“Jangan kamu pikir, aku takut dengan kamu, Nia,” tantang Sumi. Ia masih berdiri tegak dengan gelas yang masih ada di genggamannya. “Jadi, kamu pikir aku juga takut, gitu?” tekan ku, dingin. Si rambut jagung tidak berkutik, ia malah sibuk membersihkan tasnya yang ikut tersiram dengan jus jeruk, pun dengan Lastri, ia juga sibuk membersihkan tubuhnya dengan tisu. Sesekali mata Lastri melirik tajam padaku. “Ayo, Tan. Kita pergi saja dari sini, banyak lalat yang mendengung,” ucapku sinis seraya menatap Sumi. Aku meraih tas yang ada di kursi, berjalan menuju kasir dan segera membayar makanan yang belum sempat masuk ke dalam mulutku. “Heh, Nia! Bayarnya jangan pakai uang receh, atau apabila kamu nggak sanggup bayar, biar kita-kita saja yang bayarin makanan kamu. Secara, kamu kan ... .” Sumi tidak melanjutkan teriakannya, karena seorang
Read more