Beranda / Pendekar / Arya Tumanggala 2 / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Arya Tumanggala 2: Bab 91 - Bab 100

150 Bab

Dikeroyok Dua

"RASAKAN ini, Prajurit Tengik!" seru Paladhu menggelegar, sembari melesatkan pedangnya ke batang leher Tumanggala. Satu serangan berbahaya lagi mematikan.Yang diserang tersentak, tetapi langsung mengulas seringai tipis. Pedang harus dihadapi dengan pedang pula, batinnya.Maka Tumanggala pelintangkan senjata di tangannya ke depan muka, sebelum kemudian disabetkan ke depan menyongsong datangnya serangan.Sing! Sing!Trang! Trang!Bentrokan pedang tak dapat dihindari. Suara dentrang logam terdengar keras di tepian sungai kecil yang semula senyap. Gemanya menjalar jauh sampai ke arah pebukitan di bawah kaki gunung sana.Paladhu yang memang berkemampuan agak di bawah Tumanggala mengernyitkan dahi. Tangannya yang menggenggam pedang bergetar dan terasa nyeri.Sementara Tumanggala terus mendesak. Usai beradu pedang, wira tamtama itu lentingkan tubuh tinggi-tinggi melompati kepala Paladhu. Setelah berputar beberapa kali di udara, ia mendarat tepat di belakang punggung lawan.Begitu kakinya me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Gonggo Seto Gugur

"BEDEBAH! Dasar pengecut rendah!" maki Tumanggala geram. Tanpa dapat dihindari, tendangan keras Paladhu mendarat telak di punggungnya.Wira tamtama itu dibuat mengeluh setinggi langit. Tubuhnya terpental tinggi ke atas, untuk kemudian berputar beberapa kali dan akhirnya melayang jatuh ke tanah. Sekali lagi ia menjerit kesakitan.Baru saja tubuh Tumanggala mencium tanah, Paladhu sudah mengirim serangan susulan. Sekali lagi kakinya melesat cepat, kali ini mengarah ke batang leher lawan yang masih tergeletak meringis menahan rasa sakit."Rasakan ini, Prajurit Tengik!" seru Paladhu dengan geram.Tumanggala terkesiap. Tak mau batang lehernya patah dihantam kaki lawan, wira tamtama itu gelindingkan tubuh ke samping untuk menghindar. Akibatnya, tapak kaki Paladhu hanya menghunjam tanah kosong.Begitu terbebas dari serangan, Tumanggala langsung melompat bangkit dan entakkan kakinya ke tanah. Sekejap berselang ia sudah melesat cepat mengirimkan serangan balasan. Tahu-tahu saja berada di sampin
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Pengakuan Paladhu

"BEDEBAH! Kau benar-benar seorang pengecut rendah!" seru Tumanggala, lalu melesat mengejar Paladhu yang sudah berada beberapa belas depa di muka.Paladhu sendiri sebetulnya tengah mengalami luka dalam akibat tendangan Tumanggala tadi. Karena itu ia tidak bisa berlari kencang, sehingga sebentar saja sudah tersusul."Mau ke mana, Paladhu? Tidak usah buru-buru," ujar Tumanggala yang sudah mencengkeram tengkuk orang."Keparat!" Paladhu memaki marah, sembari mencoba melepaskan diri dari cengkeraman.Namun Tumanggala mana mau lelaki tersebut lolos dari genggaman. Justru cengkeraman tangannya pada tengkuk Paladhu semakin dikencangkan.Sang wira tamtama lantas menyeret tubuh Paladhu ke sebatang pohon. Ia empaskan punggung lelaki itu dengan keras, lalu menyandarkannya di sana. Tangan kirinya menekan leher orang kuat-kuat."Aku butuh beberapa keterangan darimu. Jika kau mau menjawab, aku akan mengampunimu dan kau boleh pergi," ujar Tumanggala tegas."Cuih!" Paladhu meludah dengan kesal. "Aku ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Paladhu Tewas

"KEPARAT!" Tumanggala sontak mengertakkan rahang. Tanpa melihat saja ia sudah dapat menduga apa yang menyebabkan suara desingan di belakangnya.Benar saja! Ketika kemudian Tumanggala berbalik badan, dua bilah pisau pendek tengah melesat cepat di udara. Menyasar pada dua bagian di tubuh sang wira tamtama.Sedangkan Paladhu tampak memandang nanar, sembari menyeringai sinis di pohon tempatnya bersandar. Jelaslah lelaki itu yang telah berlaku licik membokong Tumanggala.Sambil memaki panjang pendek, Tumanggala langsung cabut lagi pedangnya. Begitu terlepas dari warangka, senjata itu langsung dikibaskan ke depan untuk menghalau datangnya serangan pengecut tersebut.Trang! Trang!Suara berdentrangan keras terdengar. Dua bilah pisau kecil terpental kena hantam pedang. Satu mencelat jauh ke samping dan menancap entah di mana, sedangkan satunya lagi berbalik arah.Tanpa diduga maupun disengaja oleh Tumanggala, pisau kedua terpental balik ke arah Paladhu. Begitu cepat lesatan senjata itu, sehin
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-05
Baca selengkapnya

Gua di Kaki Gunung

"APAKAH air terjun itu tempat kalian menyekap Dyah Wedasri Kusumabuwana?"Pertanyaan itu langsung meluncur dari mulut Kridapala begitu Triguna berhenti di dekat sebuah air terjun. Seketika ia jadi teringat pada tempat perjanjiannya dengan Paladhu dan yang lain-lain. Sama-sama air terjun.Sebelumnya, dari Paradah dua orang tersebut menempuh jarak nyaris dua puluh ribu depa. Memutar ke utara demi menghindari punggungan bukit di sisi timur, lalu mengikuti jalanan berbatu di celah-celah pebukitan yang menjadi batas alam Panjalu dengan Jenggala."Sampai malam nanti, iya." Triguna menyeringai penuh arti usai memberikan jawaban. "Ayo, aku tunjukkan sesuatu padamu. Kau pasti bakal terkejut, Ki Bekel."Kridapala mengerutkan kening mendengar ucapan tersebut. "Apa maksudmu? Apa yang bakal membuatku terkejut? Jangan-jangan kau berniat menjebakku?"Tawa Triguna sontak berderai. Suaranya menggema hingga jauh, terpantul pada pepohonan sebelum akhirnya menghilang ditimpa gemuruh suara air dari atas.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-05
Baca selengkapnya

Pertemuan di Dangau

"KAU akan tahu sendiri siapa orangnya, Ki Bekel," jawab Triguna, sembari memamerkan seringai penuh arti. "Dan kau pasti akan terkejut melihatnya." Setelah saling tatap dengan Kridapala selama beberapa saat, Triguna memberi isyarat pada bekel itu agar kembali mengikuti langkahnya. Kemudian ia mendahului berjalan. Sambil di dalam benaknya terus menduga-duga, Kridapala membuntuti di belakang. Bekel itu lantas teringat pada beberapa kesatria Panjalu yang selama ini diketahui dekat dengan Dyah Wedasri Kusumabuwana. Ingatan tersebut didorong pada kenyataan Dyah Wedasri terlihat biasa-biasa saja di dalam gua tadi. Sang Puteri tidak diikat seutas tali pun pada kaki ataupun tangannya. Bahkan juga tidak dikurung. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Dyah Wedasri tidak merasa ataupun tidak sadar jika dirinya tengah diculik dan disekap. Hal yang membuat ini mungkin terjadi hanyalah jika Sang Puteri berada di tempat tersebut bersama-sama seseorang yang sudah benar-benar ia percaya. "Kita sudah samp
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-06
Baca selengkapnya

Wikutama Curiga

"KAU yakin tidak sedang memasukkan ular berkepala dua ke dalam rumah, Triguna?"Pertanyaan itu dilontarkan Ki Bekel Wikutama setelah tinggal berdua saja dengan Triguna di dangau. Sedangkan Kridapala berpamitan pergi sebentar setelah membicarakan rencana ke Kutaraja nanti malam.Mendengar pertanyaan itu, ingatan Triguna seketika berlabuh pada Sukarta. Gembong perampok Kebo Cemeng tersebut pernah mengajukan pertanyaan persis sama usai bertemu Kridapala di Lembah Paria.Entah kebetulan atau tidak, bertepatan dengan kemunculan Kridapala ketika itu datanglah sepasukan prajurit Panjalu. Dipimpin langsung oleh Rakryan Rangga, pasukan dari Daha berhasil meringkus Sukarta."Kita sudah sangat dekat dengan Kutaraja. Tinggal menuruni lereng gunung ini ke arah timur laut, kita sudah masuk ke dalam wilayah Kerajaan Jenggala. Sungguh sangat disayangkan sekali jika sampai ada yang berkhianat dan menggagalkan semua," tambah Wikutama. Sejenak Triguna tampak bimbang. Ia tentu tidak dapat menyelami isi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-06
Baca selengkapnya

Kecupan Citrakara

TOK, TOK, TOK!Suara ketukan di pintu depan membuat Citrakara berjengit dan bangkit. Perempuan itu sedang duduk di depan tungku di dapur, merebus sesuatu di dalam belanga tanah liat berukuran sedang."Siapa?" tanya Citrakara, sembari berjalan ke arah pintu. Sebelumnya ia sempatkan menyambar sebilah clurit yang terselip di dinding dapur."Kara, ini aku," sahut suara dari balik pintu. Suara lelaki.Citrakara sontak menghentikan langkah. Itu suara yang sangat ia kenali. Suara milik seseorang yang kepergiannya beberapa hari lalu membuat perempuan tersebut menghabiskan sepanjang malam untuk menangis."Kakang Tumanggala, kaukah itu?" tanya Citrakara lagi, sekadar meyakinkan dirinya karena merasa kepergian wira tamtama itu belum terlalu lama."Cepat buka pintunya, Kara, ada yang ingin aku sampaikan padamu," ujar lelaki di balik pintu."B-baik, Kakang," sahut Citrakara cepat.Yakin yang datang memang Tumanggala, Citrakara lempar clurit di tangannya ke sudut ruangan. Ia lantas menarik lepas pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-07
Baca selengkapnya

Khianat Kridapala

"TIDAK aku sangka ternyata Triguna sedemikian bodoh. Mudah saja dia percaya kalau aku hendak memeriksa jalur perjalanan menuju Kutaraja. Huh, untuk apa?" Kridapala mengembangkan seringai lebar, lalu kembali menggebah kuda yang ia tunggangi. Lamat-lamat indra pendengarannya menangkap suara debur air terjun dari tengah-tengah luasan kebun teh ini. Jika teringat kejadian tadi, Kridapala tidak bisa tidak tertawa. Ia berpamitan pada Triguna dan Wikutama dengan alasan hendak menjelajah jalur yang akan dilalui saat membawa Dyah Wedasri Kusumabuwana melintasi perbatasan malam nanti. Bekel separuh baya itu memang mula-mula melajukan kuda ke timur laut, arah di mana Kutaraja terletak. Namun setelah merasa dirinya tak lagi terpantau, Kridapala berputar dan lantas menuju ke selatan. "Semoga saja Triguna tidak menyadari kebodohannya sampai aku kembali nanti," gumam Kridapala, masih dengan menyeringai puas. Rencananya sudah separuh berhasil. Hanya satu yang bisa menjadi ganjalan besar bagi Krid
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-07
Baca selengkapnya

Muslihat Wikutama

"PAMAN, kau ke mana saja dari tadi? Kenapa baru menemuiku sekarang? Bukankah kita harus bersiap-siap untuk keberangkatan nanti malam?"Ki Bekel Wikutama sontak menghentikan langkah begitu mendengar pertanyaan tersebut. Senyumnya lantas terukir, ditujukan pada perempuan cantik yang berdiri di hadapannya.Tepat di sisi perempuan cantik tersebut, berdiri sedikit agak ke belakang, tampak seorang wanita separuh baya yang senantiasa menundukkan kepala. Mereka tak lain Dyah Wedasri Kusumabuwana dan simbok embannya. "Mohon ampuni hamba, Gusti Puteri, sedari tadi hamba berjaga-jaga di luar," sahut Wikutama.Sama halnya simbok emban di belakang Dyah Wedasri, Wikutama juga lebih banyak menundukkan pandangan sedari tadi. Pantang bagi kawula seperti mereka bersitatap mata dengan bangsawan tinggi seperti Sang Puteri."Apakah para penjahat itu masih terus mengejar kita, Paman? Akankah mereka terus berupaya menculik dan membawaku sampai berhasil?" tanya Dyah Wedasri lagi.Ditanya begitu, Wikutama ja
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status