Home / Romansa / Terjebak Cinta Waitress / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Terjebak Cinta Waitress: Chapter 31 - Chapter 40

67 Chapters

Part 31

  Seorang perawat memasuki ruang inap dan mendapati sepasang suami istri yang masih tertidur pulas dengan posisi berpelukan. Entah mengapa perawat itu tersenyum sendiri. Geli sekaligus malu. Bagaimana bisa si pria tampan yang diketahuinya sebagai suami ini nekat tidur di atas bed pasien? Ouh ... So sweet. Tak ada niatan perawat untuk membangunkan tidur pasangan romantis itu. Ia hanya mengganti cairan infus dengan yang baru, dan setelahnya ia kembali ke ruang jaga. Di sana, dengan masih tersenyum sendiri, ia bercerita dengan teman perawat yang lainnya.  " Kamu tau, ibu yang bernama Mila?" tanyanya pada perawat lainnya.  "Pasien yang glowing badai itu?" Pertanyaan itu hanya di jawab anggukan. Masih dengan penuh semangat ia melanjutkan bercerita. " Tadi tuh, waktu aku mau ganti infus masa dia sama suaminya tidur bareng di bed pasien, romantis banget ya. Yang cewek cantik, yang cowok gante
Read more

Part 32

  Pagi itu Rafin membuat sarapan roti bakar isi telur dan segelas susu. Ia membuatnya menjadi dua porsi. Rafin tampak menikmati hidangan buatannya sendiri itu. Sementara Mila memilih untuk makan rotinya saja. Entah mengapa ia merasa eneg dengan telur dan olahan hewani lainnya.  " Kenapa telurnya gak di makan?" tanya Rafin sambil menunjuk telur mata sapi yang teronggok disia-siakan oleh tuannya.  "Aku mual, bisakan aku hanya makan roti saja tanpa telur?" tanya Mila dengan wajah yang memelas. Rafin hanya mengambil nafas dalam dan kemudian menganggukkan kepalanya.  " Pastikan bahwa kau menghabiskan susu hamil mu. Makan apapun yang menurutmu enak untuk dimakan. Bukankah kemarin kau ada puding coklat? Kurasa itu juga camilan bagus."  Mila hanya mengangguk setuju. " Kau tak ingin makanan yang lainnya? Biar nanti aku bawakan sepulang kerja.
Read more

Part 33

  Mila telah siap sejak satu jam yang lalu. Bahkan ini telah hampir masuk waktu maghrib. Jika saja ia tak memiliki janji dengan dokter kandungannya, maka ia tak akan seperti ini.  Matanya hampir saja menumpahkan muatan airnya, namun masih mampu ia tahan. Mila terlanjur membatalkan janjinya dengan Riska, ia kini hanya merasa bodoh karena untuk kesekian kalinya ia kembali percaya dengan kata-kata pria itu.  Bahkan jika ponselnya bisa bicara, ia pasti akan berteriak karena kesal. Nomor yang sedari tadi dipanggil hanya memperdengarkan panggilan masuk, tanpa ada yang mengangkatnya. Berarti pria itu dengan sengaja telah mengabaikannya.  Akhirnya Mila memutuskan untuk pergi kontrol kandungan sendirian. Ia memilih untuk mencari taksi online, namun saat ia hendak melakukan pemesanan, mendadak sebuah nama muncul di layar gawainya.  Awalnya ia ragu untuk menjawabnya
Read more

Bab 34

  Sepasang suami istri sedang duduk di belakang rumah, tepatnya di sebuah taman bunga. Menikmati suasana sore dengan ditemani teh hangat dan kue kering. Tak ada obrolan diantara mereka, namun sangat terlihat ada rasa cinta yang begitu besar saat keduanya bertatapan dan saling melempar senyuman. Keromantisan itu harus ter interupsi saat seorang pemuda datang dan menyapa mereka dengan hangat. "Sore mah, pah," ucap pria tinggi tegap itu.  Pemuda itu bernama Daffa. Ia mencium pipi mamanya dan kemudian ikut duduk di sana.  " Bagaimana kegiatanmu di kantor, sayang?" tanya Ny. Rachel pada putra semata wayangnya dengan tatapan hangat.  " Sedikit lebih menyenangkan dari hari biasanya," jawabnya sambil ikut ngemil kue kering.  "Kau punya proyek baru?" tanya Tuan. Daniel. Pertanyaan itu tak mendapat jawa
Read more

Bab 35

  Tommy dan Hendra kini sedang makan siang di apartemen milik Rio. Ketiganya terlihat menikmati kebersamaan itu sambil sesekali saling melemparkan candaan. Hingga Tommy mendadak berubah serius dan bertanya pada Hendra.  " Bro, kamu serius soal perkataanmu di rumah Rafin tadi?" Hendra yang mendapatkan pertanyaan itu tak segera menjawabnya, ia memilih diam andai saja pandangan mata kedua sahabatnya tak tertuju padanya. Hingga Rio yang tak tau apa-apa juga ikut memandangnya dengan rasa ingin tahu yang penuh. "Menurutmu?" tanya Hendra. "Kau jangan macam-macam, andaikan Mila telah berpisah dari suaminya yang merupakan sahabatmu, masih ada Pram yang menjadi kekasih dari wanita itu. Dan ia sahabatmu juga. Setidaknya kau hanya perlu mengingat itu." Sampai disini Rio mulai tau duduk perkara permasalahan mereka. "Aku kan hanya berkata apa adanya, dan itu bukanlah suatu kesalahan.
Read more

Bab 36

 Hari ini, Pram bingung harus berbuat apa. Pasalnya hari ini Mila berulang tahun dan ia harus menghadiri acara pertemuan dengan seseorang yang ingin melakukan kerjasama dengan usahanya. Tak mungkin jika ia harus membatalkan pertemuan itu demi Mila. Maka ia hanya mampu menitipkan kado untuk wanita itu pada Shella.  Pram akan berusaha menyelesaikan urusannya secepat mungkin dan akan sesegera mungkin menemui wanita yang ia cintai itu. Nyatanya hingga sore hari pertemuan itu belumlah usai, dan tak mungkin baginya untuk meninggalkan pertemuan itu sebelum selesai. Belum lagi lokasi yang jauh dari kotanya, sehingga membuat ia lebih baik mengikhlaskan rencananya hari ini untuk menemui Mila. Tak mungkin untuk sekarang, barangkali ia akan menemui wanita itu esok hari. *** Jarum jam telah menunjukkan pukul 20.00, artinya Mila telah duduk di ruangan itu lebih dari dua jam. Pelayan berulang kali
Read more

Bab 37

  Pram urung untuk kembali ke apartemen. Ia memilih untuk mampir di salah satu cabang tokonya. Ya, toko tempat Mila pernah bekerja. Hari telah begitu larut dan toko menjadi sepi, tak ada seorangpun karyawan yang tersisa. Di sudut cafe ia sengaja duduk, mengamati seluruh isi ruangan itu. Sesekali bibirnya sedikit tertarik keatas, saat diingatnya kejadian lucu yang ia lewati bersama dengan wanita yang dicintainya.  Mendadak ada sedikit rasa ngilu di sudut hatinya, kala ia tersadar, bahwa wanita itu kini bukan lagi miliknya. Hingga saat ini bahkan hatinya masih milik wanita itu sepenuhnya.  Sakit. Rasa sakit yang semakin bertambah kala ia tahu bahwa belahan hatinya itu tak bahagia. Tak mampu menolong karena batasan norma dan tata krama.  Pram menyugar kasar rambutnya, kopi yang ia buat nyatanya tak mampu mengalihkan kegalauannya. Perlahan, ta
Read more

Bab 34

  Sepasang suami istri sedang duduk di belakang rumah, tepatnya di sebuah taman bunga. Menikmati suasana sore dengan ditemani teh hangat dan kue kering. Tak ada obrolan diantara mereka, namun sangat terlihat ada rasa cinta yang begitu besar saat keduanya bertatapan dan saling melempar senyuman. Keromantisan itu harus ter interupsi saat seorang pemuda datang dan menyapa mereka dengan hangat. "Sore mah, pah," ucap pria tinggi tegap itu.  Pemuda itu bernama Daffa. Ia mencium pipi mamanya dan kemudian ikut duduk di sana.  " Bagaimana kegiatanmu di kantor, sayang?" tanya Ny. Rachel pada putra semata wayangnya dengan tatapan hangat.  " Sedikit lebih menyenangkan dari hari biasanya," jawabnya sambil ikut ngemil kue kering.  "Kau punya proyek baru?" tanya Tuan. Daniel. Pertanyaan itu tak mendapat jawa
Read more

Bab 39

 Mila dipersilahkan untuk berbaring diatas sebuah bed. Dalam keadaan seperti itu tampak sekali bahwa perut wanita itu telah membuncit. Seorang Dokter pria membuka baju Mila pada bagian perut, dan itu membuat Rafin menjadi panik. Secara refleks ia menarik mundur dokter yang sedang menangani istrinya. "Hei, apa yang akan kau lakukan pada istriku!" ucap Rafin terlihat marah, dan itu cukup membuat Mila maupun dokter muda itu menjadi terkejut.  "Kami akan memeriksa kandungan istri anda Tuan, kami akan melakukan USG," jelas dokter itu. Mila hanya memutar bola matanya dengan jengah mendapati tingkah berlebihan dari Rafin, dan setelah mendapat penjelasan dari Dokter, Rafin kembali duduk di tempatnya semula, terlihat ada ketegangan di wajahnya.  Setelah dokter memberikan sebuah gel yang merata pada perutnya, sebuah alat ditempelkan pada perut Mila. "Jadi itu bayinya ya bunda, wah ... ,
Read more

Bab 40

  Seharian ini Mila dan Rafin hanya menghabiskan waktu di dalam villa, duduk di taman bunga, membaca majalah atau menonton televisi. Entah mengapa mereka bertingkah seperti sepasang remaja yang baru mengenal cinta. Rafin bahkan tak lagi bersikap kaku atau dingin. Ia menyandarkan kepalanya di pangkuan Mila, saat wanita itu sedang menonton TV. Jemari tangan Mila tak lagi sungkan untuk bermain-main di rambut suaminya. Ia memijatnya dengan ringan, membuat Rafin menjadi lebih rileks. Obrolan santai mengalir begitu saja diantara keduanya. "Hey, kalian berani menendangku? Apa kalian tak tahu kalau aku adalah orang tua kalian?" ucap Rafin yang merasakan gerakan pada kepalanya yang menempel pada perut istrinya. Ia mengusap lembut bagian itu, senyum Mila terkembang kala pria yang dulu sangat menyebalkan kini bisa berubah menjadi manis.  "Apakah kejadian semalam bukanlah yang pertama?" tanya Rafin masih sambil mengusap lembut per
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status