Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 211 - Chapter 220

298 Chapters

211. Serba Terencana

Mereka diturunkan di teras depan oleh Novan. Novan dan Rini lalu kembali melaju ke halaman samping. Sejak melewati pintu kayu raksasa bagian depan, Sahara mendapati rumah besar itu sangat sepi. Tak ada Pak Wandi si juru kunci yang menyambut. Tak ada Clara yang biasa langsung tergopoh-gopoh menyongsong kedatangan setiap orang dengan apron putihnya yang melambai-lambai.   “Ke mana semua orang? Kenapa begitu sepi?” tanya Sahara, kembali mengalungkan tangannya di lengan Roy.   “Mungkin semuanya sedang sibuk,” sahut Roy.   “Apa Clara enggak tahu kalau aku pulang hari ini? Kenapa aku jadi agak sedih, ya? Kukira dia bakal berteriak dan nangis terharu ketemu aku,” sesal Sahara.   “Jangan pikirkan soal itu. Ayo, kita ke kamar dan bersiap ke rumah Ibu. Ibu tetap mengatakan kalau makan di dapurnya terasa seperti rumah yang sesungguhnya. Aku tak tahu dia menyebut rumah ini apa.” Roy menggandeng Sahara menuju kak
Read more

212. Wujud Rindu Yang Berbeda

Dari pagi Gustika sudah sibuk di dapur bersama seorang wanita yang biasa membantunya. Pesawat yang ditumpangi anak dan menantunya akhirnya akan tiba siang itu. Dua hari sebelumnya dia sudah meminta Pak Wandi dan Clara berbelanja apa yang dibutuhkannya sebagai bahan masakan. Dia juga sudah meminta Rini untuk mengisi kulkas sebanyak mungkin dengan cemilan.   Berita soal kejutan yang diminta Roy untuk menyambut istrinya pun dia dengar dari Rini. Tapi dia mengatakan lebih menyukai menunggu anak-anaknya di rumah saja. Merasa kalau kejutan dengan banyak dekorasi dan bertabur bunga itu hanya cocok untuk yang muda-muda saja.   Setelah mendekorasi meja makan dengan banyak jenis hidangan lokal yang biasa dimakan Sahara dengan lahap, Gustika mengambil penyemprot bunga dan pergi menuju jajaran anggrek yang pagi tadi tak sempat disemprotnya.   Pikiran Gustika sedang berkelana dan menebak akan seperti apa wajah Sahara saat bertemu den
Read more

213. Teman Bercinta

Bisa dibilang kalau letak pesona Rini di mata Novan adalah soal keberanian wanita itu. Rini sangat lugas, pemberontak dan selalu bersemangat dalam hal apa pun. Walau Novan beberapa kali berani menghadapi preman bersenjata, tapi dalam soal percintaan, keberaniannya itu nyaris tak berguna. Rini yang menginisiasi kencan pertama mereka. Rini juga yang menciumnya pertama kali. Bukan di tempat romantis. Waktu itu Rini menciumnya di depan toilet perempuan gedung universitas. Rini minta ditemani ke toilet, namun wanita itu malah mendorongnya ke dinding dan menciumnya. Itu adalah ciuman pertama Novan. Dia tak pernah memiliki kekasih sebelumnya. Kegiatannya saat berkuliah hanya seputar belajar dan berada di dojo karate sepanjang sore. Saat kuliah, Rambut Rini dipotong pendek di bawah telinga. Sesekali wanita itu memakai kacamata sebagai pengganti lensa kontak. Rini tergolong penyendiri. Tak memiliki banyak teman karena memang jara
Read more

214. Bermandikan Kehangatan

Awal memulai, Novan membelai Rini dengan jemarinya. Membuka celah wanita itu dengan ibu jari dan mendorong ke dalam hanya sejengkal. Saat Rini terkesiap dan mengerang, Novan menganggap bahwa wanita itu meminta lebih. Novan mendorong kaki Rini cukup lebar, demi memberi tempat bagi bahunya. Lalu dia menurunkan tubuh di antara kedua paha Rini. Mendaratkan lidahnya di dalam inti tubuh wanita itu. Rini menggelinjang, karena sentuhan pertama. Novan tak berhenti, atau memberi jeda. Dia menggoda Rini dengan belaian lidahnya yang lembut dan perlahan. Dia menyukai cita rasa itu. Rini begitu manis dengan sentuhan rasa tajam yang pas. “Van ….” Rini menyentuh bahunya. “Nikmati aja,” kata Novan. Dia memandang, menyentuh dan membuka bagian tubuh Rini dengan ibu jarinya. “Kamu selalu sempurna buat aku.” Rini memekik nikmat. Pahanya merapat menjepit kepala Novan. Pria itu ta
Read more

215. Seperti Malam Pertama

Novan mendorong mulut Rini yang terbuka di puncak kemaskulinannya untuk membimbing bergerak ke atas dan ke bawah. Walau Rini sebenarnya tidak membutuhkan panduan dari Novan. Erotisme Rini pagi itu, membuatnya bergairah melebihi apapun yang bisa dibayangkannya.  Rini membawa bagian tubuh Novan lebih dalam, lalu sedikit lebih dalam lagi. Menyukai fakta bahwa dia tidak akan pernah bisa membawa kemaskulinan suaminya itu utuh ke mulutnya. "Rin, ya, Tuhan ...." Novan mengencangkan pegangannya di rambut Rini dan dengan lembut menarik Rini menjauh. Rini mengerang sedikit merasa kecewa. Seperti seorang anak kecil yang baru saja diambil mainannya. "Berdiri," pinta Novan, memegangi tangan Rini. "Duduk di pangkuanku," sambungnya, menepuk pelan pahanya.  Tanpa berpikir lagi, Rini merentangkan kaki dan meletakkan bokongnya di paha Novan. Rini melakukan seperti yang diminta, bergerak
Read more

216. Permintaan Istri

Sahara dipaksa berbalik, namun masih menutup wajahnya dengan selimut. Roy tertawa kecil. “Ayo, buka selimut ini. Mau aku mulai dari mana? Apa mau dicium seperti ini?” Roy mencium wajah Sahara dari balik selimutnya. “Aku mau lanjut tidur,” kata Sahara. Roy melihat jam di pergelangan tangannya. Mulutnya sedetik mengerucut mempertimbangkan waktu dan hal yang melintas dalam pikirannya. Kemarin, mereka meladeni ibunya mengobrol hingga tengah malam. Roy melihat Sahara seperti sedang berada dalam dua keinginan yang bertolak belakang pada malam itu. Ingin bercinta, juga ingin segera tidur. Dengan mata yang sedikit meredup, wanita itu menautkan tangan mereka dan membawa ke pangkuan. Mengusap ibu jarinya dengan gerakan sangat lembut dan sensual. Ibunya yang biasa peka, kemarin malam terlihat sangat antusias hingga terlupa bahwa mereka baru tiba dan masih mengalami jet lag. 
Read more

217. Kunjungan Istriku

Beberapa menit sebelum Roy dan Sahara turun untuk sarapan pagi, sepasang suami istri itu berdebat kecil di kamar. Sahara yang baru selesai mandi melihat Roy kembali rapi dengan setelan jas baru yang berbeda dengan beberapa saat yang lalu. Dengan bath robe masih melilit tubuh dan simpulan handuk yang membungkus rambutnya yang basah, Sahara memperhatikan suaminya itu dengan seksama. Kenapa Roy terlihat lebih tampan hari itu? pikirnya. "Kenapa ganteng banget? Jasnya baru, ya?" Sahara berjalan mendekati Roy ke depan cermin tinggi. Roy menoleh ke arahnya dan tertawa kecil. Seketika dia mengerucutkan bibir. Entah kenapa tawa Roy terdengar mengesalkan. "Jas baru?" ulangnya lagi.   "Aku mengganti jasku yang tadi dengan yang baru dari dalam ruang ganti. Tapi ini bukan jas baru."   "Kayanya aku belum pernah lihat."   "Masih banyak jasku di dalam lemari yang belum pernah kamu lihat."   "Tapi ini terlalu
Read more

218. Peserta Rapat Baru

“Oh, istri Anda cemburu?” tanya Novan setengah takjub. “Jangan terlalu heran. Ingat usia istriku. Karakternya juga memang seperti itu. Dia akan selalu mengatakan apa pun yang ada dalam pikirannya.” “Sepertinya Brasil membuat Anda semakin memahami istri Anda. Saya ikut senang," kata Novan sedikit geli melihat raut wajah Roy diselimuti kekhawatiran. "Kami pasangan menikah yang masih mencoba mengenal diri satu sama lain sembari menunggu kelahiran anak pertama kami. Kurasa itu lebih mendebarkan daripada pacaran bertahun-tahun kemudian menikah," balas Roy. "Baiklah, apa yang harus saya lakukan?" Novan menyerah jika harus berlama-lama beradu ucapan dengan Roy. "Oke, aku akan masuk ke dalam dan pamit pada istriku untuk masuk ke ruang rapat. Kalian, kamu dan Rini, sibukkan istriku sementara waktu.” “Menyibukkan istri Anda? De
Read more

219. Pertempuran Di Ruang Rapat

Susunan meja ruang rapat kantor The Smith’s Projects, berbentuk bingkai persegi panjang. Bagian depan diisi dengan Roy dan Letta yang duduk membelakangi layar besar.   Sahara menempati kursi di meja memanjang yang terletak di sisi kanan Roy. Dengan kehadiran Rini yang memakai setelan lengkap ke kantor di sebelah Sahara, wanita itu terlihat seperti seorang investor yang hadir bersama sekretarisnya. Sedetik menempati kursinya, Sahara menyapukan pandangan pada tiap wanita di sana. Dia ingin melihat lebih jelas wanita yang datang lebih awal ke rapat itu dan memanggil suaminya seperti kenalan dekat.   Setelah merapikan bagian belakang dress, Sahara memangku tas kecilnya dan duduk menautkan tangan di pangkuan. Di seberangnya dengan jarak lebih kurang tiga meter, duduk wanita yang tadi memanggil Roy. Wanita itu juga sedang menatapnya terang-terangan.   “Tidak cantik, tapi aku sebal dengan caranya memandang Roy. Apalagi mendenga
Read more

220. Bantuan Ibu

Sahara masih sibuk menilai harga dari merek tas yang dikenakan wanita di depannya. Terlihat seperti baru dikenakan hari itu jika dilihat dari permukaannya yang masih mengkilap, pikir Sahara. Pakaiannya tak terlalu mencolok, namun menimbulkan kesan elegan. Model seperti itu banyak diproduksi merek lokal. Akhirnya Sahara menyimpulkan wanita di seberangnya cukup kaya dan bisa dipastikan masih single jika dilihat dari caranya menatap Roy. “Menyebalkan. Kenapa dia memandang Roy seperti mau menelannya bulat-bulat?” kutuk Sahara dalam hati. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada Roy. Pria itu sedang berbicara. Selama beberapa lama, Sahara memusatkan perhatiannya pada Roy. Pria itu duduk di balik meja dan memimpin rapat dengan wajah serius. Warna rambut Roy ternyata sangat bagus. Bola mata pria itu berkilau optimis, gesture tangannya yang santai namun sangat mengintimidasi. Dan cara Roy mengernyitkan dahinya, membuat pria itu terlihat pi
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
30
DMCA.com Protection Status