Semua Bab Married With My Bodyguard: Bab 1 - Bab 10

33 Bab

Bab 1. Keputusan sepihak.

"Pa, aku nggak mau! Memangnya aku masih anak kecil??" Seorang gadis bertubuh mungil, berwajah imut dan manis sedang berdiri di hadapan meja kerja ayahnya. Melayangkan protes terhadap keputusan baru yang dibuat pria berusia lima puluh itu secara sepihak atas dirinya. Gadis itu bernama Arsy Zeline Kirania. Panggilan sehari-harinya adalah Arsy. Perempuan cantik berusia 24 tahun yang kerap kali mengalami body shaming terselubung dari setiap kalimat yang diucapkan orang-orang yang ada di sekelilingnya, terkait tubuh mungilnya itu. 'Wah, udah dua empat toh, tapi mungil banget ya kamu?' 'Seriusan kamu anak pascasarjana? Kok kayak adek tingkat aku?' 'Aku salah beli baju nih, Sy. Kebeli ukuran S. Kamu mau nggak? Aku kasih deh, nggak usah bayar.' Keputusan ayahnya, Demian Akira Wijaya, barusan pun tentu saja masih berhubungan dengan fisiknya yang dia anggap sebagai sumber segala masalah tersebut. Bahkan semua orang pun beranggapan demi
Baca selengkapnya

Bab 2. Day 1.

"Nah, Van, itu Arsy ...!" Evan tetap tidak menoleh ke belakangnya meskipun Sarah, wanita paruh baya itu, sudah mencoba mencuri perhatiannya dengan menyebutkan nama Arsy. "Siapa, Ma?" Arsy yang baru saja turun langsung mendekati meja makan dan berakhir di sebelah Evan. Dia sedikit tertarik kala mendapati seorang pria tampan sedang duduk di sana, yang sejatinya adalah tempat khusus untuk keluarga inti mereka saja. Apakah dia keluarga jauh mereka? Tapi kenapa sepertinya tidak familiar? "Tuh, Sy. Kenalin, bodyguard kamu. Ganteng kan?" Bo-dy-guard? Kedua bola mata Arsy pun langsung membesar. Ternyata orang tuanya sangat serius perihal mempekerjakan pengawal untuknya. Sekarang, yang bersangkutan bahkan sudah benar-benar ada di depan matanya. Orang tuanya memang gila! "Papa Mama serius? Astaga. Asli deh ya? Aku 'kan udah bilang nggak mau!" Penolakan Arsy masih tetap terdengar sekalipun orang yang ia maksud ada sana. S
Baca selengkapnya

Bab 3. Bertemu teman lama.

"Evan, is that you?" Bola mata Wilda membulat menandakan dia sangat terkejut mendapati Evan duduk di hadapannya. Lebih tepatnya, di kursi para mahasiswa barunya. Evan, teman lama yang pernah menjalin kasih dengannya, selama masih duduk di bangku kuliah. Mengapa dia ada di sana? Apa Evan melanjutkan sekolah mengambil pascasarjana lagi? Pikirnya di dalam hati. Wilda sampai tidak menyadari orang-orang sedang menatapnya bingung. Mungkin Arsy juga, karena nama yang disebutkan Wilda itu adalah mama pria yang sekarang duduk di kursi belakangnya, alias pria yang baru saja direkrut ayahnya menjadi ajudan pribadinya. Sedangkan yang dipanggil hanya tersenyum kecil. Dia juga sebenarnya terkejut. Bertemu Wilda lagi di sebuah tempat yang tidak terpikirkan adalah hal yang langka. Namun dia mencoba untuk tidak terlalu mencolok. Dengan gesture tangannya, dia mempersilakan Wilda untuk melanjutkan perkenalan dirinya. Suasana ruangan itu sedikit awkward setel
Baca selengkapnya

Bab 4. Panggilan 'Mas'.

Arsy baru selesai berurusan dengan dosen pembimbingnya selang satu setengah jam kemudian. Wajahnya sedikit kusut lantaran dosennya yang bergelar doktor itu menyuruh dia untuk mencari literatur tambahan lagi supaya thesisnya lebih ‘berisi'. Padahal Arsy sudah mengumpulkan hampir lima puluh referensi yang mencakup buku teori, jurnal, hasil penelitian dan wawancara dengan narasumber langsung. Sebagaimana syarat untuk thesis pascasarjana yang mewajibkan minimal punya empat puluh referensi, seharusnya pak Wira sudah cukup tau jika Arsy bahkan sudah berusaha lebih dengan melampirkan lima puluh lebih referensi. Tere masih menunggunya di depan ruangan seperti tadi. Melihat wajah kusut Arsy, gadis itu langsung tau jika sesi bimbingan sahabatnya itu tidak berjalan dengan baik. "Kenapa muka kamu kusut begitu? Pak Wira kasih tugas aneh-aneh lagi ya?" Arsy menjatuhkan bokongnya di sebelah Tere. Meletakkan tas dan map-nya begitu saja di atas meja yang ada di hadapa
Baca selengkapnya

Bab 5. Isi hati.

Kali ini Arsy tidak meninggalkan Wilda sendirian di belakang. Dia, Tere dan dosennya itu berjalan berdampingan, berderet tiga seperti anak SD yang sedang berjalan menuju kantin. Sementara Evan berjalan di belakang mereka. Mengawasi Arsy dan sesekali melihat buku yang ada di dekatnya. "Aku saranin kamu ambil yang ini, deh. Pak Wira pernah bilang buku ini bagus. Saya juga pernah disarankan beli buku ini oleh beliau." Wilda menyodorkan satu buku yang baru saja dia ambil dari rak. Dia mencoba membuat Arsy terkesan. Semakin baik hubungannya dengan Arsy, semakin besar pula kesempatan dia bisa selalu bertemu dengan Evan. "Oh ya? Terima kasih, Bu. Saya akan beli ini kalau begitu." Arsy menerima saran Wilda dengan antusias. Wilda adalah seorang dosen dan sudah pasti dia lebih tau selera sesama dosen seperti pak Wira bukan? Seketika dia merasa bersyukur Wilda ikut dengan mereka sekarang. "Sama-sama. Kamu mau mencari apa lagi? Tere juga mau cari buku?" "Oh, engg
Baca selengkapnya

Bab 6. Rasa malu.

Arsy melenggang dengan sangat percaya diri saat turun dari kamarnya yang ada di lantai dua. Seharusnya hari ini dia sudah berangkat hanya dengan supir pribadinya bukan? Kemarin dia sudah sepakat dengan ayahnya kalau Evan hanya bertugas satu hari saja. Lagian, andai ayahnya tau betapa tidak profesionalnya Evan kemarin, sudah pasti ayahnya  menyesal mempekerjakan pria itu. Namun baru saja dia menapakkan kakinya di anak tangga terakhir, sayup-sayup dia mendengar suara yang begitu mirip dengan suara laki-laki yang barusan ada si pikirannya. Si Evan itu. Tepatnya dari ruang makan, dimana dia juga mendengar suara ayah, ibu dan juga abangnya, Arsen. Dia tidak salah dengar 'kan? "Eh, Sy?" Ibunya, Sarah, sepertinya tidak sengaja melihat dia yang tadinya berniat ingin kabur.  "Kamu udah beres? Sini?" Wanita itu memanggil. Benar saja, Arsy langsung mendapati pria yang dia harapkan tidak akan pernah dia temui lagi, sedang ada di sana. Duduk pers
Baca selengkapnya

Bab. 7 Holding hand.

Justru semua orang sedang memikirkan posisi anda, Nona!" Evan mengabaikan rasa sakit dan panas yang kini dia rasakan di pipi kirinya. Begitu pun dengan egonya yang kembali tersentil. Berani sekali anak kecil ini menamparnya??Lupakan egonya. Evan sebenarnya cukup terkejut melihat air mata yang menggenang di wajah Arsy. Mata gadis itu memerah, sama seperti hidungnya. Bibirnya bergetar saat membentak Evan barusan. Sejujurnya ada sedikit rasa iba yang muncul dalam diri pria berusia tiga puluh dua itu. Apa yang membuatnya sampai se-marah ini? Tanya Evan dalam hati."Bagian mananya?! Kalian pikir, mau ditaruh di mana muka aku sekarang?! Semua dosen dan teman-teman sekelasku sudah tau kalau aku hanya anak kecil yang sampai kapan pun nggak akan pernah dianggap dewasa sama orang tua aku!! Aku seakan-akan nggak bisa jaga diri sampai harus dikasih pengawal padahal umur aku udah dua puluh empat tahun. Aku malu! Kalian tau nggak??"Arsy marah besar. Sayangnya dia melampiask
Baca selengkapnya

Bab 8. Ada rahasia?

Setelah kejadian yang menimpa Arsy tadi sampai di telinga Demian, semakin yakin lah pria paruh baya itu bahwa memang selama ini ada yang berusaha ingin menyelakai putrinya. Siapa lagi kalau bukan musuh bisnisnya? "Ini pasti ulah Benjamin." Demian mengepalkan kedua tangannya yang bertopang di siku di atas meja makan."Pa, jangan sembarangan ... kenapa Papa bisa menuduh Benjamin yang melakukannya?" Sarah, istrinya, mencoba menenangkan."Memangnya siapa lagi yang sedang bersaing dengan kita untuk tender Prima Rasa? Hanya perusahaan Benjamin." Demian menyebutkan salah satu program tender yang sedang mereka ikuti, yaitu tender pembangunan 50 depot rumah makan khas Sunda bernama Prima Rasa, yang akan dibangun di seluruh Nusantara. Itu adalah proyek terbesar di tahun ini. Puluhan perusahaan kontraktor ikut ambil bagian untuk memenangkan tender. Namun Demian lebih fokus pada Benjamin saja.Sarah mendesah. Dia memang tau Benjamin sangat berambisi untuk memen
Baca selengkapnya

Bab 9. Sakit Arsy.

Tanpa Gunawan dan Martini sadari, Evan mendengar pembicaraan mereka. Bahkan kalimat-kalimat berikutnya yang terucap dari mulut wanita yang sudah melahirkan Evan itu.Kecelakaan. Balas budi. Perjodohan. Tiga kata kunci yang dirangkai pria berkepala tiga tersebut menjadi sebuah fakta mengejutkan yang baru saja dia ketahui. Apa-apaan ini? Jadi sebenarnya tentang bodyguard ini adalah salah satu cara orang tua dan majikannya untuk membuat dia dan Arsy saling jatuh cinta? What?! Licik sekali??Jadi kecelakaan yang menimpa ibunya, Martini, beberapa tahun yang silam bukan hanya sebuah kecelakaan biasa seperti sebagaimana Evan ketahui selama ini. Ternyata itu adalah aksi heroik yang dilakukan ibunya demi menghindarkan Demian dan Sarah dari kecelakaan  di sebuah lokasi proyek. What the ...Evan sungguh tidak habis pikir. Ternyata selama ini kedua orang tuanya tidak pernah jujur tentang peristiwa yang menimpa ibunya, yang mengakibatkan kaki wanita itu patah dan sempat
Baca selengkapnya

Bab 10. Sate Maranggi.

Sore itu juga mereka sekeluarga langsung berangkat ke Purwakarta, salah satu kota kecil di Jawa Barat yang terkenal dengan kulinernya yang khas, yaitu Sate Maranggi. Setidaknya, mereka akan membutuhkan waktu tempuh sekitar tiga jam jika melewati jalur tol. Arsy hampir tidak percaya karena ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu benar-benar mengabulkan permintaannya. Senyum setengah tertawa menghiasai wajahnya lantaran kesenangan. Sepanjang berganti pakaian dia tidak berhenti bersenandung seperti anak kecil.“Sy?” Tiba-tiba Sarah membuka pintu kamarnya dan tubuh wanita itu masuk sebagian melalui pintu. “Iya, Ma?” Dia berbalik melihat ke arah ibunya.“Kamu butuh Evan nggak? Kalau butuh, biar mama minta dia ikut dengan kita.”“Nggak usah, Ma. Kan bukan jam kerja dia lagi.”“Beneran?”“Hm-m …” Arsy mengangguk. Dia tidak sadar kalau ibunya sedang berbicara den
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status