Semua Bab Luxavar, Negeri di Dasar Samudera: Bab 31 - Bab 40

81 Bab

Pelarian

Wajah Brevis tampak begitu serius. Bibirnya pucat dan Fibrela bisa mendengar suara laju napasnya begitu kencang. Dia seperti baru saja mengalami kejadian mengerikan. Fibrela memandangnya penuh tanya.“Kita harus bergegas. Para Cerecza mulai bangun.” Brevis mewartakan informasi tadi dengan cepat.Fibrela menarik tangan Nod keluar dari sel tadi. Mereka kembali ke tangga yang sebelumnya mereka naiki. Sudah ada puluhan orang menanti mereka.“Bagaimana dengan yang lain?” Salah satu laki-laki bertubuh kekar maju menghadang jalan Fibrela.“Kita tidak bisa menyelamatkan semuanya.”“Berikan senjata kalian,” katanya lagi. “Biar aku yang mengeluarkan mereka. Silakan kalian keluar dari tempat ini.”Brevis berhenti melangkah. Dia menoleh tajam ke arah laki-laki berotot tebal itu. Dia merogoh sebuah senjata yang disebut pucle itu dari sakunya dan menyerahkan benda tadi kepada manusia dar
Baca selengkapnya

Daratan

Likos dan Brevis terpencar dengan Fibrela dan Nod sekarang. Mereka masih terjebak di dalam Luzav yang mencekam. Kematian yang mereka akibatkan dari misi ini lebih banyak ketimbang jumlah orang yang mereka selamatkan. Brevis menghela napasnya sambil bersandar pada tembok di bilik yang dikelilingi tiga tahanan yang sudah tak bernyawa. Likos berdiri tak jauh darinya dengan wajah dilumuri darah. “Apakah kita akan mati?” Likos berbisik pelan. Brevis menyeringai ke lorong penjara bersiap dengan senapan kecil di tangannya. “Sst, ada seseorang datang.” Likos mengelap darah di kepalanya. Dengan jijik dia mencium darah yang sudah mengental tadi. Itu bukan darah miliknya. Langkah kaki secara teratur mendekati mereka. Brevis mengintip dari balik jeruji yang sudah dibobol para tahanan sebelumnya. “Regan?” Likos berdesah terkesima. Dia nyaris tak berkedip saat menyaksikan perempuan itu berjalan tanpa ekspresi mendekati mereka. Brevis langsung menari
Baca selengkapnya

Tersesat

Fibrela tergeletak di atas tanah kering kemerahan. Tubuhnya utuh, tapi sebagian bersimbah darah. Beberapa tembakan melukai punggung dan wajahnya. Untungnya itu hanya luka bakar kecil. “Sial! Barang rongsokan!” umpatnya gusar. Fibrela berusaha menegakkan punggungnya sambil melempar tas kaltornya. Ternyata dia masih punya cukup tenaga untuk melempar benda rusak itu. Nod turun selang beberapa detik kemudian. Dia langsung berlari ke arah Fibrela. Gerakan semak di sekeliling Fibrela dan sisa asap dari tas kaltor tersebut segera dikenali Nod. Dia menghampiri Fibrela yang duduk mengenaskan di atas tanah. Kekhawatirannya memuncak ketika melihat kepala dan kaki Fibrela bercucuran darah. Nod memperhatikan mata Fibrela yang masih meringis menahan sakit. Fibrela membalas tatapan tadi dan langsung memarahi Nod, “Kenapa kau turun? Kan sudah kubilang pergi!” Bahkan Fibrela masih cukup kuat untuk memarahi orang. Tapi Nod tidak menggubris makian Fibrela. Dia segera me
Baca selengkapnya

Eremus

Nod terengah-engah mencoba meraup oksigen dari sekelilingnya. Paru-parunya kembang-kempis dengan cepat memekik kelelahan.“Kau bohong!” ujar Nod yang masih terengap dan mencoba berkata-kata.Fibrela didudukan pada gundukan batu di pinggir jalanan. Matanya sibuk memadangi jalan yang sepi dan suram itu.“Aku tidak bohong.”“Kau bilang kita akan menemukan jalannya setelah bukit itu,” kata Nod. “Itu bukan bukit. Itu gunung.”Senyum kecil tersembul dari wajahnya yang pucat. Dia bahkan tidak punya tenaga lagi untuk tergelak.“Tapi caraku manjur, kan?” dalih Fibrela. “Paling tidak itu memotivasimu untuk berjalan lebih cepat.”Nod menghembuskan napasnya dan menggeleng-geleng kepalanya. “Kau ini,” katanya sebal, “benar-benar menyebalkan.”Fibrela menatap sepanjang jalan utama beraspal itu sayu. Mereka sudah sampai di pinggir jalan, tetapi sej
Baca selengkapnya

Penyergapan

“Kau sudah menerima kabar dari mereka?” tanya Brevis. “Semua akses dari dan menuju ke Luxavar ditutup. Mereka terjebak di Luxavar. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada mereka,” jawab Likos seraya membanting tubuhnya ke sofa teras depan rumahnya. “Apakah kita harus kembali ke Luxavar?” tanya Brevis. “Bagaimana caranya?” tanya Likos. “Kita bisa menghubungi Louie?” tanya Brevis. “Ah, rokern bodoh itu. Dia tak berguna. Fibrela dan Nod tidak mungkin berada di dekat mereka,” kata Likos. “Kita hanya bisa menunggu dan berharap mereka bisa selamat.” “Ya, mudah-mudahan mereka bisa selamat,” kata Brevis. “Dan kita akhirnya harus terjebak di sini.” “Hei, ini bukan terjebak,” kata Likos. “Kita bebas.” “Kau yang bebas,” kata Brevis. “Aku seperti makhluk asing di sini.” Likos tertawa. “Baiklah, aku ajari kau biar tidak jadi makhluk asing di sini.” “Tidak berminat,” kata Brevis. “Kau tidak tertarik dengan orang
Baca selengkapnya

Hangus

Saat terbangun, Fibrela mendapati kedua tangannya masih terikat. Kakinya tak bisa banyak bergerak karena memang sudah patah. Dia bisa melihat tempat ini berbentuk kubus dengan seluruh dinding berwarna putih. Tidak ada jendela yang bisa menempel di dindingnya. Bahkan Fibrela gagal mengidentifikasi pintu tempat para atlic itu masuk. Seorang pria berjalan pelan mendekati Fibrela. Dia mengambil tempat di dekat Fibrela. Wajahnya licin dengan rambut yang tersisir rapi. Kulitnya yang gelap kontras dengan ruangan yang tengah ditempati Fibrela sekarang. Dia mengenakan kemeja hitam dengan puluhan lencana yang menempel di dada kanannya. “Kau salah satu orang yang kupercayai di Luxavar. Tetapi kau melakukan hal ini. Kebodohan macam apa yang sudah merasukimu, Greinthlen?” Dua orang atlic datang lagi mendekatinya. Agrenta salah satu di antaranya. Laki-laki bertubuh jangkung berjalan di belakang Agrenta dengan memegang alat seperti stempel besar. Fibrela menyipitkan kedua m
Baca selengkapnya

Bashtar

Pesan yang dikirim Fibrela terlambat lima menit dari yang diperkirakan. ‘LARI’ Punggung tangan Nod berpendar membentuk tulisan singkat tersebut. Fibrela baru saja menjelaskan tentang akses ini bisa digunakan untuk mengirim pesan di saat darurat. Nod mematikan akses identitas tadi seketika setelah pesan itu muncul. Nod melirik sekilas dan segera mencari jalan keluar dari rumah Eremus. Dia menyelinap melewati dapur dan memelesat secepatnya ke pepohonan di belakang rumah Eremus. Eremus menahannya untuk tidak keluar saat Nod melihat Fibrela dibawa oleh Para Kanselir. “Apa yang mereka lakukan padanya?” Nod menyingkirkan cekalan Eremus. Ketidakpercayaan samar-samar terbesit dari sorot matanya. Seharusnya dia memang tidak semudah itu memercayai atlic tua ini. “Para Kanselir sudah mencurigai keberadaan kalian di tempatku,” ucap Eremus. “Oh ya? Bagaimana aku bisa percaya padamu setelah semua ini terjadi padanya?” “Kau berhak tidak perca
Baca selengkapnya

Deportasi

Fibrela dikawal oleh tiga orang rokern dan satu Atlic memasuki pintu utama menara. Dia berharap Nod bisa menerima pesannya dan segera menemukan bantuan. Nod tahu apa yang harusnya dilakukan. Edvard mungkin bisa membantunya keluar dari tempat ini. Dua rokern masih mencengkeram kedua lengannya sangat erat. Bagaimana bisa mereka begitu tidak berbelas kasihan padanya yang tak berkekuatan lagi ini.  Luka yang baru mengering di sekujur tangannya, kini harus berdarah lagi. Kakinya yang patah kemarin kembali bergeser saat kedua rokern itu mengentak tubuhnya berulang kali. Dia tidak mendapat obat nyerinya sejak tadi pagi. Dan kakinya belum diapa-apakan sejak kemarin. Hanya dibidai dari plastik tipis itu. Tubuh lunglai Fibrela diseret melewati bagian demi bagian ruang periksa itu. Dia bisa melihat sekeliling tempat ini dijaga sedemikan ketat sejak insiden kaburnya tahanan Luzav. “Kirim dia ke daratan,” kata Atlic yang ikut meringkusnya ke atas. Rokern penj
Baca selengkapnya

Dunia Kedua

Fibrela akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di atas ranjang rumah sakit setelah berhasil melakukan perjalanan panjang dan melelahkan melewati dua dunia. Nod bertengger di balik kaca berulang kali menengok Fibrela dari kejauhan. Dari ujung koridor, seorang pemuda berjalan menghampirinya. Pakaian putih dengan bau yodium menyeruak di sekelilingnya.“Jadi, sejak kapan kau punya anak?” tanyanya sembari ikut duduk di samping Nod.Nod terhenyak dengan pertanyaan tadi. Dia kenal dengan si penanya, tapi tentu saja menjelaskan tentang keberadaan Luxavar pada pria itu terdengar sangat absurd. Nod menghela napas pelan berusaha membuat alasan yang masuk akal. Walau akhirnya dia hanya diam karena enggan meladeni pertanyaan temannya itu.“Lebih baik kau tangani kakinya terlebih dahulu. Aku tidak bisa membiarkan anak ini cacat karena aku.” Nod berkata tanpa menjawab pertanyaan Yoris.Ada dua perawat yang berjalan masuk hendak mengganti cairan
Baca selengkapnya

Kehidupan Baru

Nod duduk membaca bukunya seraya sesekali melirik ke arah Fibrela yang kembali tertidur. Likos, Vabian, dan Brevis sudah datang lagi membawa banyak makanan serta kantung belanjaan yang terisi penuh.“Nod, aku bawa banyak makanan untukmu. Vabian membeli beberapa pakaian untuk Fibrela. Aku dan Brevis juga membeli pakaian,” kata Likos. Dia mengeluarkan makanan yang baru dibelinya kepada Nod. “Makanlah. Kau belum sempat makan dari kemarin, kan?”“Dia sudah tidur dengan pulas,” kata Brevis berdiri di sisi Fibrela menatap matanya yang tertutup rapat. “Kasihan Fibi.”Brevis membenarkan posisi kepalanya yang masih miring. Teman lama yang sekarang akan berjuang bersamanya di daratan. Brevis sendiri tak sempat terpikir tentang apa yang akan mereka hadapi di daratan yang asing ini.“Kau mulai menyayanginya, heh?” goda Likos pada Nod.Nod mengernyit risih dengan arah pembicaraan ini.“Sud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status