Beranda / Romansa / PERTAMA UNTUK NAIMA / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab PERTAMA UNTUK NAIMA: Bab 91 - Bab 100

208 Bab

Chapt 90. Memanjakan Diri dan Hati

“Nai, lo yakin kita kesini?” itu suara Tiara. Setelah saling menguliti isi hati masing-masing dan menghabiskan makanan yang dikirim Albe untuk makan siang mereka. Makanan sehat dari Cafe yang ada di satu lokasi dengan Gym suami Naima. Albe selalu memastikan Naima makan dengan layak dan sehat. Sayur asem tadi pagi? Itu hanya keisengan Naima saja, bosan dengan masakan yang dikirim oleh chef andalan  di Cafe dan Lounge yang berkonsep Organic For Healthy Life. Masakan tanpa micin yang bukan selera rakyat jelata sepertinya. Berkali-kali menolak, tapi akan tetap datang pada jam sarapan, tapi makan siang dan malam akan sesuai pesanan. Itu alasan Albe saja, supaya ia tak kecapean. Menurut suaminya itu, buat apa mempekerjakan banyak Chef tapi tidak di manfaatkan untuk rumahnya juga, dan Naima hanya menuruti kemauan lelaki
Baca selengkapnya

Chapt 91.  Gara-gara Terasi

Malam sudah larut saat Naima menginjakkan kakinya di rumah. Albe belum memberi kabar dari siang, pesannya pun belum dibaca. Ada khawatir menggelayuti hati. Setelah membersihkan diri, ia menuju ruang keluarga. Maksud hati menonton drama favorit. Namun pikiran melayang kepada sang suami. Mencoba menghubungi, tapi kotak suara yang menjawab. Dengan terpaksa demi memupus kekhawatiran, Naima menghubungi abang angkatnya. Tak mempedulikan kesopanan dan adab jam malam seseorang, Naima mencari kontak Viran dan menekan tombol panggil, panggilannya terhubung, berjalan mondar mandir berharap Viran mengangkat panggilannya. Namun hingga dering terakhir, pria blasteran Jawa, Manado, India dan sedikit Cina entah dari siapa itu mengabaikan panggilannya. Naima menghubungi Albe kembali, tapi sepertinya sang kotak suara memang ingin menjadi musuhnya. Menghempaskan badannya di sofa, ponsel tetap berada di genggaman. Tak lama ponselnya berdering, panggilan masuk dari Viran ternyata. “Hallo Bang! Jadiny
Baca selengkapnya

Chapt 92. Tertunda karena Terasi

   Langkah Naima berderap terpatah-patah, mendekati Albe yang masih menunggunya. Ia sumirkan senyuman hingga ke ujung kelopak almondnya.  "Makan dulu ya, Yang. Habis itu minum obat mualnya," Naima meraih mangkok dan menyendok cream soup dengan sebelumnya meniup dengan pelan agar suhunya pas di lidah.  Albe memperhatikan dengan seksama bagaimana Naima mengurusnya. Sebenarnya Albe tetap akan menginap, tak ingin membuat Naima kerepotan dan khawatir akan kondisinya, tapi Jaka bersikeras membawa pulang. Ya, beruntung Jaka memang berada di Bandung, selain mengunjungi Ambunya juga mengontrol Cafe pertamanya dengan Albe.  Dengan telaten Naima menyuapi hingga tak bersisa. 
Baca selengkapnya

Chapt 93. Mendadak ke Bandung

  Naima hanya tidur kurang dari tiga jam, ia tetap bangun seperti biasa. Dengkuran halus terdengar di belakangnya. Mencoba melepaskan lilitan kaki dan tangan Albe, butuh kerja ekstra untuk keluar dari kungkungan suami yang mempunyai badan  2 kali lebih besar dari pada Naima.  Mengamati wajah tenang dan damai suaminya, terbesit senyum di wajah bantal Naima. Tak pernah menyangka bisa menyukai lelaki asing. Ia kecup pipi dan rahang suaminya sebelum beranjak. Membersihkan diri dan melakukan ritual paginya. Notifikasi balasan dari Astrid dan Chef Adi masuk pada ponselnya, sesaat sebelum Naima keluar dari kamar.  Berbalutkan sport bra set dengan legging sebatas paha. Naima berencana melakukan yoga. Di rumah Albe ada satu ruangan Gym pribadi, tidak terl
Baca selengkapnya

Chapt 94. Amunisi Semangat

“Ada apa, Yang?” Pertanyaan Naima jelas menunjukkan wanita itu khawatir. Memiringkan badannya, mencoba menyelami arti guratan dan lipatan di kening Albe. Mengulurkan jemari lentiknya, Naima memberi elusan di kening itu. “Ada sedikit masalah, Babe. Dan Viran tidak bisa mengatasi sendiri,” terang Albe, menangkap jemari Naima dan membawanya ke bibir, mengecupi setiap ujungnya. Raut wajahnya masih serius, terbagi antara jalanan dan permasalahannya.  Naima membiarkan Albe memainkan jarinya. Hanya bersentuhan dengan Naima membuat hati Albe sedikit tenang. Pria tampan itu pun merasakan, emosi yang biasanya meledak-ledak, dengan kehadiran wanita cantik itu disisinya mampu teralihkan. Senyum Naima selalu menjadi penawar. Walaupun Naima tak mengerti tentang bisnis, menceritakan hal yang dia lewati dan jalani nyatanya bisa membuka pikiran untuk langkah kedepan.&nbs
Baca selengkapnya

Chapt 95. Tragedi Viran

“Apa yang menjadi pokok permasalahannya?” Suara tegas dengan nada dingin menggema di ruang tamu. Albe mengamati satu-persatu wajah dari mandor proyek. Mencoba menghafal, dan menganalisa. “Begini, Pak Alberico. Salah satu mandor menjanjikan akan menggunakan pekerja dari kampung di sebelah lokasi. Sementara kami selaku kontraktor tidak mengetahui perjanjian tersebut, dan juga kami tidak mengetahui kualitas dari pekerjaan mereka. Itu yang membuat beberapa warga datang dan mengamuk.” Jelas salah satu diantara mereka yang ternyata adalah pihak kontraktor.  “Apa saja kerusakan yang sudah ditimbulkan?” Ucap Albe meminta penjelasan. “Ada yang dengan sengaja, mencuri beberapa material dan juga ada yang sebagian menghambat proses supply material.” jawab pihak kontraktor.
Baca selengkapnya

Chapt 96. Sudah Tahu

"Auh … ah … " "Bentar lagi … sabar …" "Ah … " "Please, jangan keluarkan teriakan menjijikan seperti itu, Vir," decak Albe, mendengar jeritan lebay yang Viran keluarkan. "Lo, sih, gak ngerasain. Udah Dek, ntar ada singa ngamuk … jeritannya kalah merdu sama jeritan gue," cerocos Viran songong, membuat Naima mengoleskan obat merah dengan cepat dan memasangkan perban di kepala Viran. Sebelumnya, Naima harus menggunting helaian rambut Viran karena, lukanya berada di atas telinga.  "Aku tidak pernah menjerit," jawab Albe santai, Viran yang mendengar terbahak. "Yakin, Lo? Tadi malam berapa ronde Nai?" Viran menggoda Naima yang sedang membereskan kotak P3K, mereka ada di dalam mobil Albe, menuju ke restoran. Karena waktu yang sedikit, mereka memutuskan mengobati luka Viran sendiri karena tidak terlalu parah juga.  "Apaan deh, Bang. Kebiasaan kepo urusan orang, urusin tuh yang udah bikin Abang berdarah-darah," tukas Naima. Mer
Baca selengkapnya

Chapt 97. Selesai

  “Ya! gue juragan Lo!” “Maafkan saya, juragan ….“ dengan tergopoh Asih berlari, bersimpuh di hadapan Viran. Pemuda yang ternyata kekasih Asih, terlihat ketakutan di ujung lorong. “Gak usah drama deh, Sih. Udah ... bukan salah lo, tapi salah pemuda pengangguran yang ngaku kekasih tapi gak bisa diandelin. Harusnya lo buang tuh! ngapain lo pertahanin. Cari yang kerja, jangan preman pasar yang gak tau apa-apa tapi sok jagoan.” gertak Viran penuh emosi.  “Bang, Ada apa?” Naima datang dari arah belakang Viran, menatap heran pada gadis yang bersimpuh di lantai, dan Viran yang terlihat emosi. Juga pada pemuda dengan kaos dan rompi jeans yang menunduk lesu di ujung lorong. “Gue udah tahu pelakunya, Dek. Cecurut di ujung itu.” tunjuk Viran dengan dagunya, Na
Baca selengkapnya

Chapt 98. Kepanikan Naima

     Fajar berarak, menyingsingkan pekatnya malam. Namun pekat yang bersarang pada dinding-dinding hatinya tak jua terlepas. Ada jerat tak kasat mata yang membingkai hati. Inginnya tak peduli, namun seperti duri yang telah tertancap, hanya bisa ia merasai tanpa mampu menangisi.         Memandang ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna, dengan wajah rupawan yang melenakan, dengan sikap manis yang bisa membuat meringis, senyum laksana madu yang membuat candu dan selalu merindu. Makhluk Adonis yang merajai hati, namun sering membuat nyeri.        Ya, dialah Albericonya. Nama yang tak pernah ia sebut dalam semoga, namun hadir menjadi dunianya. Menatap ke dasar cakrawala hijau terang yang menghanyutkan dan menyejukkan ia selalu terpukau.       &nbs
Baca selengkapnya

Chapt 99.  Karena  Cinta?

Kecupan di pipi Naima tidak membuat gadis itu membuka matanya, ia masih asik berlayar dalam lautan mimpi. Angin dingin yang berdesau, menyibak tirai pembingkai pintu lipat yang menuju ke arah balkon, yang membawa serta rintik-rintik gerimis pun tak dapat membuat gadis itu terusik.  “Baby, apakah kita akan menginap di sini lagi?” Seperti magis, bisikan suara berat dan dalam milik kekasihnya lah yang mampu membuat kelopak dengan bulu mata lentik itu mengerjap dengan cantik. Albe menyunggingkan senyum terbaiknya, menyambut bidadari kembali dari kahyangan dunia mimpi. “Mmm … ?” gumaman tanya tanpa kata Naima membuat Albe terkekeh. “Maaf, aku meninggalkanmu terlalu lama, ayo bangun. Kita akan mampir di Cafe untuk makan. Baru setelahnya kita pulang.” Albe memasukkan baju gan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
21
DMCA.com Protection Status