Beranda / Urban / Bukan Pemuas Nafsu / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Bukan Pemuas Nafsu: Bab 21 - Bab 30

47 Bab

Kedatangan Mama dari Singapore

"Kak Tina kenapa? Ko bengong mulu?" suara Alika lagi-lagi membangunkan lamunanku.   "Siapa yang bengong sih, Al? Orang Kakak lagi berpikir,"    "Emang Kakak lagi mikirin apa?" tanya Alika penasaran.   "Kepo kamu, Al. Mau tau aja urusan orang dewasa!" ucapku berlalu meninggalkan Alika.   "Huh … dasar, gak jelas!" cetus Alika kesal.   Di dalam kamar aku mulai membongkar satu persatu buku dan barang-barangku saat SMA dulu, aku memang menaruh semuanya di dalam kardus, dan masih tersimpan dengan rapi di lemari kayu.    Hampir dua puluh menit aku mengecek semua barang-barang lamaku, tapi tak satupun petunjuk yang kutemukan.    Namun, saat aku mengemas kembali barang-barangku, ada sebuah buku diary lamaku yang dulu sempat hilang.   Ini adalah buku diary hadiah dari Mas Dimas saat ulang tahunku yang ke 17. Dulu
Baca selengkapnya

Pengakuan Reo yang mengejutkan

"Mama!" ucapku langsung memeluk wanita cantik berpenampilan modis ini. "Tina, kamu disini? Mama kangen banget sama kamu, Tin" kita pun larut dalam rasa rindu, sudah enam bulan aku dan Mama tidak bertemu, semenjak Mama ikut ngurusin bisnis Papa di singapore, Mama hanya pulang dua kali dalam setahun. "Tin, makin cantik saja kamu," ucap tante Lily yang dari tadi berdiri di samping Mama. "Eh, tante, apa kabar?" jawabku lalu mencium pipi tante Lily seperti biasa. "Kabar baik, Tin!" jawab tante Lily. "Ya sudah, ayo masuk dulu!, kita ngobrolnya di dalam saja," sahut Mama, kita pun semua duduk di sofa. Seperti biasa, Mama langsung berteriak memanggil Bi Rum. Sama persis seperti Alika, segala hal harus dilayani oleh Bi Rum, padahal Papa sering mengingatkan Mama, agar lebih mandiri, tapi sepertinya Mama sudah kebiasaan di layani pembantu. "Bi, Bi Rum!, air minumnya man
Baca selengkapnya

Tunggu pembalasan ku, Ayu!

Butiran bening mulai menetes di pipiku, rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan, kenyataan yang begitu pahit, yang baru aku ketahui, setelah sekian lama aku hanya menerka-nerka. Aku benar-benar tidak percaya, jika orang yang selama ini selalu ada disampingku, selalu mensupport ku, orang yang sudah sangat aku percaya, ternyata dia adalah dalang dari semua bencana dan petaka yang aku alami.  "Ya-tuhan, apa salahku pada Ayu, kenapa dia tega mengorbankan keperawanan sahabatnya sendiri," lirihku dalam hati.  Melihatku terus menangis, Reo sangat panik, dia berusaha menenangkanku. Tangan Reo berusaha memelukku. Namun, dengan cepat aku menepisnya. "Jangan sentuh aku, Re! Aku tidak sudi disentuh oleh penghianat seperti kamu!" "Maafkan aku, Tin! Saat itu aku benar-benar tidak ada pilihan lain, aku juga khilaf, Tin! Ayu yang terus-terusan mempengaruhiku." "Ap
Baca selengkapnya

Telpon misterius yang membuat Mama panik

"Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Tin?" tanya Reo padaku. Aku tau, saat ini pasti Reo benar-benar ketakutan dengan ancamanku. "Ceritakan padaku, semua kejahatan yang kalian lakukan selama ini. Aku mau tau semuanya!"  "Oke, aku akan ceritakan semua, tapi gak sekarang, Tin. Gak disini, nanti malam kita ketemuan di cafe, atau kalau perlu, aku jemput kamu kesini, aku yakin Mama kamu pasti ngijinin kita pergi!" ucap Reo. Aku tidak mungkin pergi ke cafe dengan Reo, aku harus segera pulang, lagian aku sudah janji pada Anto akan pulang hari ini.  "Gak bisa, Re! Aku gak bisa keluar nanti malam,"  "Terus, kapan kamu bisanya?"  Belum sempat aku menjawab pertanyaan Reo, Tante Lily sudah memanggil dan mengajak Reo pulang. "Re, ayo kita pulang!" teriak Tante Lily dari kejauhan. "Iya, Ma. Sebentar!" sahut Re
Baca selengkapnya

Bersiaplah penghianat! Aku tidak akan membiarkanmu lolos!

"Terus, sekarang kamu di rumah sakit mana sayang?" tanya Mama pada seseorang di seberang sana dengan panik.  "Hening▪▪▪▪▪▪" "Oke, oke, Mama segera kesana! Kamu tungguin Mama ya!" ucap Mama lalu mematikan sambungan teleponnya. "Ada apa Ma? Siapa yang telpon?" tanyaku khawatir, melihat kepanikan Mama, sepertinya ada sesuatu yang buruk.  Mama tidak menjawab pertanyaanku, ia pun bergegas meninggalkan meja makan, dan berlari ke kamar. "Aneh sekali, sebenarnya apa ada? Siapa yang nelpon Mama, kenapa Mama begitu panik dan khawatir." gumamku dalam hati. Tidak lama kemudian, Mama keluar dari kamar, rupanya Mama pergi ke kamar hanya untuk mengambil tas, dia kembali dengan terburu-buru. "Mama kenapa sih, Ma? Ko panik banget?" sahut Alika yang tengah mengunyah. "Tin, ayo cepat antar Mama ke rumah sakit!" ajak Mama padak
Baca selengkapnya

Keterlaluan! Ini tidak bisa dibiarkan!

"Re, aku harus segera balik ke rumah sakit, Mama pasti sudah menunggu! Aku tunggu kabar baik dari kamu!" ucapku berlalu meninggalkan Reo di cafe. ☆☆ Sesampainya di rumah sakit, aku langsung masuk ke kamar inap Bagas, dan benar saja, Mama sudah bertolak pinggang menyambutku. "Dari mana aja' sih, Tin? Lama banget!" ucap Mama dengan wajah judesnya.  "Maaf, Ma, di jalan macet!"  "Lagian aneh banget, hari gini beli pulsa masih nyari konter, emang gak bisa pakai M-banking!" sahut Mama dengan tatapan sinis. Mama memang paling tidak suka menunggu, dia akan sangat marah kalau disuruh menunggu, walaupun itu cuma sebentar. "Uda, Ma, jangan marah-marah, mungkin bensin mobil Tina abis, jadi mampir dulu ke pom bensin, iya kan, Tin?" ucap Ayu basa-basi. Sepertinya dia benar-benar cari muka di hadapan Mama. Aku sama sekali tidak menghiraukan ucapannya, setiap melih
Baca selengkapnya

Ayu dan Anto berzina di ranjang ku

"Apa-apaan ini? Kebohongan macam apa sampai melibatkan banyak pihak seperti ini?" gumamku dalam hati penuh emosi.  Sebuah foto yang menunjukan Ayu, Anto dan Bagas. Mereka bertiga berjalan keluar dari rumah sakit. Dan yang membuat aku sangat terkejut adalah kondisi Bagas yang berbanding terbalik dengan yang kulihat tadi siang. Perban di kepala dan kakinya, sudah dilepas, tidak ada sedikitpun bekas luka yang menempel di tubuhnya. Dia berlari memainkan helikopternya seperti anak kecil pada umumnya, wajahnya begitu ceria, raut wajahnya sama sekali tidak menampakan rasa sakit. Ayu benar-benar keterlaluan, dia sudah membuat Mama panik, bahkan menangisi keadaan Bagas. Tapi ternyata semua itu hanya kebohongan, hanya sebuah rekayasa yang mereka buat untuk mengambil keuntungan dari Mama. Ingin rasanya aku tunjukkan video ini kepada Mama sekarang juga. Tapi, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mama saat tau jika ia
Baca selengkapnya

Kerja sama dengan Gery

Sepertinya Anto benar-benar panik, matanya enggan menatapku. Dia selalu mengalihkan pandangannya dariku.  Setelah beres-beres kamar dia langsung mengambil handuk yang menggantung di pintu, dan bergegas ke kamar mandi. 'Ceroboh sekali dia, sampai melupakan benda menjijikan ini!' batinku. Sepertinya benda ini luput dari perhatian Anto. Sejenak aku berpikir, apa yang akan aku perbuat pada benda sakral yang menjijikkan ini. Akhirnya aku putuskan untuk menyimpan kondom ini di tempat aman, anggap saja ini sebagai bukti suatu saat nanti. Ku ambil sebuah toples kecil bekas cream makeup ku, lalu aku ambil kondom ini dengan tangan yang sudah di bungkus plastik. Menjijikan memang, tapi, tidak ada cara lain. Aku memang tidak memiliki alat untuk menyumpit benda ini. Segera ku simpan benda ini di tempat yang tidak akan mungkin ditemukan oleh Anto. “Sayang, kamu lagi apa?” tanya Anto tiba-tiba data
Baca selengkapnya

Skandal masa lalu

Setelah semua urusanku dan Gery selesai, aku memutuskan untuk segera keluar dari kantor Gery. Khawatir jika tiba-tiba Ayu datang dan melihatku dan Gery berduaan. “Ger, urusan kita sudah selesai! Aku pulang dulu” ucapku lalu berdiri dari sofa. “Kamu mau kemana Tin? Buru-buru banget! Aku antar kamu pulang yah!” ucap Gery menarik tanganku. “Gak usah, Ger! Aku bawa mobil sendiri, lagian aku masih banyak urusan yang harus aku selesaikan.” Aku pun berlalu meninggalkan Gery di ruangannya. Aku berjalan menuju lift yang letaknya tak jauh dari ruangan Gery. Saat aku keluar dari lift secara tidak sengaja aku bertemu dengan Mas Dimas, kami berpapasan, sepertinya Mas Dimas akan naik ke atas saat aku turun. “Tin! Kamu dari mana?” tanya Mas Dimas padaku. “Mas Dimas! A-aku baru dari ruangan Gery, Mas!” jawabku terba
Baca selengkapnya

CCTV di hotel

Aku bergegas keluar dari ruangan Mas Dimas, mempercepat langkah kaki ku berjalan menuju parkiran mobil, aku harus segera bertemu dengan Reo.  [Re, kamu dimana?” pesan singkat yang ku kirim pada Reo.  [Aku, OTW Tin! Bentar lagi sampai]  [Oke Re! Jangan lupa bawa semua yang sudah aku bilang tadi.]  [Beres! Semuanya sudah siap.] jawaban Reo membuatku lega.  Pasalnya aku menyuruh Reo untuk membawa kamera CCTV yang akan kita pasang di dalam kamar hotel yang dipesan Ayu. Aku ingin tau apa yang akan mereka lakukan di tempat peraduannya. Jika saatnya tiba, video itu akan menjadi bukti yang kuat untuk menghancurkan mereka berdua, walaupun membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan untukku.   Setelah satu jam perjalanan aku pun sampai di hotel X, tempat dimana Ayu memesan sebuah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status