Keesokan Harinya.
Tak terasa hari mulai semakin larut, tetapi Arga dan Kastara terlihat masih sibuk membuat obat penawar untuk putri Clamire di dalam laboratorium istana.
Mereka berpindah tempat kesana, lantaran membutuhkan peralatan yang lebih lengkap agar bisa mencampurkan kedua elemen api dan air, yang berasal bahan dasar obat berupa bulu Garuda Api, dan mutiara dari mineral murni.
Dengan kehati-hatian dan penuh perhitungan Kastara menaburkan serpihan mutiara yang sudah dihaluskan, ke atas permukaan Bulu Garuda Api yang sudah direndam dengan cairan khusus semalaman.
Ketegangan terlihat di antara kedua pemuda itu, mereka dengan was-was menunggu hasil dari reaksi kedua bahan berlainan sifat tersebut. Lalu kepulan asap berwarna keunguan terbentuk dari hasil reaksi campuran tadi. Tak lama kemudian, gumpalan asap berukuran kecil itu perlahan memudar dan berangsur-angsur menghilang.
"kita berhasil menyatukan mereka!." Seru Kastara sen
BRUKK! BRUKK! Arga menaiki tangga dengan tergesa ketika telinganya menangkap suara tak lazim yang datang dari kamar putri Clamire. Ia membuka pintu kamar dengan tidak sabar, lalu menemukan para pelayan mengitari ranjang di mana putri Clamire biasanya terbaring, dengan Wirya yang berteriak-teriak tak terima, sembari menangis pilu, hingga terjatuh dari kursi dan terduduk di atas karpet. Mata Arga melotot karena itu, dia sadar bahwa telah terlambat. Namun Arga tetap melenggang menghampiri kerumunan. Dia tidak ingin berpikiran buruk sekarang, mungkin saja Clamire hanya tertidur lalu susah di bangunkan, mungkin saja dirinya hanya kelelahan, atau mungkin saja... Pemuda itu masih berharap di setiap langkah kakinya yang kian mendekati kasur. Tetapi sayangnya kenyataan berkata lain, di depannya Jasad Clamire sudah terbujur kaku, wajah damai tersenyumnya bak seorang malaikat yang sedang tertidur, menunjukkan bahwa putri Clamire sudah tak merasakan sakit lagi. Pemuda itu tertegun tak perc
Setelah Wirya terlihat mulai tenang, Arga perlahan mendekat, di tangannya tersemat sepucuk surat, "pangeran Wirya, sebenarnya sebelum kepergiannya, Putri Clamire sempat menitipkan surat wasiat ini. Mendiang sang putri berpesan kepadaku untuk memberikan surat ini, di saat dirinya telah tiada." Wirya menerima surat yang berwarna krim dengan kuncian stempel mawar merah, serta berkeliman emas. Dengan gemeteran Wirya mulai membaca bait demi bait wasiat sang ibunda, 'Jalanilah kehidupan sesuai yang kau inginkan anakku. Setiap kali kau akan melakukan sesuatu, pikirkanlah dulu baik-baik. Hiduplah dengan bebas, sampai maut mempertemukan kita lagi.' Setelah Wirya menyelesaikan membaca kalimat terakhir, pandangan matanya berubah kosong, pupil matanya bergerak-gerak gelisah. Bukan karena dirinya akan menangis lagi. Tidak, fisik lelah Wirya tidak bisa melakukan hal itu sekarang. Melainkan karena dirinya bimbang, sebagai pangeran yang terbuang penyemangat hidupnya selama ini hanyalah Ibunya seo
"Yang mulia pangeran, Kekaisaran ini sejatinya tak lain dari sebuah delusi semata." Arga berjalan mendekati bangku Wirya, dia tengah menjelaskan sejarah-sejarah kelam kerajaan."Sederhananya, seperti alat penghubung antar manusia. Namun untuk para rakyat jelata dan budak, mereka tak memerlukan pangkat tinggi dari kebebasan sejati." sedangkan, Wirya berfokus pada semua penjelasan materi.Mereka sekarang tengah berada di sebuah ruangan berelemen kayu yang di desain untuk proses belajar-mengajar, Wirya tampak serius mendengarkan penjelasan sang guru. Sambil di catatnya semua materi yang disampaikan di atas sebuah buku agar tidak terlupa."Sebaliknya, akan lebih baik jika membiarkan mereka melarikan diri dari beban mengerikan yang mengekang mereka.""Ambillah semua yang anda inginkan pangeran. Meskipun sesuatu itu sudah memiliki pemiliknya. Anda tak perlu goyah dengan menghormati kekayaan." Semua benih-benih akan kekejaman kerajaan sang guru jabarkan kepada m
"Sombong sekali!." ketus Huli, setelah mendengar sumpah dari si pemuda. Raynar menahan napasnya, seketika tekanan udara di ruangan itu secara tiba-tiba berubah menjadi amat berat dan menyesakkan. 'A –apa ini?' "Jaga bicaramu Tuan, jika kau masih sayang dengan nyawamu itu." Gcreet! Mata Raynar menyipit merasakan sakit saat kedua pergelangan tangannya seperti di remas sesuatu, ia melirik sekilas dan mendapati kedua tangannya yang tengah diikat oleh semacam... sulur?, Kenapa sejak tadi ia selalu melihat sulur di mana-mana?. Raynar menatap wanita di hadapannya dengan datar, "Apa maumu?" Tanyanya menantang dengan gaya khas seorang Syaron. "Lihat keadaanmu Tuan, kau tidak dalam keadaan bisa bersikap 'angkuh' dan 'sok tinggi' sekarang." wanita itu berdiri, membuat syal beludru yang sejak tadi berada di pundaknya bergerak mengikutinya. Ctik! Jentikan jari di depan wajahnya refleks membuat Raynar mengerjap. Dia
"Singkirkan tanganmu." Ucap Raynar dingin."Kenapa kau begitu pemarah?." Alis Huli berkerut sebelum, sebuah senyuman manis nampak di wajahnya. "Apa kau begitu takut ku sentuh?" Mata Raynar mengerjap."Pffft... Tuan Raynar, ternyata kau benar-benar seorang penakut." Ucap wanita itu, sebelah tangannya ia gunakan untuk menutupi mulutnya. Menahan suara tawanya untuk keluar."Tuan Raynar, apa kau punya kelainan?, gangguan mental?." Tanya Huli."Singkirkan. tanganmu." Ucap Raynar lebih dingin.Wanita pirang itu tersenyum mendengar ucapan dingin dari pangeran mahkota, "Sepertinya dua-duanya." Tebaknya seraya menegakan tubuhnya.Gigi-gigi Raynar bergemeletak, "Singkirkan. tanganmu. dari. sana." Ucapnya penuh penekanan.Huli menyeringai, "apa aku benar?" Tanya wanita itu. Tangannya terus mengelus, bergerak memutari perut berotot dan dada bidang milik sang lelaki.Seet..."Ukh..."Perih, ringisan itu terdengar dari Ra
Tak melupakan kehadiran pangeran ke-5 yang sedari tadi bersembunyi di dinding luar goa. Rahardian tampak amat sangat terkejut begitu mendengar jeritan-jeritan tersiksa dari Raynar, juga tentang fakta kematian rekan setimnya. Sang pangeran bahkan menutupi mulutnya erat, takut suara napasnya dapat terdengar oleh lawan bicara Raynar. Rahardian tadi sempat mengintip sedikit ke dalam, dan dia mendapati bahwa seseorang di dalam goa itu, ialah sesosok wanita dengan penampilan seksi. Tak pernah terbayangkan oleh Rahardian, jika mereka akan berakhir setragis ini. Rahardian bergerak gelisah ketika mendengar bahwa kakaknya akan mendapatkan siksaan selanjutnya, walau bagaimanapun dia harus menolong si pangeran mahkota. Rahardian tahu bahwa Raynar sejatinya telah mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkannya, namun pengorbanan Raynar tak tanggung-tanggung, dia bahkan sampai rela menerima hukuman dari tindakan ceroboh sang adik.
Lautan meliputi 71% bumi. Lautan adalah perairan yang sangat dalam, luas dan misterius, banyak sekali cerita legenda tentang makhluk yang hidup di dalamnya, dan yang paling terkenal adalah kisah mengenai kehidupan Orang Laut yang di kabarkan sebagai makhluk abadi penjaga lautan. Sebuah cerita fantasi yang berasal dari imajinasi para manusia. Cerita yang tak pernah nyata, dan hanya sebatas bualan belaka. Pernahkah kalian berpikir bahwa kisah itu sungguh adanya? Mungkin pernah, ketika kalian masih seorang bocah yang dengan mudahnya ditipu oleh para orangtua. Dunia itu luas, tak sesempit pemikiran kalian. Bukankah masih banyak hal yang jadi misteri di dunia ini? Kalian para manusia, hanya bisa mempercayai apa yang kalian lihat secara langsung saja. Sedangkan jika kalian tidak melihatnya, kalian hanya akan menganggap suatu hal sebagai kebohongan saja. Sebuah opini yang nyata, bukan? Sebagian besar dari bumi adalah laut. Laut yang teramat sangat luas nan dalam. Me
"Barang murah, kualitas gak murahan." "Ayo, di beli!, di beli!." Langkah kaki pertama Syrenka, membawanya ke keramaian pasar di ibu kota kerajaan Maheswara. Di acara jalan-jalannya ini, Syrenka juga sesekali melihat pedagang-pedagang kaki lima di pinggiran jalan yang sedang asyik menjajakan dagangan mereka. Hingga Mata Syrenka tertarik dengan pedagang yang menjual berbagai aksesoris wanita. Dia pun lantas menghampiri kios tersebut. Syrenka melihat sebuah kalung berliontin giok putih dengan bentuk bulan sabit, yang menyatu dengan sebuah batu merah berbentuk bulat. "Nona mata anda sangat jeli, kalung itu memang paling laris terjual akhir-akhir ini, kalung itu bernama bulan yang memeluk matahari. Batunya juga sangatlah indah. Bisa di berikan sebagai hadiah kepada orang terkasih," jelas si pedagang. "Bulan yang memeluk matahari?" ulang Syrenka, sembari kembali memperhatikan dengan seksama liontin di k
"Arga Giandra Bratajaya!." "Tuan Arga!." "Tuan Guru!." Teriakan demi teriakan terus terdengar saling sahut menyahut, menciptakan kebisangan dalam suatu lembah yang letaknya agak ke pedalaman, sehingga dulunya jarang terjamah oleh kumpulan manusia awam. Walau tenggorokan sudah terasa kering, dan suara mulai terdengar serak pun. upaya mereka belum juga terlihat tanda-tanda akan membuahkan hasil. Padahal seluruh Anggota prajurit, termasuk pimpinan jendral sudah menghabiskan waktu hampir seharian penuh untuk melakukan pencarian terhadap sang pimpinan. "Anda ada dimana, tuan Arga?." Seru Jendral lirih, Tak terbilang sudah berapa banyak pikiran yang tidak-tidak terus berseliwiran mengundang kecemasannya. Hingga Pergerakan kedua kakinya mulai melemah, sang pemilik tubuh dirasa tak mampu lagi meneruskan berjalannya. Walau lemah, dengan susah payah Jendral mencoba berpegangan pada tepian batang kayu didekat aliran, berusaha menahan bobot tubuhnya supaya tidak langsung meluncur jatuh. Na
Syrenka berusaha mati-matian menahan pergerakannya saat Arga berjalan mendekati tempat persembunyiannya. Nyawa Syrenka seakan ikut mengambang. Saat Arga sudah sampai tepat di depannya, keberadaan mereka berdua hanya terhalang oleh dinding batu karang saja saat ini. Hampir selangkah lagi, Arga tiba-tiba berhenti. pemuda itu menunduk, tangannya perlahan turun, lalu jemarinya menggapai sebatang tangkai Anggrek berlian dan lantas mencabutnya. "Kurasa cuma bunga ini yang ukurannya paling besar." Gumam Arga sembari menyelipkan lagi bunga dengan bentukan spesial itu. Selanjutnya Arga lekas memutar arah, pemuda itu menelusuri lagi setiap bunga guna memastikan suoaya tak ada yang terlewat. sebelum pemuda itu memutuskan untuk meninggalkan ladang Anggrek Berlian itu, dan berenang pergi ke daratan. Sedangkan syrenka hanya bisa menatapi sosok yang mulai menghilang ke permukaan itu tanpa bergeming. Dia masih tidak bisa menyangka, jika baru saja berkesempatan untuk melihat orang yang dicintainya
Selepas mendapatkan pusaka, lantas semakin menyelam menuju ke kedalaman air. Arga sudah lama berubah pikiran, Alih-alih meminta kepunyaan milik Raja. Jika di berikan kesempatan. Walau harus mengeluarkan tenaga lebih, Arga lebih memilih mengandalkan kemampuannya untuk mengambil sendiri Anggrek Berlian itu. Karena perbandingan kualitas kesegaran Anggrek Berlian yang lama jauh berbeda di bandingkan dengan yang baru di petik. Di tambah alasan lain mengenai harga diri, ia tak sudi jika harus mendapatkan rasa iba dari Sang Raja berhati busuk itu. Arga yang sekarang sudah berubah total, dia tak sepolos dulu. Pastilah ada maksud tersembunyi, jika Arga meminta Anggrek Berlian kepadanya, dan Raja mau memberikan dengan gamplang kepunyaannya itu. Jadi Tentu saja, Arga harus memanfaatkan waktunya sekarang ini sebaik mungkin agar bisa mendapatkan obat untuk sang Ibunda. "Aku harus menemukan Anggrek Berlian itu!." Gumamnya penuh tekad. Tepat setelah Arga mengakhiri kalimatnya, pemuda itu mera
Beberapa saat Lalu... |Syrenka| Dulu Ayah sering menceritakan banyak kisah mengenai legenda kaum kami. Ada satu kisah yang sangat membekas di ingatanku, yakni mengenai nasib hidup seorang putri duyung yang berakhir tragis. Karena dia berani menentang takdir, jatuh cinta dengan bangsa manusia. Setelah berkorban banyak, hingga akhirnya harus menukar suaranya yang indah dengan sepasang kaki. Ia malah harus melihat orang yang ia cintai menikah dengan orang lain. Merasa Putus asa ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke laut. Dan detik berikutnya... Ia menjadi buih. Begitulah kisah cinta melegenda para duyung yang sewaktu kecil pernah sangat aku sukai. Dulu aku sangat ingin mencoba bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Dan kini walau dengan versi agak berbeda, berkat tak sengaja menyelamatkan seorang pemuda, diriku mulai merasakan jatuh cinta itu. Bahagia saat memikirkannya, Berdebar-debar setiap kali di dekatnya, Tersipu malu saat di perhatikannya. Perasaan seder
|Pararryon| Aku pandangi seonggok tubuh tak berdaya yang tergeletak di depanku, sudah hampir seharian kondisi Asrai belum juga ada kemajuan. Aku sudah memberikannya perawatan terbaik semampuku. "Teman terbaik... sangat susah untuk ditemukan, sukar untuk di tinggalkan, dan sulit untuk dilupakan." Aku mengedarkan pandangan berusaha mencari dari mana asal suara itu berasal. Tapi tak kutemukan siapapun, yang aku dapat hanya kehampaan. Hingga kenyataan, kembali menyadarkanku. Suara itu hanyalah bekas kenangan yang merambat keluar dari memori lamaku. Entah kenapa, dalam keadaan seperti ini. aku malah teringat akan Kata-kata polos Asrai di waktu dulu. Hatiku bergejolak, aku merasakan seperti ada sesuatu mendorong untuk keluar dari kedua mataku yang mulai memanas. Mungkin beginilah rasa kesedihan yang biasanya muncul pada diri manusia yang putus asa dan kecewa. Aku baru tahu, jika rasa kesedihan itu bisa sampai membuat perasaanku semenderita ini. Andai saja, dengan penderitaan i
Sejak dahulu kala, Tuhan sudah mengatur segalanya dengan penuh keseimbangan. Begitupun dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Tak ada yang berakhir sia-sia. Semuanya diberikan kelebihan, namun juga tak luput dari kekurangan. Itulah sebabnya, kita akan saling membutuhkan, saling berpasangan, saling bantu bahu- membahu, juga saling menguntungkan. Begitu juga dengan benda-benda yang tak bernyawa, masing-masing dari mereka yang memiliki manfaat, juga pasti memiliki kemudaratan. Itulah konsep keseimbangan. Hingga suatu masa, keseimbangan itu pernah hampir musnah. Pada zamannya, Alam semesta pernah berada di saat-saat tergelap dan tersuram.Semua hal itu semata-mata, disebabkan karena rasa keserakahan manusia. Awalnya semuanya berjalan dengan semestinya di dukung dengan ekosistem alam yang sempurna. Namun di antara sejuta keberadaan manusia berhati baik, pastilah ada satu manusia berhati licik. Perlahan Para manusia dengan kecerdasan mereka berlomba-lomba ingin mendominasi seisi dunia, bahk
"Bisa nanti saja bertanya nya?, selamatkan aku terlebih dulu." Jawabku ketus. Walau begitu, sebenarnya di dalam diri, hatiku ini tengah was-was. Sebab Ini kali pertamaku bertatapan langsung dan berani meminta tolong kepada manusia."Kau bisa bicara?!." Tukas anak itu, seraya memandangiku dengan tatapan terkejut, bercampur takjub seakan tak percaya.Aku mendengus, "Tentu saja, aku ini binatang suci tahu." Ucapku menyombong. Kau pasti tambah terkejut kan?. Ya, teruslah kagum padaku.•°Setelah berhasil melepaskan tandukku dengan jerih payah dan sedikit bantuan darinya. Anak itu tak langsung pulang, dia malah duduk di tepian sembari menyerangku dengan banyak pertanyaan."Oh, jadi tak sembarangan binatang bisa berbicara sepertimu ya?." Tanya anak itu lagi, matanya masih menatapku dengan berbinar-binar, seakan baru saja di pertemukan dengan sebuah benda langka yang jika di perhitungkan akan bernilai jutaan berlia
|Flashback On||Pararryon|Sebagai Satu-satunya hewan yang diberikan karunia untuk bisa berbicara dan memahami bahasa manusia. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh naga air seperti aku ini, hanya bisa sesekali berkeliling atau mungkin mendengarkan aktivitas ramai dari pedagang dan nelayan di atas sana. Aku yakin saat kalian membaca satu paragraf di atas. Di dalam benak, kalian pasti bertanya-tanya kemana keluarga dan koloniku?. Akan aku jawab, sebenarnya aku tak memiliki keluarga. Aku adalah satu-satunya naga air yang hidup di perairan ini, karena sejak kecil aku terpisah oleh rombongan koloniku yang bermigrasi, dan aku tertinggal disini. Hari demi hari, aku lalui seperti biasanya. Hingga di suatu hari yang cerah, "Shiela akan jaga disitu, dan kalian di bagian sana." Aku mengenali, suara cempreng itu berasal dari seorang anak manusia. "Jangan berbalik ya!." Setelah ucapan itu, aku mendengar ada suara menyerukan angka seperti sedang menghitung, juga ada yang berbicara singkat dengan
|Arga|Namun tiba-tiba instingku menyuruhku untuk berbalik melawannya, dan aku mengandalkan waktu yang tepat ini untuk mengenai titik lemah Pararryon yang tengah lengah. DRAAKK!Gerakanku itu jelas, terlalu cepat dan terlalu sekilas untuk bisa di lihat oleh mata berusia tiga juta tahun miliknya. Tangan kiriku yang bebas meninju mahkota di atas kepala Pararryon, meretakkannya dengan gampang.Si naga kembali beringsut ke belakang hingga karena terkejut, meskipun punggungnya sebenarnya sudah mepet ke dinding terowongan. Kepalanya bergetar beberapa kali seperti orang menggigil. "Boleh juga, manusia. Kekuatan yang mengerikan sekali. Aku tidak pernah jadi manusia, tapi menurut penilaianku kau terhitung manusia dengan kemampuan langka, pemuda yang sangat cerdik."Aku tak terlalu mendengarkan semua kata-kata semanis madu itu, karena pandanganku masih teralihkan. Aku kini mengamati fenomena menakjubkan yang baru pertama kali aku temui di kehidupanku ini, atau bahkan satu-satunya dan tak akan