Sepertinya Anto benar-benar panik, matanya enggan menatapku. Dia selalu mengalihkan pandangannya dariku.
Setelah beres-beres kamar dia langsung mengambil handuk yang menggantung di pintu, dan bergegas ke kamar mandi.
'Ceroboh sekali dia, sampai melupakan benda menjijikan ini!' batinku. Sepertinya benda ini luput dari perhatian Anto.
Sejenak aku berpikir, apa yang akan aku perbuat pada benda sakral yang menjijikkan ini. Akhirnya aku putuskan untuk menyimpan kondom ini di tempat aman, anggap saja ini sebagai bukti suatu saat nanti. Ku ambil sebuah toples kecil bekas cream makeup ku, lalu aku ambil kondom ini dengan tangan yang sudah di bungkus plastik. Menjijikan memang, tapi, tidak ada cara lain. Aku memang tidak memiliki alat untuk menyumpit benda ini. Segera ku simpan benda ini di tempat yang tidak akan mungkin ditemukan oleh Anto.
“Sayang, kamu lagi apa?” tanya Anto tiba-tiba data
Setelah semua urusanku dan Gery selesai, aku memutuskan untuk segera keluar dari kantor Gery. Khawatir jika tiba-tiba Ayu datang dan melihatku dan Gery berduaan.“Ger, urusan kita sudah selesai! Aku pulang dulu” ucapku lalu berdiri dari sofa.“Kamu mau kemana Tin? Buru-buru banget! Aku antar kamu pulang yah!” ucap Gery menarik tanganku.“Gak usah, Ger! Aku bawa mobil sendiri, lagian aku masih banyak urusan yang harus aku selesaikan.” Aku pun berlalu meninggalkan Gery di ruangannya.Aku berjalan menuju lift yang letaknya tak jauh dari ruangan Gery. Saat aku keluar dari lift secara tidak sengaja aku bertemu dengan Mas Dimas, kami berpapasan, sepertinya Mas Dimas akan naik ke atas saat aku turun.“Tin! Kamu dari mana?” tanya Mas Dimas padaku.“Mas Dimas! A-aku baru dari ruangan Gery, Mas!” jawabku terba
Aku bergegas keluar dari ruangan Mas Dimas, mempercepat langkah kaki ku berjalan menuju parkiran mobil, aku harus segera bertemu dengan Reo.[Re, kamu dimana?” pesan singkat yang ku kirim pada Reo.[Aku, OTW Tin! Bentar lagi sampai][Oke Re! Jangan lupa bawa semua yang sudah aku bilang tadi.][Beres! Semuanya sudah siap.] jawaban Reo membuatku lega.Pasalnya aku menyuruh Reo untuk membawa kamera CCTV yang akan kita pasang di dalam kamar hotel yang dipesan Ayu. Aku ingin tau apa yang akan mereka lakukan di tempat peraduannya. Jika saatnya tiba, video itu akan menjadi bukti yang kuat untuk menghancurkan mereka berdua, walaupun membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan untukku.Setelah satu jam perjalanan aku pun sampai di hotel X, tempat dimana Ayu memesan sebuah
“Eits ... sabar bro! Jangan emosi! Tuh liat orang-orang pada melihat kesini semua,” ucap Reo seketika setelah Gery menggebrak meja.“Iya, Ger! Please jangan bikin malu! Kamu gak mau kan, kita diusir dari cafe karena bikin keributan.” Mendengar ucapanku, Gery kembali duduk di kursinya.“Kita pindah tempat, jangan disini! Meja ini terlalu umum untuk mengawasi hal seperti ini," ucap Gery. Dia langsung memanggil salah satu pegawai untuk memesan ruang VIP di cafe ini. Dengan cepat pegawai cafe mengantar kita ke ruang VIP yang sudah dipesan Gery.Kami pun segera pindah tempat, Gery ingin meja yang lebih privasi, dia tidak ingin ada orang lain yang mengetahui apa yang sedang kita lakukan.
Melihatku memelas dan memohon, Gery melepaskan cengkraman tangannya dari wajahku. Seketika ia berteriak frustasi, berkali-kali Gery memukul setir mobil. Melampiaskan kekesalan yang bersarang di hatinya.“Kenapa kamu gak pernah memberiku kesempatan, Tin? Kenapa harus selalu Dimas yang jadi nomor satu di dalam hatimu? Kurang apa aku sama kamu, Tin? Dari dulu sampai detik ini, kamu adalah satu-satunya wanita yang ada di hati aku! Tapi, kenapa kamu tidak pernah menganggapku ada?” celoteh Gery kesal.Sepertinya Gery cemburu pada Mas Dimas, aku berusaha menjelaskan, tapi Gery seolah tidak ingin mendengar penjelasanku, dia terus saja memukulkan tangannya pada setir mobil.“Sudah aku bilang, aku tidak memiliki perasaan apa-apa sama Mas Dimas, Ger! Kamu jangan egois dong! Aku capek Gery! Aku ingin segera istirahat, kepalaku pusing,” ucapku pada Gery.Gery melonggarkan dasinya, dia memb
“Tin, ko' malah bengong, sih? Ayo kita pulang!” ucap Papa yang sudah beranjak dari kursi.Aku segera bangkit dan berjalan ke kasir untuk membayar pesanan kopi barusan, kemudian bergegas menuju parkiran.“Tin, biar Papa aja yang nyetir! Kamu duduk di sebelah Papa saja. Lagian-Papa uda lama nggak nyetir di jalanan Ibu kota,” ucapnya lalu duduk di kursi kemudi. Dan aku duduk tepat di samping Papa. Mobilpun melaju meninggalkan bandara SOETTA.“Tin, Papa liat kamu gemukan 'ya?” ucap Papa sambil tetap fokus menyetir.“Owh-iya, Pah! Tina memang gemukan sekarang!” jawabku tersenyum.“Syukurlah, berarti kamu bahagia hidup dengan suamimu! Gimana kabar suamimu?” tanya Papa.“Anto baik, Pah, kerjaannya juga lancar!” jawabku seolah tidak terjadi apa-apa antara aku dan Anto.&ldquo
Untung saja Reo menyadap ponsel Ayu, jadi apapun yang Ayu rencanakan bisa aku ketahui.“Sabar, Tin! Jangan emosi, kita bisa lebih cerdik dari pada Ayu!” ucap Reo sedikit membuyarkan amarah yang sudah bersarang di benakku.Kring! … kring! sebuah panggilan masuk dari Anto. Aku pun segera mengambil ponsel yang tergeletak disampingku.“Halo!”“Halo, sayang! Kamu dimana? Ko dirumah kosong?” tanya Anto di seberang telpon.“Aku dirumah Mama, maaf tadi lupa memberi kabar!” jawabku pada Anto. Sebenarnya mendengar suaranya saja aku sangat malas, entah kenapa aku selalu terbayang desahannya saat bergum
Pov TinaSudah hampir tiga puluh menit kita mengobrol bersama. Tante Lily pun berpamitan untuk pulang.“Jeng, saya pamit pulang dulu, ya! Uda siang, nih. Bentar lagi Papa nya Reo pasti pulang! Jeng, kan' tau Papanya Reo gak pernah makan siang diluar, dia lebih senang makan siang dirumah, katanya gak cocok kalau harus makan siang diluar,” ucap Tante Lily pada Mama.“Iya, Jeng lagian, kan' kantornya juga dekat dengan rumah Jeng Lily, jadi walaupun tiap hari makan siang dirumah gak masalah,” jawab Mama menepuk pundak Tante Lily.“Oh, iya Re, sebentar!” ucapku pada Reo, lalu berlari ke dapur untuk menemui Bi Rum, ingat janjiku tadi pada Reo untuk membungkuskan lauk kesukaannya.Setelah selesai aku pun bergegas kembali ke ruang tamu untuk memberikan lauk pesanan Reo tadi.“Ini Re pesanannya!” ucapku sambil menyod
Setelah mendengar ocehanku, Ayu beranjak dari duduknya, dia mendengus kesal lalu pergi meninggalkan aku dan Anto.“Rasain kamu, Yu! dipermalukan di depan laki-laki selingkuhanmu”“Kamu kenapa sih, sayang? ko ngomong gitu sama Ayu? kan dia jadi malu!” ucap Anto seketika membuatku mengerutkan dahi, aku benar-benar tidak percaya jika dia segitu pedulinya pada Ayu.“Loh, emang kenapa? aku kan cuma bercanda! lagian aku sama Ayu 'kan uda biasa becanda seperti itu!” sahutku lalu meletakkan kopi di atas meja.Karena terlalu asik mengejek Ayu, aku sampai lupa tidak segera meletakan kopi yang panas ini.“Oh, ya. Mama mana? ko' sepi?” tanya Anto sambil menyeruput kopi susu buatanku.“Ada, dikamar sama Papa!” sahutku pada Anto, membuat dia terkejut.“Pa-papa?”