Beranda / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Bab 171 - Bab 180

Semua Bab Gadis Penari Sang Presdir: Bab 171 - Bab 180

298 Bab

171. Jalan Rencana

Beberapa saat sebelum sebuah dump truk escavator masuk bertamu ke rumah keluarga Spencer.    "Rin, tanyakan pada dokter jam berapa aku bisa keluar dari rumah sakit ini? Aku memerlukan peralatan lengkap. Ini mendesak. Pak Roy membutuhkan kita stay online di depan komputer. Dia belum tidur barang sepicing pun sejak tiba di Brasil." Novan memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas dengan tergesa-gesa. Kepalanya masih terbalut perban, namun langkahnya dengan gesit berjalan ke sana kemari di dalam ruang rawat.   Rini memasukkan semua pakaian yang digunakannya selama menemani Novan di rumah sakit dengan tergesa-gesa. Tak sempat menjawab kerewelan Novan yang rasanya sudah diulang puluhan kali dalam tiga puluh menit terakhir.    "Rin ...."   "Kamu sendiri tadi sudah dengar kalau perawat mengatakan, dokter akan ke sini sebentar lagi. Sabar," ketus Rini. "Kita tak akan terlambat. Lebih baik bantu
Baca selengkapnya

172. Aturan Main

Ramos baru saja kembali ke kamarnya saat mendengar suara pintu berdebam dari ruangan depan. Seperti yang dipesankan Roy padanya, dia harus mengamati keadaan rumah itu lebih cermat sejak Sahara tiba di sana. Roy menekankan sangat penting untuk tidak memprovokasi Thomas dengan menunjukkan keberadaan dirinya di sana. Thomas akan murka kalau sadar Roy sudah mengirimkan kaki tangannya jauh-jauh hari ke tempat itu. Ramos yang sudah tua dan sendirian tidak akan menang melawan orang gila seperti Thomas. Terlebih, itu adalah tempat di mana semua orang akan mematuhi Thomas dan ibunya. Ramos merapatkan tubuhnya ke dinding dan menyusuri ruangan sampai tiba di perbatasan antara ruang dansa dan ruang tamu yang besar. Di ruangan itu juga terdapat kamar yang ditempati istri Roy. Saat Thomas mulai bertengkar dengan istrinya, Ramos sudah menghubungi Roy. Pesan lainnya yang diterima Ramos adalah Roy meminta Sergio untuk menyingkirkan anak-
Baca selengkapnya

173. Nostalgia

“Berengsek! Kenapa si berengsek itu bisa masuk negara ini? Ibu tak becus mengurus soal sepele seperti itu!” sergah Thomas pada ibunya. Rebecca sedang sibuk berkutat dengan ponsel. Ucapan Thomas dan suara bangunan hancur di luar tidak singgah masuk ke telinganya. “Mana gadis itu?” tanya Thomas menoleh berkeliling. Dia hanya bisa melihat Anna yang mengguncang-guncang pintu. Lalu matanya menangkap sosok Sahara yang tengah berdiri di dekat jendela. “Nyonya Rebecca, istriku bukan lawan yang sepadan untuk Anda. Harusnya Anda bertemu dengan ibuku. Kudengar Anda menyukai publikasi soal keluarga bahagia. Aku mengirimkan reporter yang akan membuat siaran langsung yang terjadi hari ini.” Suara Roy kembali terdengar.  Thomas dan ibunya saling berpandangan. Wajah Thomas semakin merah padam. "Akan kubunuh perempuan itu. Si berengsek akan kembali gila karena kematian
Baca selengkapnya

174. Tamparan Untuk Rebecca

“Thomas, kau terlalu lama bengong. Kau harus meninggalkan tempat ini. Kau harus pergi meninggalkan tempat ini secepatnya! Kau harus memastikan bahwa ruangan rahasia yang kau banggakan itu tetap aman. Aku punya pikiran kalau saat kau berada di sini, orang suruhan si berengsek itu sudah menyelinap ke kantormu.” Rebecca berbicara dari balik tiang seraya memandang Thomas yang bertukar pandang dengan Roy.   Thomas melirik Rebecca, kakinya beringsut mundur selangkah dengan perlahan.   “Kurasa tak bijak kalau kau meninggalkan tempat ini,” kata Roy.   Dump truk dinaiki seorang petugas proyek dan dibawa mundur. Sejurus kemudian seorang staf khusus masuk mendekati Sahara. “Kami keluar sekarang,” ucap pria muda itu saat berada di sebelah Sahara.   Roy mengangguk memandang Sahara yang sepertinya enggan diajak keluar.   “Sekarang,” pekik Rebecca tiba-tiba. Bersamaan dengan itu, Thomas berbali
Baca selengkapnya

175. Permohonan Seorang Ayah

“Apa Thomas benar kembali ke kantornya, Sergio?” tanya Lucio dengan suara bergetar. “Dari jalan yang diambilnya, Thomas memang sedang menuju kantornya, Tuan.” Sergio menjawab sambil terus mengamati mobil Thomas yang meliuk-liuk di depan menghindari kendaraan lain dan melesat cepat. “Kau lihat Sergio? Anak Jonathan tak mungkin melakukan hal itu kalau Thomas tak mengganggunya. Semua ini memang berawal dari kesalahanku. Andai dulu aku langsung bertanggung jawab atas kematian Jonathan, anaknya tak perlu mencariku. Thomas mengganggunya karena mengira anak Jonathan akan memenjarakanku. Oh, Sergio.” Lucio menangis dan tangannya meraba-raba tangan Sahara yang duduk menatapnya dengan sorot setengah sedih dan setengahnya lagi bingung. “Papa, apa yang akan Papa lakukan? Biarkan Roy menyelesaikan masalahnya dengan Thomas. Aku akan meminta maaf soal masa lalu Papa dengan Roy. Dia pasti menger
Baca selengkapnya

176. Mempersiapkan Paket

Beberapa saat sebelum Dony masuk ke ruangan Thomas. “Terima kasih atas kerja samanya, Bu Irma,” kata Herbert saat melihat Irma sudah berada di lokasi pembangunan gedung milik Roy. “Kapan aku bisa keluar dari negara ini? Aku sudah membawa pria itu sesuai permintaan Roy. Panggil Roy, aku mau bertemu dengannya,” pinta Irma pada Herbert. Herbert dan staf khusus tengah menyiapkan sebuah alat komunikasi yang akan dikenakan oleh Dony menemui Thomas. “Sabar sedikit, Bu. Apa Bu Irma tidak mau melihat akhir kisah ini?” tanya Herbert, tertawa kecil. Dari headset di telinganya, Herbert mendengar tawa Novan saat mengatakan, ‘Rini titip salam buat Bu Irma.’ Rini lalu menyangkal telah menitipkan salam untuk Irma. Wanita itu malah mengatakan, ‘Cie yang deg-degan mau ketemu Pak Roy.’ Di seberang headset, suami istri itu terkikik-kikik ka
Baca selengkapnya

177. Nasib Si Tulang Punggung Keluarga

Dua orang pria mendampingi Dony masuk ke dalam hotel milik keluarga Spencer. “Ke mana semua orang? Apa memang hotel ini tak dibuka?” tanya Dony, menoleh ke kanan kiri memandang dua pria di dekatnya. “Pak Roy memerintahkan pengosongan gedung sejak pagi tadi. Dia tak ingin ada yang terluka meski yang terluka itu adalah para pria yang sedang menipu istrinya dengan berada di sauna dengan wanita penghibur,” jelas salah seorang pria. “Ini hotel? Penginapan?” tanya Dony lagi, mengedarkan pandangannya ke langit-langit. “Ini hotel dan SPA. Tempat pijat, ada kasino juga. Dan ini tempat di mana Thomas menjaring para targetnya. Dia melihat wanita-wanita cantik yang masuk ke kasinonya melalui kamera pengawas dan meminta wanita itu datang ke kantornya kalau dia mau. Kenapa? Kau tertarik bekerja di tempat ini? Kami akan menyampaikannya pada Pak Roy kalau kau sungkan,”
Baca selengkapnya

178. Pergumulan Berikutnya

Roy menyusul masuk ke hotel milik Thomas tak lama setelah Dony masuk bersama dua orang staf khusus yang mendampinginya. Roy berdampingan dengan Herbert. Dalam perjalanan itu dia juga menyimak percakapan Dony dan dua orang staf melalui alat komunikasi. Beberapa langkah sebelum tiba di lift, seorang pria tiba-tiba keluar dari lorong. Tatapan dan langkahnya langsung tertuju ke arah Roy. “Tuan Smith? Kau sadar apa yang kau lakukan di sini?” tanya pria itu. “Aku mengenalimu. Kau adalah kacung Thomas yang bernama Edward. Thomas memakai namamu saat bertemu denganku pertama kali,” kata Roy. “Kau adalah satu-satunya manusia yang bisa berpangku tangan melihat hal yang tak seharusnya terjadi.” “Kau tak memikirkan bahwa tempat ini memiliki banyak karyawan? Mereka menggantungkan hidupnya di tempat ini dan kau datang merusaknya?” Edward menatap Roy dengan wajah memer
Baca selengkapnya

179. Akhir Yang Dipilih Mereka

“Jangaaan!” teriak Sahara spontan saat melihat Thomas mengacungkan senjatanya pada Roy. Mendengar hal itu, Thomas beralih mengarahkan senjatanya pada Sahara. “Semua sudah sampai di sini, Dad. Tak ada jalan kembali. Aku memilih mati dari pada menyerahkan diri dan hidup di penjara.” Ibu jari Thomas bergerak menarik pelatuk senjatanya. “Tak akan kubiarkan,” lirih Roy, menendang senjata Thomas sedetik sebelum meletus. DORR Roy menerjang menimpa Thomas yang roboh menghantam sofa di belakangnya. Tangannya berusaha menggapai pistol yang berada di tangan Thomas. Thomas menendangkan kakinya, berusaha memperlebar jarak antara tubuhnya dan Roy. Tangan Thomas terus terangkat berusaha mengarahkan pistol ke arahnya. “Kau masih bisa memilih akhir yang lebih baik dari ini. Kau sudah memiliki keluarga dan anak-anak, harusnya kau tidak
Baca selengkapnya

180. Kurasa Dunia Berhenti Sejenak

Roy merasa telinganya berdenging ketika tiba-tiba Lucio meluncur cepat menabrakkan dirinya pada Thomas yang sedang bersiap-siap menembakkan senjatanya lagi. Gerakan itu sama sekali tidak diantisipasinya. Semua terjadi begitu cepat. Lucio melintas menyenggolnya, membuatnya tersingkir ke samping beberapa detik, dan menabrak tubuh Thomas yang seketika limbung. Thomas juga pasti tak akan menyangka kalau ayahnya akan berbuat senekad itu. Refleksnya bergerak sesuai naluri. Dinding kaca yang sudah retak karena tembakan senjata Dony bertubi-tubi, menjadi rapuh dan hancur dalam sedetik. Roy terjerembab menangkap lengan Lucio yang terangkat ke udara saat pria itu terperosok. Sesaat yang lalu, Lucio pasti ingin jatuh berpegangan tangan dan mati bersama anaknya. Nyatanya, Roy bisa menangkap lengan Lucio. Harusnya, baik Lucio atau Thomas, keduanya bisa selamat. Roy menunduk, memegang lengan Lucio dengan seluruh t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
30
DMCA.com Protection Status