Home / Fantasi / Siasat Sang Penguasa / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Siasat Sang Penguasa: Chapter 11 - Chapter 20

59 Chapters

11. Pamit

 ◇❖❖◇  Seusai dari pertemuan rapat tadi pagi bersama para sahabatnya, siangnya Arga melanjutkan pergi ke balai desa ingin meminta izin atas kepergiannya kepada sang kepala suku. Tok... Tok... TokArga mengetuk pelan pintu ruang belajar Eyang Abimayu, dia tampak gugup, karena ini kali pertamanya meminta izin secara resmi. Jika sebelumnya, Arga langsung melarikan diri dari desa tanpa sepengetahuan teman dan para warga. Mengakibatkan dirinya berakhir tragis. Kini demi tugas melindungi desa dan rencana balas dendamnya, dia harus bisa membuktikan kepada gurunya itu, bahwa dia bisa dipercayai dalam mengatasi masalah suku."Masuk." suaranya pelan dan tegas. Arga memasuki ruangan yang dipenuhi senjata-senjata tradisional, dengan rak-rak buku menjulang di setiap sisi. Eyang tengah sibuk membaca berkas-berkas yang menggunung, kepalanya menyembul dari tumpukan-tumpukan dokumen. "Ada apa Arga?." Tanya Eyang Abimayu t
Read more

12. Burung Garuda

◇❖❖◇ Setelah mengemas dan mempersiapkan segala pembekalan, Arga siap bepergian. Semuanya berjalan dengan lancar sesuai rencananya. Namun, demi keamanan, Arga meninggalkan Nehan untuk mengurus Ibu. Dia tidak ingin identitasnya sebagai Orang Darat terbongkar, karena akan terlalu mencolok membawa seekor Harimau ke khalayak banyak. Kini Arga menyusuri hutan belantara. Setelah berpamitan dengan Eyang, ibu, beserta para sahabatnya. Kakinya akan menapaki jalan selama satu hari dua malam. Suasana hutan masih terasa sama seperti dua bulan yang lalu. Ketika dirinya masih seorang pemuda polos yang gampang dimanfaatkan. Kini setelah semua peristiwa tersebut, menjadikannya diri yang baru, dewasa, ambisius, dan penuh rencana. Dia tidak akan mudah terpengaruh lagi, walaupun harus kembali ke kandang Singa. Dia sudah menyiapkan strategi agar bisa menghukum Singa. Beberapa saat menjelajah kini Arga telah sampai di sebuah lembah, dia merasa kelelahan
Read more

13. Independen

Kini Arga, sedang mengitari pasar plaza yang ada di depan gerbang istana. Dia ingin menyempatkan diri untuk menikmati beberapa makanan lokal. Sebelum kerajaan mengubahnya menjadi guru sang pangeran, selagi dia masih bisa berjalan bebas tanpa harus menyembunyikan diri dalam balutan tudung tebal nan menggerahkan. karena di kehidupan yang lalu, dia tidak sempat untuk menjelajahi salah satu pusat perbelanjaan teramai di Kerajaan itu, apalagi hanya sekedar untuk mencicipi makanannya.  Di sisi kanan dan kiri jalan nampak kios-kios penjual kaki lima yang di penuhi aneka barang lengkap, mulai dari kebutuhan pokok, barang-barang unik, hingga barang-barang magis. Para pedagang terlihat cukup sibuk untuk menjajakan barang dagangan yang dimiliki. Arga memutuskan untuk memasuki sebuah kedai teh. Kedai itu penuh ramai dengan pengunjung, untungnya masih ada satu tempat duduk kosong yang berada di ujung ruangan. Lantas Arga segera menuju kesana, t
Read more

14. Pertemuan

Gerbang istana membentang kokoh dihadapan, tampak sudah berwarna silver kecoklatan, ia terus membentang kokoh dihadapan. Meski sudah lama melindungi bangunan kastil megah itu sehingga karatan, membuktikan perjuangan panjangnya dalam menghadang teriknya mentari juga guyuran hujan. Selama bertahun-tahun melebihi masa triwulan. Menarik nafas dalam Arga, melangkahkan kakinya siap memasuki kandang lawan. Kini dia berjalan santai tanpa perlu khawatir mendapat cegatan, atau bentakan dari para penjaga. Karena kedatangannya kali ini, sudah berbekalkan Undangan surat resmi dari kerajaan. Arga menyusuri Koridor istana sendirian, dia tidak memerlukan seseorang untuk menunjukkan jalan, sebab semua memorinya masih terpasang lekat di ingatan. Semua ruangan, serta tatanan furnitur, atau bahkan beragam rangkaian bunga masih terlihat sama di benaknya. Bayangan bangunan-bangunan tampak tak terlihat di tanah, berarti posisi matahari berad
Read more

15. Aliansi

Raynar Syaron berjalan menyusuri koridor panjang istana menuju aula utama. Sepatunya berbunyi 'tuk tuk'  tergesa diatas lantai es yang memantulkan gema di sepanjang dinding, jubah putih yang ditahan dua buah permata biru di bahunya tampak berdesir saat kaki itu melangkah, pakaian kebesaran kerajaan yang berwarna putih biru melekat dengan sangat pas ditubuhnya yang tegap.Lelaki itu melangkah mantap, lalu mendorong pintu tinggi aula utama dengan kedua tangan, menatap seorang pria paruh baya yang duduk di singgasana di seberang ruangan, sang raja negeri Maheswara."Anakku" sang raja memanggil Raynar dengan nada girang yang dibuat-buat sambil merentangkan tangan untuk menyambut kedatangan anaknya, "Kemarilah, nak. Kau sudah tau kita akan kedatangan tamu. Cepat. Cepat!"Sang pangeran memutar bola mata sebal, namun tetap melangkah dan berhenti di depan singgasana ayahnya, membiarkan pelayan pribad
Read more

16. Putra Mahkota

Seperti biasa, Raynar akan bangun saat para pelayan mulai berdatangan ke kamarnya, lalu dia dilayani oleh puluhan pelayan untuk mempersiapkan diri setiap harinya, sesudahnya Raynar dalam tampilan rapihnya, beranjak pergi ke istana ibunda untuk memberikan salam sebagai rutinitas paginyapermaisuri dalam balutan busana megahnya duduk di atas singgasana, dikipasi dan disuguhi buah-buahan oleh para dayang, "Salam kepada rembulan kerajaan, ibu.""Kemarilah, nak. " panggilnya dengan melambai  kepada anak tunggalnya, gerakan itu menghasilkan bunyi gemericik dari perhiasan-perhiasan emas yang dikenakannya."kenapa ibu terlihat lesu, apa ibu sedang sakit?." Raynar meletakkan telapak tangannya di atas kening sang bunda, memeriksa suhu badannya. "Tidak nak, ibu hanya kurang enak badan." sanggah permaisuri, tak ingin membuat anaknya khawatir.Setelah para dayang pergi meninggalkan mereka berdua, Permaisuri menggengam tangan Raynar lantas bertanya, "Jadi bagaiman
Read more

17. Kebetulan

"Kakak, kenapa kau lama sekali..." Seorang gadis tengah duduk menyadar ke sebuah pohon besar yang tersembunyi, dirinya terlihat kesal lantaran sudah cukup lama menunggu sang kakak.Seharusnya acara perundingan itu sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu, tapi batang hidung orang yang ditunggunya masih belum terlihat juga.Gaun sutra berwarna krem dan sepatu senada yang dikenakannya terlihat basah juga kotor, akibat terkena cipratan lumpur dari hentakan kakinya, begitupun tangannya juga terlumuri noda kecoklatan tanah yang sedari tadi di main-mainkannya untuk mengusir kebosanan.Terdengar suara langkah kaki mendekat, karena kondisi khusus yang dimiliki Zea, dia tidak bisa bertemu dengan sembarangan orang. Lantas segera menyembunyikan diri di balik pepohonan besar. Sinar matahari yang tertutupi oleh pepohonan rindang di sekitar menghasilkan cahaya teduh remang-remang sehingga membuat penglihatan putri Zea tidak terlalu terfokus. Dari kejauh
Read more

18. Curiga

"Ada apa guru?," Wirya memandang bingung tingkah Arga, sang guru sedang mengendus telapak tangannya yang terkena air minum tadi. "Ada racun." Pekerjaan para pelayan terhenti ketika mendengar pernyataan yang di ucapkan Arga. Mereka berbisik-bisik kepada satu sama lain, memperdebatkan kebenaran informasi tersebut, membuat ruangan menjadi gaduh. Wirya segera mengusir mereka dari kamar, menghindari keributan yang akan menganggu waktu istirahat sang bunda. Lalu hanya menyisakan dirinya, Arga dan putri Clamire. "Apa anda ingat pangeran dari mana air itu berasal?." lanjut Arga masih memperhatikan liquid tadi. "Wirya kurang tahu guru, karena air itu sudah ada dari pagi tadi." Pangeran Ke-7 itu mendekati Arga melihat hal yang sama. Namun dia tidak merasakan sesuatu yang salah dari air itu, semuanya tampak terlihat normal. "Jika dugaanku benar, ini ada sangkut pautnya dengan semakin parahnya penyakit putri Clamire." Arga mengeluarkan serbet dari saku, la
Read more

19. Kelahiran

"Apakah anda yakin?." Tanya Arga memastikan.Tanpa ragu Clamire mengangguk, "Mengingat kondisi saat ini, waktu saya tidak tersisa banyak. Saya memberitahukan semua ini kepada tuan agar nantinya Wirya tidak bersedih saat kepergian saya. Penilaian saya tidak pernah keliru, saya tidak pernah seyakin ini dan semantap ini dengan keputusan saya." Teguh Clamire, matanya memancarkan keyakinan mendalam. Setelah Arga mendengarkan cerita sang putri sejenak, Sekarang semuanya menjadi jelas dan masuk akal, sedikit demi sedikit semua kejadian ini berhubungan, tiap-tiap benang petunjuk yang sudah di temukan, berakhir membawa Arga ke sebuah kesimpulan. Pemuda itu mengusap dagunya, "Berarti ini semua memanglah sudah di rencanakan." Gumamnya.  • Dari arah pintu, Wirya tergesa-gesa memasuki ruangan "kalian tahu apa yang baru saja Wirya dapatkan." Tutur si pangeran.Sebelum melanjutkan, tak lupa Wirya terlebih d
Read more

20. Kedok

Plakk, Plakkk   "Argh!!."  Suara erangan dan cambukan terdengar bersahut-sahutan dalam ruang interogasi yang berada di bawah tanah, tempat berlapisi besi itu sudah menjadi saksi bisu akan banyaknya penyiksaan yang telah di lakukan disana, itulah sebabnya ruangan ini terkesan gelap dan suram. Dua orang pria berpakaian serba hitam tengah terbelenggu dalam jeratan rantai dan borgol. Wajah mereka pucat, karena terus menerus memuntahkan darah akibat pukulan cambuk yang di terima. "Baiklah Jika kalian masih bersikeras tak ingin mengatakannya, maka aku terpaksa untuk mengeluarkan alat lainnya." Mahavir menghampiri lemari kayu di sudut ruangan, dia mengeluarkan tongkat bergerigi tajam, kemudian memanaskannya ke perapian. "Tenang saja, aku hanya akan mencetakkan ini ke bagian-bagian yang tertutupi baju, agar para tetua tidak menyadarinya." Tukas Mahavir, Seringai bengis menghiasi wajahnya yang tampan, Membuat para penyusup itu meneguk ludah,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status