Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 231 - Chapter 240

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 231 - Chapter 240

298 Chapters

231. Aku Ulangi

Roy dengan sangat percaya diri akan mengatakan kalau Sahara sangat mencintainya. Begitu pula dengan dia sendiri. Saat mengusap air mata dari pipi istrinya, Roy menatap sorot mata naif itu. Yang membuatnya jatuh semakin dalam dan tidak berdaya dari hari ke hari.  Mata cantik itu mengerjap menatapnya. Bulu mata yang panjang dan tebal milik Sahara masih terlihat basah karena sisa air mata. Dalam hati, Roy belum berhenti mengutuk dirinya sendiri karena membentak wanita itu, calon ibu dari anaknya. Andai saja ibunya tahu, wanita yang melahirkannya itu pasti tak akan segan melemparkan selusin koleksi piring antik ke arahnya. Semoga Sahara tidak mengadukan pertengkaran mereka barusan, harap Roy dalam hati. “Maafkan aku,” ucap Roy lagi saat pelukan mereka terlepas. Tangannya merapikan helai rambut yang masih menempel di pipi istrinya. “Beberapa jam tadi aku memang berada di klub. Aku baru duduk sebentar dan seseorang datang menghampiri. Selanjutnya … kamu bisa menebak a
Read more

232. Menjeratmu Dalam Pelukanku

Sahara menyadari mata Roy tertuju pada dadanya yang bergerak sedikit gaduh saat terlepas dari gaun tidur yang bagian sekelilingnya semakin mengetat. Sepasang benda itu seakan terlepas dari kungkungan yang menyesakkan. Roy mendekatkan tubuh mereka. Mengusapkan ibu jari di puncak payudaranya. “Aku semakin menyukai bentuknya,” ucap Roy dengan suara parau. “Jangan memujinya berlebihan. Kurasa putingku terlalu kecil untuk menyusui. Aku melihat banyak video ibu menyusui dan putingnya lebih besar. Sementara aku … kurasa bayi kita—” “Aku sedang tidak membicarakan hal itu. Aku menyukai tiap jengkal tubuhmu. Kita akan memikirkan soal itu nanti." Roy bangkit dan membuka satu kancing kemejanya dan langsung menariknya melewati kepala. Membuka pengait celana dan menanggalkannya di bawah tatapan Sahara yang tak mengedip.  Roy melepaskan semua yang dikenakannya. Tumpukan pakaian itu dia singkirkan ke sudut ranjang dengan satu gerakan. Ponsel dan jam tangan disus
Read more

233. Leburan Hasrat

Roy bisa membuktikan bahwa gairah Sahara sama besar dengannya. Wanita itu merintih halus seraya menggeliat. Meletakkan pinggulnya pada posisi ternyaman agar bisa merasakan bagian tubuh mereka menyatu dengan sempurna. Sahara merangkulkan kakinya lebih tinggi agar tersangkut di pinggul Roy. Pria itu menarik tubuhnya sedikit, seperti sengaja ingin menggodanya. Lalu kembali mendorong dalam dan kuat. Desahan keras meluncur dari bibirnya. Roy seketika menyesap bahunya saat mendengar suara desahan itu. Roy lalu bergerak perlahan, Seakan berusaha menjangkau tiap sudut dalam tubuhnya.Walau bantal perut mini berada di sisi kirinya, napas Sahara dengan cepat terengah. Perutnya terasa mengetat dan bayi mereka seperti menggeliat di dalam perutnya. Roy mengait satu pahanya agar tetap terbuka. Hunjaman Roy memenuhi dirinya semakin dalam. Erangan bercampur desahan tak kuasa lagi untuk ditahan. Rasa malu terbang begitu saja. Roy menyelipkan satu tangan di bawah lengannya yang me
Read more

234. Pertunjukan Pagi

“Ayo, bangkit sebentar.” Roy mengulurkan tangannya dari tepi ranjang dan masih dalam keadaan telanjang.Sahara mencoba mengabaikan bagian tubuh suaminya yang terlihat normal tak memiliki emosi. Tapi bagian tubuh Roy seakan memiliki magnet. Dia bangkit dari ranjang dengan pandangan tertuju pada kemaskulinan suaminya. Bagian tubuh pria yang satu itu memang membawa banyak rasa penasaran buat Sahara. Di usia semuda itu, matanya minim pengalaman dan selalu mau tahu banyak hal.“Jangan terlalu dilihat. Kamu sudah mengatakan capek tadi,” kata Roy santai, memegangi lengan Sahara dan menarik selimut untuk menutup seluruh permukaan ranjang.“Aku mau pakai piyama,” kata Sahara.“Tak perlu. Suhu ruangan ini sudah pas untukmu. Berbaring di dalam selimut ditambah pelukanku sudah cukup hangat. Aku semakin suka melihat tubuhmu. Jangan berpakaian setidaknya sampai bayiku lahir. Di luar negeri, tidur telanjang sudah sangat biasa. J
Read more

235. Kejutan Berikutnya

Rumah Roy yang dulu dianggap Sahara bagai sangkar emas, kini belum berubah. Tempat itu tetap menjadi sangkar emas baginya. Perbedaannya hanya dengan apa yang dirasakannya.  Ketakutan disakiti, tak dipedulikan, juga kesepian, perlahan namun pasti meninggalkan pikiran Sahara. Dia tengah berbahagia menikmati banyak cinta yang dilimpahkan Roy padanya. Sejak di ranjang tadi, dia sudah mendengar pintu kamar dibuka dan Roy langsung menuju kamar mandi. Seperti biasa pria itu berlama-lama di bawah pancuran air hangat. Roy memang tak pernah bisa sebentar di kamar mandi. Sahara sudah paham kenapa pria itu bangun sangat pagi untuk bersiap ke kantor. Roy perlu memastikan bahwa tak ada orang yang akan mengganggunya saat berada di dalam. Mata Sahara masih memejam, tapi telinganya menyimak tiap bunyi di kamar. Langkah kaki Roy melintasi ruangan, suara handuk Roy yang jatuh ke lantai, semprotan body scent, bahkan suara telapak tangan Roy menepuk-nepukkan after shaving ke
Read more

236. Berita Bahagia Bertubi-tubi

Berusaha agar momen berfoto itu menjadi sempurna dan setidaknya mengesankan suasana mendekati pernikahan mereka yang terburu-buru, Roy dengan cepat berganti pakaian. Dia harus tiba di taman sebelum Sahara keluar rumah dan menyongsong istrinya. “Masih grogi?” tanya Gustika pada Roy yang meluruskan dasinya untuk kesekian kali.“Sejak kapan aku grogi?” Roy mengerling Gustika yang duduk hanya dua langkah dari tempatnya berdiri. “Okay. I’m nervous. Happy?” tanya Roy, dengan tangan yang sekarang merapikan rompi di balik jasnya. “Tentu saja Ibu bahagia,” sahut Gustika.“Ibu juga terlihat grogi,” balas Roy pada ibunya.“Sedikit. Ibu sudah lama tidak berada di keramaian seperti ini.” Gustika melihat berkeliling sejenak. Beberapa orang kru pemotretan terlihat sibuk mempersiapkan lighting dan tripod. “Apa Rara ada mengeluhkan sesuatu?” selidik Ro
Read more

237. Ruang Kebahagiaan

Novan dan Rini baru saja meninggalkan ruang makan. Pergi menuju bangunan belakang untuk kembali ke kamar. Rini memang terlihat lebih lesu dari biasanya. Raut wajah lesu itu sangat tidak cocok dengan sikap Rini yang biasanya selalu bersemangat. Sahara melepaskan Rini dengan tips-tips soal menghadapi awal kehamilan. Dalam hal itu, dia boleh berbangga diri karena merasa lebih berpengalaman. Roy dan Gustika saling pandang dan mengulum senyum mendengarkan celotehan Sahara yang nyaris tanpa jeda titik koma. Suara langkah kaki dua pasang manusia yang masuk dari pintu depan, mengalihkan perhatian Sahara dengan cepat. “Sayang, itu pasti Herbert dan Letta. Ayo, cepat panggil Herbert dan ajak dia ngobrol. Jauhkan Herbert dari Letta sementara kami ngobrol.”Roy tak tahu harus mengatakan apa pada istrinya. Herbert dan Letta datang ke rumah itu karena tugas yang diberikannya. Bukan untuk diwawancara soal hubungan pribadi.“Ayo, aku mau men
Read more

238. Kegugupanku

Tanggal untuk melahirkan sudah ditetapkan oleh Dokter. Roy tak bisa didebat lagi dalam soal pilihan melahirkan anak pertamanya. Sahara akan melahirkan bayi mereka dengan jalan operasi. Seperti yang sebelumnya sudah beberapa kali dipaparkan Roy pada Sahara. Bahwa wanita itu akan berbaring, tak merasakan sakit dan bayinya akan lahir ke dunia dengan selamat. Sebuah gambaran sederhana Roy agar istrinya tak perlu cemas. Clara menyiapkan sarapan lengkap lebih awal dari biasanya. Juru masak itu diminta Roy memasak makanan yang paling disukai Sahara. Sup asparagus, steak dengan tingkat kematangan medium well, cheese cake, serta tak ketinggalan permintaan Roy. Roti gandum yang dipanggang selama satu menit untuk menjaga kualitas gizinya disertai unsalted butter. Yang sebenarnya semua masakan itu tak bisa dikategorikan lagi sebagai menu sarapan. Sahara juga sudah diingatkan untuk tidak mengonsumsi makanan terlalu banyak demi menghindari komplikasi paru atau muntah. Ro
Read more

239. Welcoming You

“Sayang, pinggangku pegal. Aku mau duduk dengan bantal di balik punggungku seperti biasa.” Roy bangkit dari kursinya untuk menyusun bantal seperti yang biasa dia lakukan di rumah. Roy berdiri di sisi ranjang dan Sahara langsung memeluknya. Bergelayut dan menumpukan seluruh beban tubuhnya pada pria itu. “Sudah bisa bersandar,” ujar Roy saat selesai menepuk-nepuk bantal. “Aku masih mau dipeluk,” jawab Sahara, memejamkan mata. Beberapa saat lamanya Roy berdiri melingkarkan tangan ke tubuhnya, Sahara kembali bersandar dan meraih ponsel. Tak sampai dua puluh menit kemudian . “Sayang, tolong tekan telapak kakiku. Kram lagi.” Roy kembali berdiri dan menghampiri ranjang. Membantu istrinya meluruskan kaki dan sedikit menekan telapaknya. Sahara mengangguk-angguk saat merasa kakinya lebih baik. Roy belum kembali duduk ke kursinya. Menunggu sejenak apa istrinya kembali membutuhkan sesuatu. Saat-saat berdua mereka di ruangan itu, membuat Roy merasa
Read more

240. Kabar Lainnya

Novan dan Rini saling pandang saat mendengar jawaban Roy. Kandungan Rini baru dua puluh minggu dan mereka bahkan belum memikirkan soal jenis kelamin bayi. Atasan mereka yang kaku sudah menjadi ayah dan bertambah nilai kekakuannya. Roy menanggapi candaan mereka dengan serius. Dahi Roy yang mengernyit menatap wajah putrinya nyaris membuat suami istri itu tertawa.  Sahara duduk menatap bayinya yang berada dalam pelukan dengan sorot terpana. Rini duduk di sebelahnya dengan kursi yang sepanjang hari ditempati Roy. “Aku benar-benar enggak sangka,” gumam Sahara. “Enggak sangka apa?” tanya Rini. “Ternyata aku bisa punya anak,” jawab Sahara. “Kamu bisa bercinta, harusnya enggak perlu heran. By the way, bayimu perempuan. Kurasa Roy akan terus memintamu hamil sampai dia memiliki anak laki-laki.” Sahara seketika menoleh pada Rini. Matanya membulat tak percaya. “Jangan mengada-ada, Miss. Roy enggak mungkin begitu,” kata Sahara, melirik Roy yan
Read more
PREV
1
...
2223242526
...
30
DMCA.com Protection Status