Beranda / Urban / Bukan Pemuas Nafsu / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Bukan Pemuas Nafsu: Bab 31 - Bab 40

47 Bab

Menangis dipelukan Gery

“Eits ... sabar bro! Jangan emosi! Tuh liat orang-orang pada melihat kesini semua,” ucap Reo seketika setelah Gery menggebrak meja. “Iya, Ger! Please jangan bikin malu! Kamu gak mau kan, kita diusir dari cafe karena bikin keributan.”  Mendengar ucapanku, Gery kembali duduk di kursinya. “Kita pindah tempat, jangan disini! Meja ini terlalu umum untuk mengawasi hal seperti ini," ucap Gery. Dia langsung memanggil salah satu pegawai untuk memesan ruang VIP di cafe ini. Dengan cepat pegawai cafe mengantar kita ke ruang VIP yang sudah dipesan Gery. Kami pun segera pindah tempat, Gery ingin meja yang lebih privasi, dia tidak ingin ada orang lain yang mengetahui apa yang sedang kita lakukan. 
Baca selengkapnya

Dasar licik! Papa termakan omongan Ayu

Melihatku memelas dan memohon, Gery melepaskan cengkraman tangannya dari wajahku. Seketika ia berteriak frustasi, berkali-kali Gery memukul setir mobil. Melampiaskan kekesalan yang bersarang di hatinya. “Kenapa kamu gak pernah memberiku kesempatan, Tin? Kenapa harus selalu Dimas yang jadi nomor satu di dalam hatimu? Kurang apa aku sama kamu, Tin? Dari dulu sampai detik ini, kamu adalah satu-satunya wanita yang ada di hati aku! Tapi, kenapa kamu tidak pernah menganggapku ada?” celoteh Gery kesal. Sepertinya Gery cemburu pada Mas Dimas, aku berusaha menjelaskan, tapi Gery seolah tidak ingin mendengar penjelasanku, dia terus saja memukulkan tangannya pada setir mobil. “Sudah aku bilang, aku tidak memiliki perasaan apa-apa sama Mas Dimas, Ger! Kamu jangan egois dong! Aku capek Gery! Aku ingin segera istirahat, kepalaku pusing,” ucapku pada Gery. Gery melonggarkan dasinya, dia memb
Baca selengkapnya

Rencana keji Ayu

“Tin, ko' malah bengong, sih? Ayo kita pulang!” ucap Papa yang sudah beranjak dari kursi. Aku segera bangkit dan berjalan ke kasir untuk membayar pesanan kopi barusan, kemudian bergegas menuju parkiran. “Tin, biar Papa aja yang nyetir! Kamu duduk di sebelah Papa saja. Lagian-Papa uda lama nggak nyetir di jalanan Ibu kota,” ucapnya lalu duduk di kursi kemudi. Dan aku duduk tepat di samping Papa. Mobilpun melaju meninggalkan bandara SOETTA. “Tin, Papa liat kamu gemukan 'ya?” ucap Papa sambil tetap fokus menyetir. “Owh-iya, Pah! Tina memang gemukan sekarang!” jawabku tersenyum. “Syukurlah, berarti kamu bahagia hidup dengan suamimu! Gimana kabar suamimu?” tanya Papa. “Anto baik, Pah, kerjaannya juga lancar!” jawabku seolah tidak terjadi apa-apa antara aku dan Anto. &ldquo
Baca selengkapnya

Pov Ayu

Untung saja Reo menyadap ponsel Ayu, jadi apapun yang Ayu rencanakan bisa aku ketahui.  “Sabar, Tin! Jangan emosi, kita bisa lebih cerdik dari pada Ayu!” ucap Reo sedikit membuyarkan amarah yang sudah bersarang di benakku. Kring! … kring! sebuah panggilan masuk dari Anto. Aku pun segera mengambil ponsel yang tergeletak disampingku. “Halo!”  “Halo, sayang! Kamu dimana? Ko dirumah kosong?” tanya Anto di seberang telpon. “Aku dirumah Mama, maaf tadi lupa memberi kabar!” jawabku pada Anto. Sebenarnya mendengar suaranya saja aku sangat malas, entah kenapa aku selalu terbayang desahannya saat bergum
Baca selengkapnya

Ayu menahan malu di hadapan Anto

Pov Tina Sudah hampir tiga puluh menit kita mengobrol bersama. Tante Lily pun berpamitan untuk pulang.  “Jeng, saya pamit pulang dulu, ya! Uda siang, nih. Bentar lagi Papa nya Reo pasti pulang! Jeng, kan' tau Papanya Reo gak pernah makan siang diluar, dia lebih senang makan siang dirumah, katanya gak cocok kalau harus makan siang diluar,” ucap Tante Lily pada Mama. “Iya, Jeng lagian, kan' kantornya juga dekat dengan rumah Jeng Lily, jadi walaupun tiap hari makan siang dirumah gak masalah,” jawab Mama menepuk pundak Tante Lily. “Oh, iya Re, sebentar!” ucapku pada Reo, lalu berlari ke dapur untuk menemui Bi Rum, ingat janjiku tadi pada Reo untuk membungkuskan lauk kesukaannya.   Setelah selesai aku pun bergegas kembali ke ruang tamu untuk memberikan lauk pesanan Reo tadi.“Ini Re pesanannya!” ucapku sambil menyod
Baca selengkapnya

Senyum licik Ayu

Setelah mendengar ocehanku, Ayu beranjak dari duduknya, dia mendengus kesal lalu pergi meninggalkan aku dan Anto.  “Rasain kamu, Yu! dipermalukan di depan laki-laki selingkuhanmu” “Kamu kenapa sih, sayang? ko ngomong gitu sama Ayu? kan dia jadi malu!” ucap Anto seketika membuatku mengerutkan dahi, aku benar-benar tidak percaya jika dia segitu pedulinya pada Ayu. “Loh, emang kenapa? aku kan cuma bercanda! lagian aku sama Ayu 'kan uda biasa becanda seperti itu!” sahutku lalu meletakkan kopi di atas meja.  Karena terlalu asik mengejek Ayu, aku sampai lupa tidak segera meletakan kopi yang panas ini. “Oh, ya. Mama mana? ko' sepi?” tanya Anto sambil menyeruput kopi susu buatanku. “Ada, dikamar sama Papa!” sahutku pada Anto, membuat dia terkejut. “Pa-papa?” 
Baca selengkapnya

Bercinta dengan Anto

Di tengah kepanikan aku berusaha untuk tetap tenang, aku tidak boleh membuat Anto semakin curiga padaku.   “Ya, ampun, Yu! thanks banget ya, akhirnya gelang yang aku cari-cari ketemu juga, aku sampai bingung loh nyari gelang ini. Jadi gelang ini jatuh di kantor Gery? Pantesan aja dirumah aku cari-cari gak ada!” ucapku sesantai mungkin, membuat wajah Ayu yang semula tersenyum licik berubah menjadi kesal.   “Ko, bisa jatuh di kantor Gery? Emangnya kamu ngapain pergi kekantor si Gery?” tanya Anto dengan raut wajah tak suka.   “Jadi gini, sayang. Waktu itu Ayu sedang ada masalah sama si Gery. Dan dia minta aku untuk mengantarnya ke kantor untuk bertemu Gery, tapi-karena waktu itu kita terburu-buru, jadi aku gak sadar kalau gelang aku jatuh disana. Kamu tau sendiri kan, Gery itu kalau lagi berantem sama Ayu kayak apa? Kalau kamu gak percaya, tanya aja langsung sama Ayu, iya 'kan Yu?” ucapku dengan pasti.  
Baca selengkapnya

Rekaman CCTV hilang?

Walaupun terus menolak, Anto tetap tidak menghiraukanku. Dia terus saja melancarkan aksinya. Berkali-kali kutepis. Namun, Anto tetap berhasil melucuti seluruh bajuku hingga aku dan dia sama-sama polos tanpa sehelai benangpun. Nampaknya Anto sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk bercinta, pada akhirnya aku harus mengalah pada kenyataan, aku tidak bisa menolak Anto untuk menuntut nafkah batinnya. Walau dalam hati kecilku sudah tak ada rasa sedikitpun untuk bercinta dengannya. Aku akan pastikan ini adalah yang terakhir untuknya, karena setelah ini, aku akan segera membongkar perselingkuhannya dengan Ayu. Dan aku akan segera mengurus surat perceraian. Malam semakin larut, kulihat Anto sudah tertidur nyenyak di sampingku. Sepertinya dia sangat kelelahan setelah menyalurkan has
Baca selengkapnya

Plak! Tamparan untuk Ayu

“Ya tuhan, Ger! Terus apa yang harus kita lakukan?”     “Aku juga bingung, Tin! Tapi kamu jangan khawatir, aku sudah suruh orang untuk mencari siapa pencuri rekaman CCTV itu!” jawab Gery berusaha menenangkanku.     Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa ini bisa terjadi disaat aku akan membongkar semua kejahatan si Ayu, gak bisa aku bayangkan bagaimana jika Papa dan Mama melihat video CCTV itu? apa yang harus aku katakan pada mereka? Walaupun pada akhirnya mereka akan tahu bahwa Ayu lah yang menjebak aku saat itu. Tapi—perusahaan mereka bisa hancur jika video itu tersebar di media.     Bisnis yang suda Papa bangun dari nol bisa bangkrut. Dan Anto, dia pasti akan menjadikan video itu alasan sebagai pembelaannya nanti saat aku bongkar semua tentang perselingkuhannya dengan Ayu.   Ya tuhan, aku benar-benar bingung harus berbuat apa?    
Baca selengkapnya

Terbelalak melihat chat yang dikirim Reo

Ayu berlari menghampiri Papa, dia memeluk Papa lalu bersembunyi di belakang Papa seolah ketakutan dan meminta perlindungan.    "Sial! Melihat Ayu terus menangis pasti Papa akan salah paham padaku."     "Kamu kenapa sih, Tin? Ko' sampai nampar Ayu? Papa gak pernah ngajarin kamu untuk kasar sama orang lain! Apalagi sama sahabat sendiri!" bentak Papa padaku.      "Jangan salah paham, Pah! Ini tidak seperti yang Papa liat, Tina bisa jelasin semuanya!" ucapku membela diri.      "Aduh Pah, sakit Pah!" Teriak Ayu meringis memegangi pipinya. Aku yakin dia pasti hanya pura-pura kesakitan agar Papa bisa semakin iba padanya.      Papa menelpon sekretarisnya dan menyuruhnya untuk membawakan alat kompres dan kotak P3K. Sepertinya Papa benar-benar khawatir dengan Ayu yang terus meringis kesakitan.  &n
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status