Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 241 - Chapter 250

298 Chapters

241. Kekhawatiran Barumu

Tak ada maksud apa pun di hati Roy untuk menyembunyikan suatu hal dari Sahara. Toh, wanita itu sudah mengetahui semua masa lalu meski sebenarnya saat itu dia belum siap. Dia sudah menerima bagaimana kenyataan mempermalukanya di depan semua orang-orang terdekat. Namun, hari itu berbeda. Sahara baru melahirkan anak pertama mereka dan sedang dirundung kesedihan karena belum bisa menyusui bayinya. Roy harus membangkitkan rasa percaya diri istrinya. Mendukung, juga mendampingi dalam setiap proses yang harus mereka lewati sebagai orang tua baru.Berbeda dengan dirinya yang terbilang sangat mapan dalam hal kesiapan. Meski belum pernah membayangkan memiliki anak sebelumnya, tapi dia sudah cukup dewasa untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap fase kehidupannya. Sahara belum cukup siap untuk itu. Bisa dibilang, kehidupan istrinya berubah 180 derajat. Dia mengerti bahwa Sahara sedang menyesuaikan diri dengan segenap kemampuannya. “Saya permisi ke
Read more

242. Kejujuran Pada Ibu

“Hal yang aku dan Rara bicarakan di rumah sakit? Kurasa bukan hal yang penting. Aku tak mau membuat Ibu memikirkan hal-hal sepele. Kami juga sudah tidak membicarakannya,” ujar Roy, berjalan menuju ibunya dan mendorong kursi roda hingga berasa di depan sebuah sofa tunggal yang akan dia tempati. “Roy … duduklah. Ada hal yang sepertinya harus Ibu tegaskan padamu,” ucap Gustika dengan nada bicara sedikit resmi. Roy mengerti dengan tindak-tanduk ibunya ketika ingin mengatakan hal penting. Dia duduk dan menghela napas dalam-dalam. Menumpukan dua siku di pahanya dan sedikit mencondongkan tubuh ke depan. “Bisa beritahu Ibu?” ulang Gustika. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, setengah memohon.“Bu … harusnya Ibu tahu kalau aku tidak mau menceritakan hal-hal begini pada Ibu karena aku—” “Mengkhawatirkan soal kesehatan Ibu? Itu yang mau kamu katakan?” tanya Gustika. Dia lalu gantian mencondongkan sedikit tubuhnya untuk menyentuh tangan Roy dan mengusap pung
Read more

243. Nasehat Ibu

“Kenapa terdiam? Apa karena merasa apa yang ibu katakan benar?” tanya Gustika."Aku tahu soal istriku yang kaya dan dia sudah banyak menyesuaikan diri dengan aku, suaminya yang berusia dua kali lipat dengannya. Aku mengerti itu, Bu.” Roy menarik napas panjang. Memasukkan oksigen sebanyak-banyaknya ke paru-paru. Dia merasa satu beban yang paling berat telah diangkat dari bahunya.“Sekarang mana Rara?” tanya Gustika ikut menoleh ke lantai dua.“Aku memaksanya untuk beristirahat. Kepercayaan dirinya sedang sangat diuji. Kemarin aku sempat menelepon psikiater untuk bertanya soal itu. Aku khawatir dia terserang baby blues."“Bagus kalau kamu bertanya soal itu. Psikologi seorang wanita yang baru saja melahirkan memang sangat penting. Dia mengalami keletihan jiwa dan raga dalam satu waktu. Seorang Ibu selalu menuntut dirinya sendiri untuk jadi sosok sempurna. Rara butuh dukunganmu. Dia masih terlalu muda dan kamu harus b
Read more

244. Waktu Berkualitas Bersamamu

“A-aku? Pertanyaan macam apa itu? Aku udah pernah menceritakan bagaimana aku saat melihat kamu pertama kali,” ujar Sahara. “Aku ingin jawaban itu, Sayang. Aku merasa sedang melakukan kejahatan padamu karena kamu terlihat bersedih setelah melahirkan anak kita.” Bath tub sudah terisi setengah dan Roy mematikan kran air. Dia beralih pada sebotol sampo mahal bermerek sama dengan yang pernah digunakan Sahara untuk mencuci seprai. Tiap mengingat hal itu, Roy pasti akan tersenyum. “Karena perkataan Ibu padaku, aku semakin merasa bersalah.” “Aku bersedih bukan karena hal yang kamu sebut, Sayang. Aku sedih karena air susuku enggak ada. Aku mau seperti Ibu baru yang kutonton di video-video sebelum aku melahirkan. Tidak ada hubungannya dengan Shelly. Ya—aku akan menyebut namanya dengan jelas sekarang. Aku sekarang sudah menjadi Ibu. Urusan Shelly itu hanya mengambil sedikit tempat di hatiku. Hatiku sekarang terisi penuh dengan putriku yang cantik,” omel Sahara, memejamk
Read more

245. Tak Perlu Sempurna Untukku

Roy menekuk satu lututnya di tepi bath tub dan memejamkan mata. Mencium Sahara dengan sangat lembut. Jauh dari kata ciuman panas. Ciuman itu lebih menunjukkan suatu hal romantis. Ciuman untuk mencium, bukan untuk bercinta. Pertanyaan Roy soal apakah Sahara mencintainya, sebenarnya dia sendiri tidak perlu jawaban terlalu gamblang. Dia hanya ingin mendengar wanita itu mengucapkannya. Ingin membuat wanita itu merasa lebih dari sekedar dibutuhkan. Siang itu Sahara keluar kamar mandi dengan wajah yang berbeda. Pijatan lembut dan obrolan dari hati ke hati yang barusan dia dan Roy lakukan mengembalikan rasa percaya dirinya. Sahara duduk di depan cermin meja rias dan sudah kembali berceloteh soal kecantikan Sabby yang menyerupainya. Roy berdiri di belakangnya mengulum senyum seraya menyisir rambut Sahara dengan sikat lembut favoritnya. “Ayo, aku enggak sabar ketemu Sabby. Rasanya memang sangat capek punya bayi. Tapi enggak melihat Sabby sebentar
Read more

246. Melepaskan Semuanya

Pemandangan pertama yang dilihat Roy dan Sahara saat tiba di pemakaman adalah Irma. Mereka sama-sama baru tiba di parkiran. Entah siapa yang memberitahu Irma soal pemakaman Dony hari itu. “Kenapa dia bisa tahu, ya?” tanya Sahara dengan suara pelan. “Kemungkinan besar staf khusus. Kurasa mereka masih berhubungan baik sampai saat ini. Jadi, semua berita dari kantor masih bisa diakses Irma. Berita-berita umum maksudnya. Karena staf khusus sekarang sedang terlibat proyek pembangunan tower di Timur.” Novan mendahului langkah mereka. Herbert dan seorang staf yang ikut Roy ke Brasil sudah berdiri di depan bangunan yang mirip sebuah kapel.  “Apa enggak ada keluarganya yang lain? Pemakamannya sepi sekali. Atau Pak Roy sejak dulu menyukai wanita yatim piatu?” sindir Sahara, meremas tangan Roy yang menggenggamnya agar pria itu menjawab. “Mereka bukan yatim-piatu. Keluarganya tinggal jauh dari sini. Lagipula adik-adiknya mungkin tak ingin terlibat ma
Read more

247. Tingkah Mama Sabina

Pagi sebelum kegaduhan perihal susu dimulai, Roy berjalan tergesa menuju ruangannya. Melewati meja Letta dan mengangguk pertanda dia meminta sekretarisnya itu masuk. Letta dengan sigap berdiri dan meraup map yang sudah dia persiapkan sebelumnya. “Site Manager sudah hadir?” tanya Roy, membuka satu kancing jas di bagian bawah, lalu duduk di kursi besarnya.“Site Manager sudah hadir, Pak. Engineering dan Administration Manager juga sudah hadir,” lapor Letta. “Siapkan rapat sekarang. Maaf kalau saya sedikit terlambat. Harusnya saya sudah berada di ruangan sekarang,” ujar Roy, mengecek tiap nama di map yang diletakkan Letta.“Tidak apa-apa, Pak. Semua memakluminya. Pak Roy saat ini sedang memiliki bayi,” sahut Letta. Roy mendongak dan tersenyum pada Letta. “Thanks,” ucap Roy. “Apa ada yang perlu ditanyakan, Pak?” Letta berdiri di seberang meja. 
Read more

248. Mengecup Pundakmu

Sahara nyaris berlari saat keluar dari pintu pembatas halaman belakang. Menaiki tangga menuju kamar dengan terburu-buru. Andai saja Roy melihat apa yang dilakukannya, suaminya pasti mengomel, pikir Sahara. “Persiapan harus selesai sebelum Roy sampai di rumah,” gumam Sahara. Menghambur ke dalam kamar dan langsung menuju lemarinya. Dia  membongkar rak paling bawah untuk mencari seperangkat lilin aromaterapi yang dibelinya saat mendatangi outlet bernama Bath & Sleep bersama Roy. “Di mana … harusnya ada di sini,” gumam Sahara meraba-raba ke bagian bawah. Dia masih ingat meletakkannya di sana. Sebelum melahirkan Sabina Roy mengajaknya berbelanja dan membelikan banyak benda-benda yang dirasanya tidak terlalu penting.Tak berhasil menemukan yang dicarinya di rak bawah, Sahara menegakkan tubuh dan berjinjit. “Ah … ini dia. Ternyata semuanya udah dikeluarkan dari plastik. Selalu rapi,” uc
Read more

249. Urusan-Urusan Penting

Roy dan Sahara beradu pandang. Tangan Sahara belum berpindah dari tempat yang ditunjukkan Roy padanya tadi. “Bagaimana?” tanya Roy, menaikkan alisnya seakan menantang Sahara dengan hal itu.Sahara membasahi bibir, lalu berdeham pelan. Dia lalu memutar tubuh sampai posisinya dan Roy saling berhadapan.“Akan menganggapku keterlaluan?” tanya Roy, melingkarkan satu tangannya ke punggung Sahara dan menarik wanita itu mendekat. Satu tangannya yang lain menangkup dada Sahara dan memijatnya lembut. “Kamu juga pasti merindukannya.” Roy berbisik di telinga wanita itu, kemudian melumat bibirnya. Bagai tak pernah berciuman sebelumnya mereka saling memagut dan menyesap. Saling menyicipi rasa hangat dan manis bibir satu sama lain. Saling mendorong dengan lidah untuk membuka mulut dan menyusuri tiap sudutnya. Sahara menangkup rahang Roy dan meraba bagian itu dengan perlahan, tapi dengan usapan yang cukup keras. Meletakkan
Read more

250. Kegaduhan Kecil

“Ada apa, Pak? Masalah di rumah?” Novan membuka pintu untuk Roy dan ikut terburu-buru masuk ke belakang kemudi.  Roy mengendurkan dasinya dan menatap Novan dari spion tengah. “Istriku mengatakan Sabby muntah setelah diberi susu olehnya. Aku tidak sempat bertanya muntah seperti apa. Perawat mengatakan pada istriku kalau itu adalah hal biasa. Dan seperti biasa … istriku selalu menganggap perkataanku yang paling bisa dipercaya dibanding tenaga profesional yang kurekrut.” Roy meringis. “Mungkin istri Anda khawatir kalau—” “Benar. Dia khawatir kalau aku akan menyalahkannya jika terjadi sesuatu soal Sabby. Padahal tidak mungkin aku mengatakan … yah, tapi aku memang tetap harus melihat Sabby … dan mamanya yang panik.” Empat puluh menit kemudian Roy berlari menaiki tangga. Gustika yang baru tiba di teras samping hanya sempat melihat punggung Roy menghilang di puncak anak tangga. “Clara … ada apa? Kenapa Roy pulang sepanik itu?” Gustika bertanya d
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
30
DMCA.com Protection Status