Semua Bab Shadow Under The Light: Bab 61 - Bab 70

92 Bab

Nostalgia

"Kau yakin ini yang terbaik, El? Kau tahu bisa mendapatkan promosi setelah kasus Owen selesai, mungkin saja menjadi bagian tim Alpha," protes Eve.Aku mengepak semua pakaian ke dalam koper. "Kita sudah membicarakannya kemarin Eve, aku sudah mengajukan resign.""Kau pergi begitu saja setelah lima tahun perjuangan, semua menjadi sia-sia, El." Jodi ikut menimpali. Mereka semua berkumpul di dalam kamarku di rumah Keluarga Riley."Ini hidupku," ucapku kasar.Mereka menggeleng frustrasi. "Terserahlah." George memilih keluar dari kamar."Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Boni, hanya dia yang menerima diriku keluar dari PPS tanpa protes."Entahlah, menjalani hidup," jawabku singkat. Semua barangku telah ter-packing rapi.Eve melihatku hendak beranjak pergi. Ia menarikku ke dalam pelukan hangat. "Sampai jumpa lagi.""Terima kasih, Eve." Ak
Baca selengkapnya

Hati dan Logika Tak Sejalan

Aku tersenyum pongah, dengan memberi tahu identitas Axel, pria berengsek itu kemungkinan tidak akan membunuh Diana. Bagaimana pun juga gadis ini hanya korban, lebih baik dia tak terjebak dengan hubungan maut ini."Kenapa, kau tidak bisa membunuhnya sekarang 'kan? Kau tak pernah memberi tahu namamu pada mangsa," ejekku.Axel mengangkat satu alis ke atas, tersenyum miring memesona. "El, bagaimana kau bisa tahu?"Jantungku seketika berdetak kuat. Oh, sial! Apa aku membuka kedok sendiri? "Tentu saja Eli memberitahukan semua padaku, semua ... bahkan kenyataan kau tak bisa terangsang dengan gadis mana pun selain dirinya."Wajah Axel seketika berubah gelap mendengar penuturanku."Diana, dia tak pernah menyentuhmu bukan?" tanyaku pada gadis manis itu.Mulanya dia diam, kelihatan bingung, tapi akhirnya mengangguk mengiyakan."Setampan apa pun dirinya, percuma saja
Baca selengkapnya

Kembali ke Markas Pembunuh

Netraku mengerjap sambil meliukkan tubuh, terasa sangat nyaman berada di tempat tidur empuk nan wangi ini. Tunggu dulu. Seketika tubuhku melonjak duduk memperhatikan keadaan sekitar. Apa-apaan ini? Dalam semalam saja ruangan telah berpindah, bukan lagi di basement di mana aku jatuh tertidur.Kamar ini? Tempat tidur kayu, meja dan lemari. Aku mengerjap bingung. Ini ... Rumah Kayu? Bagaimana bisa? Jangan-jangan? Sebuah pemahaman menghantamku telak. Aku berlari ke jendela untuk mengonfirmasi hal tersebut.Benar saja, jendela yang sama seperti lima tahun lalu memperlihatkan pemandangan hutan dari lantai dua. Aku menggigit jempol bingung, berusaha menggali ingatan yang terkubur.Makanan, pasti Axel menaruh sesuatu pada makanan semalam hingga aku tertidur begitu nyenyak. Ia bisa memindahkan diriku tanpa ketahuan.Aku berbalik, kembali ke tempat tidur dan menemukan Diana tertidur nyenyak di sana. Axel ta
Baca selengkapnya

Si Gadis Lemah

Setelah mendengar kalimatku, Diana memilih meringkuk di kepala ranjang. Gemetar di seluruh badan. Jika dibandingkan diriku dulu, gadis ini jauh lebih rapuh dan tak berdaya. Mungkin dia tak memiliki kisah sedih sebelum bertemu Axel. Sialnya, perawakan yang mirip dengan rupaku membuat Diana harus menderita."Jangan takut," ujarku. Duduk di samping gadis itu di ranjang."Makan dulu, kau butuh kekuatan." Aku mengedik, memberitahunya piring di atas meja kayu yang tadi ditinggalkan Axel.Diana menggeleng lemah. "Kau ... tidak takut?" tanyanya pelan."Tidak! Untuk apa? Hidup tak selalu indah, mati pun bukan pilihan buruk. Selama aku tidak mati konyol saja. Makanlah jika kau tidak ingin mati konyol."Jemariku terulur ke arah sang gadis. Si gadis ragu-ragu, menerima uluranku. Aku menariknya ke kursi dan mendudukkannya di hadapan makanan. Daging panggang beserta salad membuat perut kami bergemu
Baca selengkapnya

Luka Hati

Netraku memanas bersama menggenangnya air mata di sklera. Suara basah mendominasi heningnya kamar ini. Aku bergeming, terpaku tak percaya.Diana yang pertama kali menyadari kehadiranku. Mata gadis itu memancarkan kebahagiaan, sendu, menikmati adegan yang sedang mereka lakukan.Saat Axel ingin memisahkan diri, gadis itu menarik wajah si tampan, kembali menanamkan ciuman panas. Kini, tangannya berlabuh membuka kancing kemeja Axel satu per satu."Apa yang kalian lakukan?" Tak tahan lagi, aku bersuara pada akhirnya.Axel terkesiap, memisahkan diri terburu-buru dari Diana. Ia berbalik dan menatapku masih dengan mata nanar, bibir berlapis likuid lengket di antara mereka. Sungguh, menjijikkan.Aku mendengkus menahan sakit hati. "Tidak bisakah kalian menungguku keluar dulu sebelum bercinta. Apa nafsu sudah sampai di ubun-ubun?" Kertakan gigiku terdengar jelas menahan amarah.Dia d
Baca selengkapnya

Pemaksaan (18+)

Panas menjalar seketika membuatku tak berkutik. Rasa ini, rasa yang pernah ada. Bibirnya, napasnya, dan juga bau feromon Axel.Ketika seharusnya aku menolak dan mendorong pria itu menjauh, kenyataannya bagai boneka, tubuhku membiarkan tangan berkulit putih Axel menjelajahinya.Ia menyentuh, menanamkan ciuman di setiap lekuk tubuh. Tergesa-gesa jemarinya menarik bajuku ke atas untuk menjamah kenikmatan terlarang.Lagi-lagi bibir kami bertemu dalam tautan nafsu. Mataku terpejam, hanya ingin merasakan presensinya. Kerinduan membuncah yang selalu tertahan amarah akhirnya meluap. Gerakan kasar sang pemilik tubuh menyadarkanku saat jemarinya mulai menyentuh inti tubuhku.Aku terkesiap. Bangun dari mimpi indah dalam kenyataan pahit."Hentikan."Namun, kekasih jiwaku tak berhenti. Melucuti helai demi helai pakaian yang menganggu penyatuan kami. Matanya merah, penuh derita, dan kem
Baca selengkapnya

Sisi Lemah Axel

Sosoknya bergeming, berlutut di tanah dengan buku jari masih mengucurkan darah segar. Betapa menyedihkannya keadaan sekitar pria itu. Batang pohon menjadi sasaran kemarahan Axel.Retakan ranting renyah di bawah kakiku membuat Axel mengangkat kepala. Matanya masih merah, nyalang menantang, berisi kesintingan dan air mata."El?""Apa yang kau lakukan di sini?"Ia menunduk, mengabaikan kontak mata denganku. "Aku melukaimu.""Akhirnya kau sadar juga, kau tahu apa yang kau lakukan pagi tadi?"Ia mengusap wajah, kulihat lututnya memerah dan terluka. Sungguh, hatiku berdenyut nyeri."Maaf," bisiknya halus."Maaf? Kau kira maaf bisa mengembalikan semua, kau kira maaf bisa menyembuhkan lukaku? Maaf katamu!" teriakku berang."Aku--aku ...." Ia menjambak rambut sendiri, tampak sangat menderita."Apa hakmu, jika aku t
Baca selengkapnya

Misi Inisiasi

Seminggu berlalu bagai kedipan mata saja. Semua latihan kami berjalan lancar, tidak terlalu lancar bagi Diana tentunya. Gadis ini memiliki luka jauh lebih banyak daripadaku dulu. Simple-nya, dia tak memiliki sedikit pun kemampuan beladiri. Madam Ghie sering sekali uring-uringan ketika selesai mengajari gadis itu dan Diana biasanya meringkuk di pojokan kamar sambil menangis sesenggukan. Lalu dia akan meminta pelukan kasih sayang dari Axel. Memanggil dengan manis, "Xi, Xi, tolong aku." Yang membuatku hampir muntah. Aku menatap jendela di kamar lantai dua. Membiarkan Madam Ghie mendandani kami malam ini. Gaun pendek berwarna hitam dihiasi kerlap-kerlip manik-manik kecil dan sepatu boot tinggi, juga sarung tangan lace yang membuat penampilanku malah terlihat gothic. Madam Ghie menyebutnya sihir malam pemikat lelaki. Apalah itu. Berbeda denganku, Diana didandani sangat girly. Semua berwarn
Baca selengkapnya

Terjebak

Aku berlutut, menempatkan bibir di antara kakinya, lalu menanamkan gigi pada benda lunak itu. Seketika Alex menjerit jeri. Mendorong kepalaku menjauh sambil mengumpat keras."Kau, wanita jalang, berani-beraninya menggigit pusakaku." Alex memegang benda berharganya yang kini menitikkan darah segar.Aku tertawa geli, meludahkan sejumput rambut keriting ke lantai. "Rasamu sangat tidak enak.""Kau! Siapa kau sebenarnya?" Ia mulai mundur, tapi bisa kulihat matanya berlabuh pada nakas di samping tempat tidur, di mana ponselnya tergeletak.Tanpa peringatan, ia berlari ke sana, berusaha menggapai ponselnya. Namun terlambat, dalam sekali lompatan, aku menyarangkan tendangan berputar ke sisi kepalanya. Pria itu tersungkur, tubuhnya menabrak tempat tidur."Aku, malaikat maut yang dikirim untuk menghabisimu." Senyum miringku membuatnya ngeri setengah mati.Pria itu merangkak mundur, m
Baca selengkapnya

Membantu Teman

Pria itu terlalu kaget untuk bereaksi, aku mendorongnya masuk ke dalam kamar sambil mengerling ke sekeliling ruangan. Tak ada Diana, kasur terlihat acak-acakan.Mendapat serangan mendadak membuat Ed akhirnya berani bereaksi. Ia memegang bagian belakang kepalaku sambil mendorong pintu menutup dengan sebelah tangan lagi. Lidah pria berengsek itu memaksa masuk.Kenapa orang bisa suka memasukkan benda lunak ini untuk berkoalisi cairan. Apakah aku yang aneh? Terlalu lelah menghadapi kejadian penuh nafsu yang menjadikanku korban sehingga akhirnya berujung jijik.Entahlah? Bagiku, tak ada kesenangan dalam sex setelah sekian lama berkutat bersama pria mesum atau yang menyakitkan hati.Aku mengatupkan gigi erat-erat, tak membiarkannya menjelajahi rongga mulutku. Ed menarikku menjauh. Napas kami terengah-engah.Sial, sial, sial. Ciumannya membuatku semakin tak tahan. Fokus, Eli, fokus.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status