Mengerjapkan mata, Naima mencoba beradaptasi dengan pemandangan asing di langit-langit kamarnya, tidak ada plafon dengan ornamen rumit. Naima mencoba bangkit, tapi rasa tak nyaman pada punggung dan kepalanya membuatnya urung. Naima baru tersadar ia berada di rumah sakit, saat merasakan telunjuknya terdapat selang yang tersambung hingga ke samping tubuhnya. Dia mendesah, merasa lega juga takut. Lega ternyata ia masih hidup, takut jika Albe akan marah karena ia tidak mematuhi perintahnya untuk tetap di dalam Cafe sampai ia datang. Deritan pintu terbuka, membuat Naima menelengkan kepalanya yang masih berdentam tak nyaman. Naima tersenyum, pun dengan orang yang baru saja masuk. “Baby! Akhirnya kamu bangun juga,” Albe tergesa mendekati Naima, menggenggam tangan Naima. Mengecup kening, pipi dan hidung juga bibir gadis yang memakai pakaian rumah sakit itu. “Aku baik-baik saja, Yang,” ucap Naima, menenangkan Albe. Menatap iris hijau kesukaannya. Naima hanya terdiam, menyelami perasaan san
Read more