat wasiat ini. Mendiang sang putri berpesan kepadaku untuk memberikan surat ini, di saat dirinya telah tiada." Wirya menerima surat yang berwarna krim dengan kuncian stempel mawar merah, serta berkeliman emas. Dengan gemeteran Wirya mulai membaca bait demi bait wasiat sang ibunda, 'Jalanilah kehidupan sesuai yang kau inginkan anakku. Setiap kali kau akan melakukan sesuatu, pikirkanlah dulu baik-baik. Hiduplah dengan bebas, sampai maut mempertemukan kita lagi.' Setelah Wirya menyelesaikan membaca kalimat terakhir, pandangan matanya berubah kosong, pupil matanya bergerak-gerak gelisah. Bukan karena dirinya akan menangis lagi. Tidak, fisik lelah Wirya tidak bisa melakukan hal itu sekarang. Melainkan karena dirinya bimbang, sebagai pangeran yang terbuang penyemangat hidupnya selama ini hanyalah Ibunya seo
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status