Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 191 - Chapter 200

298 Chapters

191. Perkenalan Resmi

Tampilan Roy sudah sangat sempurna pagi itu. Setelan jas single breasted berwarna abu-abu gelap dengan sepasang sepatu double monk straps mengkilap membungkus kakinya, membuat Roy tampak seperti bangsawan Inggris alih-alih seorang pria setengah Brasil. Rambut cokelat lurusnya tersisir rapi ke belakang. Aroma parfumnya memenuhi seisi kamar. Harusnya dia bisa duduk di ruang makan dan menyantap sarapannya lebih dulu ketimbang duduk di tepi ranjang sambil memangku laptop. Untungnya Sahara yang duduk di depan meja rias tak terlalu mempermasalahkan tingkah Roy yang sangat tidak praktis. Mengetikkan sesuatu sambil menyangga laptop dengan kaki terlihat merepotkan bagi siapa pun. Roy bisa duduk di meja kerja yang letaknya di luar kamar, tapi dengan resiko tak bisa melihat Sahara yang sedang berdandan. “Aku sudah mengeluarkan pakaianmu. Kurasa gaun berwarna putih itu sangat cocok dikenakan mengunjungi ayahmu. Hari ini aku ak
Read more

192. Pesan-Pesan

“Maafkan aku atas … rumahmu kemarin, Sir. Timku akan memperbaikinya—” Lucio menggeleng lamban. “Jangan, tak perlu. Cukup jaga putriku. Harusnya saat ini aku yang meminta maaf padamu untuk kesalahan yang kubuat pada Jonathan. Maafkan aku. Aku yang menjadikanmu sebagai yatim. Jadi … jangan tinggalkan putriku. Dia istrimu sekarang. Jaga dia sebaik mungkin. Sampaikan maafku pada ibumu—” “Aku sudah mendengar bahwa Anda tidak sengaja. Sebelum melangkah ke sini, aku meyakinkan diriku berkali-kali bahwa aku sudah memaafkan dan menerima semuanya. Aku mencintai putri Anda, Sir. Aku akan menjaganya dengan atau tanpa pesan darimu.” Roy memijat pelan bahu Lucio yang kurus. Bertahun-tahun Roy mengira kalau Lucio adalah pria bertubuh tegap, arogan dan penuh kuasa. Mengetahui keadaan pria itu sekarang, membuatnya jatuh iba. Lucio bahkan lebih kurus dan pucat dari ibunya.
Read more

193. Sedikit Candaan

Masih pagi. Pakaiannya masih rapi dan parfumnya masih tercium jelas oleh hidungnya sendiri, tapi Sahara sudah berdiri di lorong rumah sakit dengan wajah hampa. Setengah sedih, setengah tak percaya dengan yang dialaminya beberapa hari belakangan.   Brasil sangat asing baginya. Dengan atau tanpa ayahnya di negara itu. Pertemuan hampir empat hari tak menyisakan apa pun untuknya, selain daripada kekecewaan.   Roy berdiri tegak di depannya. Tangan pria itu tak melepaskan pelukannya sesaat pun. Roy mengusap punggungnya, memberikan sehelai sapu tangan sutra wangi untuk menyeka air matanya. Dan berkali-kali memaksanya duduk di sebuah kursi sementara pihak rumah sakit dan keluarga mengurus jenazah ayahnya.   Rebecca yang berada di kamar sebelah, sedang tertidur lelap saat ayahnya meninggal. Kondisi wanita itu belum stabil sejak mendengar kabar putranya yang meninggal. Entah bagaimana reaksinya saat terbangun nanti. Wanita itu keh
Read more

194. Di Pemakaman

Wajah Sahara memang terlihat pucat sejak dari rumah sakit. Roy sibuk bertanya soal kondisi tubuh istrinya. Ada keluhan apa, sedang menginginkan apa, sampai situasi seperti apa yang diinginkan Sahara saat itu. “Aku cuma mau istirahat. Aku mau tidur,” kata Sahara. “Kalau begitu aku akan meninggalkanmu di kamar agar bisa beristirahat. Aku akan mengerjakan sedikit pekerjaanku yang tertunda—” “Aku mau istirahat. Bukan mau ditinggalkan sendirian,” potong Sahara. “Oke, kalau gitu aku tetap di sini. Gantilah bajumu. Aku akan mengecek menu makan siang.” Roy meninggalkan Sahara di kamar setelah menyangkutkan jasnya di tiang besi. Di luar, Roy tak sepenuhnya mengecek menu. Dia menelepon dokter dan berbicara cukup lama. Bertanya soal apa yang harus dilakukannya tentang beberapa hal yang kemungkinan akan terjadi. Sahara sempat mengeluh soa
Read more

195. Peringatan Dari Istri

Pada hari pemakaman Thomas, Anna memutuskan berangkat saat langit masih gelap. Dia ingin berlama-lama di dekat peti jenazah suami dan ayah mertuanya. Sejak dua hari yang lalu, dia sama sekali belum sempat menjenguk Lucio. Dan kemarin siang, dia mendapat kabar kalau ayah mertuanya meninggal dunia dan akan dimakamkan di hari yang sama dengan suaminya. Merek concealer termahal pun tak bisa menyembunyikan bayangan gelap di bawah mata Anna. Sejak melihat Thomas terbujur di ruang jenazah rumah sakit, Anna merasa sudah menghabiskan seluruh air matanya. Tapi air mata itu akan tetap keluar saat dia kembali mengingat masa pernikahannya yang terbilang cukup bahagia. Sebelum terkuaknya soal perselingkuhan, baginya Thomas adalah suami dan ayah yang baik. Dia tahu Thomas tak mau pulang ke rumah karena beranggapan bahwa dia sudah memberitahu anak-anak mereka soal tingkah sang ayah. Padahal … Anna masih menjaga nama baik Thomas hingga detik itu. Waja
Read more

196. Salam Terakhir

Pria yang sedang diikuti oleh Roy ternyata menyadari kalau dirinya sedang diikuti. Setelah dua kali menoleh ke belakang, pria itu mempercepat langkahnya. Roy juga semakin mempercepat langkah, namun belum berlari karena tak ingin menarik perhatian mobil-mobil pelayat yang mulai berdatangan. Vila Formosa Cemetery terletak di barat distrik Vila Formosa di kota Sao Paulo. Merupakan pemakaman terbesar dan tertua yang terbagi dalam empat area hijau. Sekeliling tempat itu masih ditumbuhi oleh pepohonan yang rindang. Dan sedikit baku hantam di balik pepohonan atau bangunan mungkin masih bisa dilakukan dengan aman, pikir Roy. “Kau, berhenti,” pinta Roy dengan suara biasa saja. Dia sudah bersiap-siap akan mengejar jika laki-laki itu berlari. Ternyata pria yang tadi melenggang sendirian, sedang berjalan tergesa menuju bagian belakang gereja di mana sebuah Hummer sedang diparkir. Mungkin mereka repot-repot memarkirkan ke
Read more

197. Aksi Sahara

Sahara masih mengguratkan kesedihan saat Roy menggandengnya menuju mobil. Sisa tangisnya terhenti karena perhatian mereka semua secara bersamaan tertuju pada keributan yang terjadi di sisi kiri lokasi parkir. Seorang wanita marah-marah dan berdebat dengan dua orang pria yang merupakan pegawai keluarga Spencer. “Kalian tidak ada hak menahanku di sini. Sudah dua jam. Harusnya aku bisa melihat kekasihku untuk terakhir kalinya. Dia sudah meninggal. Setidaknya biarkan aku meletakkan bungaku. Kalian tidak berhak! Lepaskan aku!” Wanita yang datang memakai setelan hitam dan berkacamata hitam itu mencoba menghempaskan tangan pria yang menghalanginya menuju ke area pemakaman. “Tidak bisa, Miss. Nyonya Anna dan keluarganya masih berada di makam. Anda bisa kembali lain waktu. Kumohon, kami hanya sedang menjalankan tugas. Akan lebih baik kalau Nyonya Anna tidak tahu Anda di sini. Mereka sedang berduka,” ujar seorang pria.&
Read more

198. Menuju Obrolan Penting

Anna duduk di sebuah kursi recliner berwarna hitam yang posisinya setengah direbahkan. Psikiater yang bertahun-tahun menjadi langganan Thomas memaksanya duduk di sana meski dia telah mengatakan bahwa kunjungannya hanya untuk menanyakan beberapa hal. “Selama ini Tuan Thomas mengatakan kalau Anda tahu soal kunjungannya ke sini,” kata Psikiater yang duduk di belakang papan nama bertuliskan Minerva McKenzie. Wanita berusia di awal lima puluhan. “Benar, Thomas memang selalu mengatakan kunjungannya ke sini. Dan itu tidak pernah ada masalah. Aku ke sini hanya untuk menanyakan bagaimana konsultasi Thomas terakhir kali. Kapan dia terakhir kali ke sini? Dan apa dia mengalami gangguan tidur lagi?” tanya Anna. “Terakhir kali ke sini dia memintaku menuliskan resep obat tidur. Masih gangguan tidur.” “Apa dia ke sini sendirian?” “Dia selalu
Read more

199. Memperbaiki Mood-mu

Tiga jam sebelum pertemuan di restoran hotel yang ditempati Roy dan Sahara, pasangan itu sempat berdebat kecil di kamar. Roy sudah rapi dan Sahara masih berbaring memeluk selimutnya. “Aku enggak boleh ikut, ya?” tanya Sahara. “Sepenting apa, sih, pertemuan itu?" sambungnya. “Aku tidak mengatakan kamu nggak boleh ikut. Aku hanya bilang, sebaiknya. Itu beda, Sayang.” “Tapi aku enggak diajak. Aku belum mandi dan kamu sudah rapi,” kata Sahara, memandang pantulan Roy yang berdiri di depan cermin. "Setiap hari aku sudah rapi pukul segini. Aku belum membangunkanmu karena kamu masih sangat nyenyak. Aku tak mau mengganggu.” Roy berbalik dari cermin dan berjalan ke ranjang. “Bangunlah, kita sarapan.” Roy mengusap punggung Sahara seraya mengecup pipi wanita itu. “Aku nggak diajak,” ucap Sahara lagi. “Aku mau tidur
Read more

200. Kerepotan Baru Istriku

Bagi Roy, itulah alasan kenapa bersiap sedia sebelum tiba waktu janji teramat penting baginya. Dia memiliki waktu cadangan yang bisa dipergunakan untuk keperluan mendadak. Termasuk saat itu. Dia mendadak harus memperbaiki mood istrinya yang belakangan memang sedikit rewel. Pakaian rapi Roy sudah kembali berantakan. Tapi sepadan dengan hasilnya. Istri yang merajuk sepertinya sudah lupa dengan hal yang membuatnya kesal. Kini Sahara mendesah di bawah tubuh Roy dengan sepuluh kuku yang menggaruk punggung pria itu. “Sedikit lagi, Sayang. Angkat tanganmu, aku ingin mencium tiap bagian tubuhmu.” Roy meraih dua tangan Sahara dan mengangkatnya ke atas kepala wanita itu. Roy mengecup lipatan lengan Sahara sebelum mulai menggigit pelan leher wanita itu. Desah di kamar terdengar bersahutan. Roy mengayun tubuhnya semakin cepat. Suara Sahara semakin keras, Roy melepaskan tangan istrinya dan berpindah meremas dadanya. &ldqu
Read more
PREV
1
...
1819202122
...
30
DMCA.com Protection Status